Malam itu si nafri menatap kosong buku-buku yang tertata rapih di perpustakaan pribadinya, selang beberapa waktu hatinya tergerak untuk membuka lembaran-lembaran waktu yang memuat patahan-patahan kehidupannya. Ia membuka gulungan kertas kehidupan yang selama ini ternyata terkotori berhala eksistensi. Kertas putih perjalanan kehidupannya tercederai oleh tinta gulita dengan rangkaian kata-kata nista dan laku hina. Ditengah jiwanya bergemuruh dalam keruh tiba-tiba muncul satu kata yang tertancap kuat dalam benaknya yaitu perubahan. “gw harus berubah!”, “Gw harus melakukan sesuatu”, tiba-tiba dengan setengah teriak kata-kata itu keluar dari mulutnya .
Dikeesokan harinya pagi menyapa si nafri dengan kesejukan embun yang menelusup kedalam hatinya. Ia kembali menjalani harinya seperti biasa dengan semangat yang berbeda, kerasnya rutinitas tak lantas membuatnya kehilangan sentuhan ikhlas. Mentari pun terus menemani dan selalu setia membantu sebagian masyarakat kampung si nafri yang meraup rizki dari menjemur tepung aren. Mengolah pohon aren menjadi tepung memang jadi mata pencaharian sebagian besar masyarakat kampung raharja, tempat dimana si nafri tinggal. Semenjak bendungan jelat rusak, sawah-sawah di kampung raharja tidak mendapat pasokan air sehingga lahan sawah tersebut berubah menjadi palawija. Hal itu mempengaruhi pola hidup masyarakat. Sebelumnya mereka tidak perlu khawatir dengan kebutuhan primer terutama beras sekarang mereka harus banting tulang karena hasil palawijanya tidak selalu bisa diandalkan.
Setelah melakukan proses pembacaan terhadap diri dan lingkungannya, tiba-tiba kakinya melangkah ke tempat agen bus, entah angin apa yang membuatnya ingin sekali melangkah kesana. Disana ia teringat sebuah pesantren yang pernah membuatnya merasa nyaman, Tanpa fikir panjang ia langsung membeli tiket jurusan jepara dan spontan memutuskan keberangkatannya nanti malam.
“sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui”, kata-kata itu seolah mengilhami bahwa keberangkatannya harus merubah bukan hanya dirinya tapi juga lingkungannya. Bismillahi tawakkaltu ‘alallah menemani keberangkatannya kali ini.
“ Jepara...Jepara...mas kita udah sampai jepara”, seorang kondektur membangunkan si nafri setelah sampai di terminal jepara. “Alhamdulillah.. sampe juga”, mukanya semrawut dipenuhi mimpi campur aduk dengan rasa gundah dan resah ia basuh dengan air harapan yang tersimpan di kota tersebut. Setengah jam kemudian sampailah si nafri di sebuah pesantren yang bernama Darul Falah
“assalamu’alaikum”, si nafri mengucapkan salam sambil mengetuk pintu yang bertuliskan kantor pusat
“wa’alaikum salam”, “monggo mas silahkan masuk”, sahut salah seorang pengurus
“saya mau nyantri kilatan disini gimana caranya?”
“oh ya mudah saja mas tinggal ke bagian administrasi terus langsung sowan ke Pak Yai”
Apa sih yang dimaksud amtsilati? Apa rahasia penyusunan kitab ini? Beberapa pertanyaan itu mengganggu fikiran si nafri namun akhirnya ia menemukan orang yang tepat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaanya tadi yaitu Pak Kiai, pengarang kitab dan metode amtsilati.
Rahasia penyusunan amtsilati
Amtsilahi adalah amtsilah (lambang). Oleh sebab itu apa yang ada dalam amtsilati pun bisa dijadikan sebagai lambang. Sebagaimana ibadah mengandung banyak lambang
Kenapa diawali hurup jer? Padahal kitab-kitab nahwu diawali dengan pengertian kalam?
