TERIMA KASIH TUHAN : DULU, KINI DAN NANTI
Oleh: Irfan Soleh
Coretan ini akan di awali dengan sebuah kisah yang dikutip dari catatan fb teman saya. Pesan dari kisah ini sangat ‘nonjok’ sekali walaupun saya gak tau siapa pengarangnya tapi yang jelas Undzur Man Qala Wa La Tandzur Man Qila kita baca saja kemudian mari sama-sama kita resapi dan renungkan hikmah dari kisah dibawah ini
Seorang raja bersama pengiringnya keluar dari istana untuk menikmati udara pagi. Di keramaian, ia bertemu dengan seorang pengemis. Sang raja menyapa pengemis ini, “ apa yang engkau inginkan dariku?” si Pengemis itu tersenyum dan berkata, “ Tuanku bertanya seakan-akan tuanku dapat memenuhi permintaan hamba,”. Sang raja terkejut, ia merasa tertantang, “Tentu saja aku dapat memenuhi permintaanmu, apa yang kou minta, katakanlah!”. Menjawablah sang pengemis, “berfikirlah dua kali wahai tuanku, sebelum tuanku menjanjikan apa-apa.” Rupanya sang pengemis bukan sembarang pengemis, namun raja tidak merasakan hal itu. Timbul rasa angkuh dan tak senang pada diri raja, karena mendapat nasihat dari pengemis. “sudah ku katakan, aku dapat memenuhi permintaanmu. Apapun juga! Aku adalah raja yang paling berkuasa dan kaya raya.” Dengan penuh kepolosan dan kesederhanaan si pengemis itu mengangsurkan mangkuk penadah sedekah, “Tuanku dapat mengisi penuh mangkuk ini dengan apa yang tuanku inginkan”. Bukan main! Raja menjadi geram mendengar tantangan pengemis ini. Segera ia memerintahkan bendahara kerajaan yang ikut dengannya untuk mengisi penuh mangkuk pengemis kurang ajar ini dengan emas. Kemudian bendahara menuangkan emas dari pundi-pundi besar yang dibawanya kedalam mangkuk sedekah pengemis. Anehnya, emas dalam pundi-pundi besar itu tidak dapat mengisi penuh mangkuk sedekah. Tak mau kehilangan muka dihadapan rakyatnya, sang raja terus memerintahkan bendahara mengisi mangkuk itu. Tetapi mangkuk itu tetap kosong. Bahkan seluruh perbendaharaan kerajan: emas, intan, berlian, ratna mutumanikam telah habis dilahap mangkuk sedekah itu. Mangkuk itu seolah tanpa dasar, berlubang. Dengan perasaan tak menentu sang raja jatuh bersimpuh di kaki si pengemis. Ternyata dia bukan pengemis biasa, terbata-bata ia bertanya, “sebelum berlalu dari tempat ini dapatkah engkau menjelaskan terbuat dari apakah mangkuk sedekah ini?”. Pengemis itu menjawab sambil tersenyum, “mangkuk ini terbuat dari keinginan manusia yang tanpa batas. Itulah yang mendorong manusia senantiasa bergelut dalam hidupnya. Ada kegembiraan, gairah memuncak di hati, pengalaman yang mengasyikan kala engkau menginginkan sesuatu. Ketika engkau akhirnya telah mendapatkan keinginan itu, semua yang telah kou dapatkan itu, seolah tidak ada artinya lagi. Semuanya hilang ibarat intan dan emas berlian yang masuk dalam mangkuk tanpa alas itu. Kegembiraan, gairah, keinginan dan pengalaman yang mengasyikan itu hanya tatkala dalam proses untuk mendapatkan keinginan. Begitu seterusnya, selalu kemudian datang keinginan baru. Orang tidak pernah merasa puas. Ia selalu merasa kekurangan.” Raja itu bertanya lagi, “adakah cara untuk dapat menutup alas mangkuk itu?” “tentu ada, yaitu rasa syukur kepada Tuhan. Jika engkau pandai bersyukur, Tuhan akan menambah nikmat padamu,” ucap sang pengemis itu sambil berjalan kemudian menghilang.
