RSS
Write some words about you and your blog here

BERCUMBU DENGAN CARL GUSTAV JUNG

BERCUMBU DENGAN CARL .G. JUNG
Oleh: Irfan Soleh

Malam minggu memang malam yang panjang, kita bisa mengisinya dengan beragam aktifitas dan rutinitas dan alhamdulillah malam minggu kali ini saya dapat teman baru, kita berbincang-bincang bahkan sampai “bercumbu- mesra” dengannya. Siapakah dia?? Dia adalah Carl Gustav Jung
Namun perkenalan saya itu dikomentari oleh George Boree, katanya orang bisa akrab dengan Carl Gustave Jung adalah orang yang tidak mampu bergaul dengan realitas, tapi terserah apapun komentar orang lain yang penting saya sebang bisa berkenalan dengan dia malam ini
Tanpa basa basi kita langsung membahas masalah psyche (jiwa).

Ia membagi psyche kedalam tiga bagian yaitu ego, alam bawah sadar personal dan satu lagi yang membuat ia berbeda dari yang lainnya adalah alam bawah sadar kolektif atau biasa disebut “warisan psikis”
Dia (Carl G Jung) berbicara banyak mengenai alam bawah sadar kolektif ini terutama isi dari alam bawah sadar tersebut yang ia namai dengan arketipe, walaupun biasanya ia menyebutnya dengan dominan imago dan juga bayang-bayang mitologis atau primordial. Saya tidak akan mengutarakan hal tersebut terlalu panjang tapi yang paling ingin saya tekankan adalah konsepnya mengenai dinamika psyche

Meskipun ia tidak membahas satu persatu dari aspek psyche tapi pemaparan dari prinsip-prinsip kerja psyche sudah cukup “nonjok” (kena banget) dengan kehidupan kita (baca: saya). Dalam kesempatan ini saya tidak akan membahas semuanya hanya akan menjelaskan salahsatunya saja
Prinsip kerja psyche (jiwa) yang pertama adalah prinsip oposisi dimana setiap keinginan pasti mengandaikan lawannya, jika saya punya fikiran baik, maka pada saat yang sama ia juga akan punya fikiran jahat. Oposisi ini mirip dua kutub batrei atau dua belahan atom dimana pertentanganlah yang menimbulkan energi, semakin kuat pertentangan yang terjadi , semakin besar energi yang dihasilkan

Konsep ini seolah-olah menjustifikasi kepribadian saya yang kadang-kadang paradoks. Disatu sisi cenderung baik, taat beribadah, religius, dan punya jiwa sosial yang tinggi tapi di sisi lain justru sebaliknya malas beribadah, berbuat maksiat, tidak punya jiwa sosial, egois dll
Saya jadi berfikir, kalo memang itu sesuatu yang alamiah dan ada pada dinamika kejiwaan setiap orang dan kita tidak bisa menolaknya , tentu tidak pantas ada nilai disana apalagi berimplikasi pada fafktor penentu baik atau tidaknya ia sebagai manusia yang beragama
Tapi mungkin setiap agama punya pandangan sendiri atau punya konsep masing-masing yang lebih rinci terkait dengan “apa yang seharusnya” dilakukan seseorang dalam menapaki perkembangan jiwanya

Sebenarnya masih banyak yang mau saya ceritakan dari hasil perbincangan saya dengan Carl G Jung namun mata ini sudah lelah mungkin lain kali saya lanjutkan ya....mudah-mudahan bermanfaat bagi pembacaan jiwa kita, amien........

Ciputat, 26 Januari 2008