Ada dua tinjauan, secara filsafat dan rasional
Secara filsafat kita berdasar
بالجر و التنوين و الندا وال # و مسند للاسم تمييز حصل
Derajat tinggi di sisi Allah diperoleh dengan:
- Jer : harus tunduk dan tawadhu
- Tanwin: niat yang benar mencari ridho Allah
- Nida’: berdzikir
- Al : berfikir
- Musnad ilaih: beramal nyata
Tidak beda dengan haji: ihrom, tawaf, sa’i, tahallul, wukuf, dan melempar jumrah. Dimana tempat terakhir dari tahallul adalah gunung sofa atau mina (muna)
Artinya: barang siapa yang ingin meraih cita-cita luhur (nama) atau cita-cita setinggi gunung yang sofa (suci), maka ia harus ihrom (bil jarri). Kemudian tawaf merupakan lambang pembulatan tekad (tanwin), kemudian sa’i merupakan lambang dari beramal berfikir dan berdzikir (musnad ilaih)
Tahallul merupakan lambang pengorbanan mahkota kehidupan yang berbentuk harta, ilmu, yang diamalkan secara nyata. Melempar jumroh yang bermakna bara, merupakan lambang dari perjuangan melawan nafsu
Membangun sesuatu diawali dari bawah yang dilambangkan dengan Jer Kasroh
Secara Rasional: bahwa pemula dibayangkan belum bisa bicara, maka pelajaran yang disampaikan adalah hal-hal kecil, simple, jangan diberi pelajaran soal pengertian
Kita kenalkan hal-hal yang tetap maka huruf hukumnya mabni: jangan sampai berubah
Ciri-ciri isim adalah menerima i’rob jer.dengan demikian pertama yang dikenal anak adalah jernya dulu untuk tahu isim ibarat mau ketemu bapak bupati kita harus lapor keamanan. Dengan demikian kita harus mengenal keamanan dulu baru bertemu bapak bupati
Kenapa setelah huruf jer kemudian dhomir?
Sesuai dengan bait Bil Jarri wa tanwini yang diberi arti tanwin adalah niat maka niat tempatnya di dalam hati. Dan dhomir pun simple, mabni, sehingga fikiran anak selalu tetap, tidak goyah
Secara filsafat dhomir berjumlah 12 yang terbagi kedalam tiga kelompok yaitu Mutakallim, Mukhotob dan ghoib. Hal ini mengandung arti bahwa orang hidup dalam waktu 12 jam harus bisa digunakan untuk 3 hal:
Mutakallim: menguatkan keimanan dan keilmuan diri sendiri dulu. Baru Mukhotob: disampaikan pada orang lain tanpa mengesampingkan nilai Ghoib (ibadah dan dzikir) pada Allah
Kenapa yang tertulis hanya dhomir munfasil dan dhomir muttasil?
Mengingatkan kepada kita bahwa manusia mempunyai dua hubungan hablumminallah dan hablumminannas . hal itu dilambangkan dengan sholat. Dimana sholat diawali dengan takbir, mengangkat tangan ke atas diakhiri dengan salam menengok ke kanan dan kekiri. Hal tersebut bisa diartikan bahwa hubungan terhadap Allah tidak sempurna bila tidak ditandai dengan salam ke kanan dan ke kiri
Kenapa dhomir hukumnya mabni?
Itu mengandung arti bahwa dalam hidup bermasyarakat harus punya prinsip (line of life/ way of life) dalam melaksanakan prinsip yang benar itu, pasti ada rintangan maka harus punya keteguhan hati . oleh karena itu dhomir yaitu hati harus dikuatkan
Dicela tidak susah sebagaimana dipuji pun tidak sombong. Karena semuanya adalah kehendak Allah. Kembalikanlah niat untuk mencari ridho Allah
Kenapa setelah dhomir lalu isim isyaroh?
Setelah dhomir (hati) harus dikuatkan maka isilah dengan isyaroh (petunjuk yang mabni) yang tidak berubah-ubah yaitu al-Qur’an dan al-Hadis
Al-Qur’an ibarat sumur zam-zam, steril dari syurga dan tidak pernah kering sampai kapanpun. Al-Qur’an langsung dari Allah dan tidak akan hilang sampai hari kiamat
BERSAMBUNG.............
TO BE CONTINUED..........................
0 komentar:
Posting Komentar