Awalnya gak terfikir sedikitpun untuk ‘merayakan’ hari kelahiran, karena akhir-akhir ini banyak sekali cobaan yang menuntut kesabaran yang lebih. Masih banyak mimpi dan keinginan yang belum tercapai, Tapi setelah membaca kisah ini, ternyata bagaimanapun dan seperti apapun fragmen kehidupan kita sampai saat ini tetap harus disyukuri. Mengenai pertanyaan kenapa sih kita mesti merayakan ulang tahun? Apa manfaat dan hikmah dari ‘perayaan’ ini? Sudah saya jawab dalam tulisan milad yang ke 22 dengan tajuk “Muhasabah di hari Ultah: Bentuk Penghargaan Pada Sang Waktu”. Menemani usia yang ke 23, tema yang ingin saya coretkan kali ini adalah “Terima Kasih Tuhan : dulu, kini dan nanti ”
Ada fenomena menarik dikalangan kawan-kawan termasuk saya theme song sms di hp kita sama yaitu “Ya Sudahlah” milik Bondan Prakoso. “ketika mimpimu yang begitu indah tak pernah terwujud, ya sudahlah. Saat kou berlari mengejar anganmu dan tak pernah sampai ya sudahlah”. Kenapa kita dan pasti masih banyak yang lainnya memakai nada dering lagu ini? Alasannya mungkin hampir sama, karena banyak sekali mimpi, angan, harapan, keinginan dan cita-cita kita yang belum terwujudkan.
Pernahkah kita berfikir bahwa ungkapan ‘Ya Sudahlah’ ini sebagai ungkapan keputus asaan atau bisa juga hanya sebatas ‘alat peredam’ gejolak keinginan-keinginan kita. Kenapa coba kita tidak berfikir ternyata dibalik semua itu tersimpan rerupa hikmah yang suatu saat bukan tidak mungkin akan menjelma menjadi sesuatu yang begitu indah. Bisakah kita ganti ungkapan ‘ya Sudahlah’ ini dengan kata Alhamdulillah. Karena kita sebagai manusia, sebagai hamba, dituntut untuk menjadi orang yang Syakur, orang yang banyak bersyukur.
Ahmad Ibn Faris dalam kitabnya Maqayis al-Lughah mengemukakan beberapa makna dari kata Syakur. Diantaranya adalah pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh, hakikatnya adalah rasa ridho dan puas dengan yang sedikit sekalipun. Dan yang kedua adalah kepenuhan dan kelebatan. Menurut Quraish Shihab, makna-makna dasar ini mengisyaratkan bahwa Syukur adalah “siapa yang merasa puas dengan perolehan yang sedikit setelah usaha maksimal, maka dia akan memperoleh banyak lebat dan subur”
Kata Syukur berasal dari kata Syakara yang berarti membuka. Jadi harapannya ketika kita bersyukur dengan pencapaian kita sekecil apapun, Allah akan membukakan jalan ataupun kesuksesan bagi keinginan-keinginan kita yang lain. Hal ini mungkin sejalan dengan Firman-Nya dalam surat Ibrahim ayat 7, “Lain Syakartum La Azidannakum Wa Lain Kafartum Inna ‘adzabi Lasyadid”. Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa jika kita bersyukur maka pasti Allah akan menambahkan nikmat-Nya, sehingga ayat ini menimbulkan rasa optimisme dan mendorong kita untuk giat beramal guna memperoleh nikmat lebih banyak lagi.
Denting jarum waktu akan terus menunggu, beredar dalam garis yang tak pernah pudar, diantara remang-remang yang tak kunjung hilang, menyuarakan hitamputih perjalanan, ketidak beraturan pun membentang, biarkan saja patahan-patahan itu bertahan, memungut luka suka pecah dalam serpihan. Dan mari kita syukuri serpihan-serpihan ini sebagai wujud penghambaan kita pada Tuhan.
Terima Kasih Tuhan, untuk dulu kini dan nanti.....
0 komentar:
Posting Komentar