RSS
Write some words about you and your blog here

TAHUN BARU HIJRAH: MOMENT UNTUK BERUBAH

TAHUN BARU HIJRAH: MOMENT UNTUK BERUBAH
Oleh: Irfan Soleh

1 muharram adalah tahun baru hijrah yang setiap tahunnya diperingati oleh umat islam. awal mula perhitungan kalender dalam islam itu dimulai dari awal hijrah nabi dari mekkah ke madinah. Timbul pertanyaan dalam benak kita, mengapa peristiwa hijrah yang dijadikan awal kalender dalam islam? mengapa Umar bin Khattab pada waktu itu tidak menjadikan hari kelahiran nabi Muhammad atau hari-hari kemenangan dalam islam yang dijadikan awal penanggalan dalam islam? apapun jawabannya yang jelas peristiwa hijrah ini merupakan moment yang sangat penting karena didalamnya tersimpan simbol pengorbanan, perjuangan, sebuah proses dan optimisme menuju tatanan sosial yang lebih baik. Tulisan ini ingin mengulas sedikit mengenai, apa yang dimaksud dengan hijrah? Apa hikmah yang bisa kita petik dari periatiwa hijrah tersebut?

Apa yang dimaksud dengan Hijrah?
Adapun makna hijrah menurut Al-Qur’an memiliki beberapa pengertian, dimana kata hijrah disebutkan dalam Al-Qur’an lebih 28 kali di dalam berbagai bentuk dan makna; ada dalam bentuk kata kerja untuk masa lampau yaitu sebanyak 12 kali, atau kata kerja untuk masa sekarang dan akan datang yaitu sebanyak 3 kali, atau dalam bentuk perintah sebanyak 6 kali, masdar (kata keterangan) yaitu sebanyak 1 kali, ataupun dalam bentuk subyek, yaitu sebanyak 6 kali, baik dalam bentuk singular 1 kali atau plural umum 4 kali atau khusus wanita 1 kali.
Adapun makna hijrah itu sendiri seperti yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Hijrah berarti mencela sesuatu yang benar karena takabur, seperti firman Allah, “Dengan menyombongkan diri terhadap Al-Qur’an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji” (Al-Mu’minun: 67)
2. Hijrah berarti pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain guna mencari keselamatan diri dan mempertahankan aqidah. Seperti firman Allah, “Barangsiapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak”. (An-Nisa: 100)
3. Hijrah berarti pisah ranjang antara suami dan istri, seperti firman Allah, “Dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka” (An-Nisa: 34)
4. Hijrah berarti mengisolir diri, seperti ucapan ayahnya Nabi Ibrahim kepada beliau, “Dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama”. (Maryam: 46)
Quraish Shihab mengatakan kata "Hijrah", digunakan untuk mengistilahkan perpindahan suatu kaum/individu dari satu hal yang sifatnya buruk kepada hal lain yang sifatnya baik. Pengertian ini berlaku kepada kegiatan pindah tempat maupun pindah kelakuan. Contoh hijrah yang paling populer adalah peristiwa Hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. contoh lainnya adalah taubatnya seseorang. Jika seseorang telah bertaubat, dengan taubat nasuha, ini pun dikategorikan kepada kegiatan hijrah, berpindah dari suatu kondisi buruk kepada kondisi yang baik.

Menurut Waryono Abdul Ghafur Kata hijrah dalam al-Qur’an tidak ada yang memakai tambahan ta’ marbutoh. Secara bahasa kata hijrah berasal dari kata hijrah yang diberi imbuhan ya nisbah. Kata hijrah berasal dari kata h-j-r yang berarti seseorang yang memisahkan diri dari yang lainnya baik secara fisik maupun dengan hati. Pengertian hijrah secara istilah tiap orang bisa saja berbeda misalnya hijrah berarti juga meninggalkan sesuatu yang tidak baik atau tahan terhadap godaan sesat.

Dari semua definisi hijrah yang dipaparkan diatas, saya lebih cenderung mengartikan hijrah bukan hanya dalam pengertian pindah tempat lokasi atau wilayah saja tapi yang lebih substansial dan selalu relevan adalah meninggalkan perbuatan yang kurang baik dengan terus melakukan perubahan, transformasi dan reformasi baik diri, masyarakat atau bangsa dan negara menuju ke arah yang lebih baik lagi.

Lantas apa hikmah yang bisa kita ambil dari peristiwa hijrah ini?

Hijrah bisa dijadikan moment untuk mencari dan menemukan hidup yang lebih baik dari sebelumnya. Hijrah juga bisa menjadi pintu masuk perubahan nasib ke arah lebih baik sebagaimana keberhasilan Rasulullah dan sahabatnya ketika hijrah ke madinah yang melambangkan perubahan tata dan taraf hidup yang bermadaniah beradab dan berbudaya.
Namun ada beberapa syarat agar hikmah hijrah tadi bisa kita raih, yaitu:

1. Hijrah harus memiliki pondasi, niat yang tulus, bukan sebatas kepentingan keduniawian. Nabi SAW bersabda:” setiap pekerjaan tergantung niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya didorong oleh niat karena Allah, hijrahnya akan dinilai demikian. Dan barang siapa berhijrah didorong oleh keinginan mendapat keuntungan duniawi atau karena ingin mengawini seseorang wanita maka hijrahnya dinilai sesuai dengan tujuan tersebut”. Tentu kita tidak meragukan bagaimana keikhlasan kaum muhajirin demi membela akidah dan keyakinannya mereka rela mengorbankan segalanya. Pelajarannya bagi kita yang ingin berhijrah menuju lebih baik maka hal penting yang mesti kita miliki adalah Niat yang ikhlas. Meskipun cita-cita kita mulia, misalnya tapi lihat dulu apakah keinginan kita itu tulus ikhlas dari hati atau memang nafsu yang mendorong keinginan kita

2. Berani berkorban dan Usaha yang optimal . Point yang cukup penting dalam berhijrah adalah usaha maksimal yang dilakukan dan pengorbanan. ketika kita sudah bertekad untuk berhijrah, maka sepantasnyalah kita berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menjalankan hijrah itu. Contohnya sewaktu Ali tidur dipembaringan Rasulullah agar Rasulullah lolos dari kepungan kaum quraish supaya Rasulullah bisa pergi hijrah kemadinah. Juga bagaimana Abu Bakar berusaha menyiapkan unta dan pemandu jalan dengan mengorbankan hartanya demi kelancaran hijrahnya Rasulullah. Pelajarannya bagi kita tentu ketika kita ingin berhijrah menjadi lebih baik menuju apa yang kita cita-citakan, setelah niat yang tulus ikhlas baru kita berusaha mati-matian seoptimal mungkin karena sebagaimana pepatah bilang al-ujrah bi qadril masaqah dan tentunya kita harus berani berkorban mempertaruhkan apapun demi sebuah perubahan yang kita inginkan


3. Hijrah membutuhkan kesabaran dan yakin akan pertolongan Allah. jelas kesabaran sangat diperlukan bagaimana tidak rasulullah dan para sahabatnya harus meninggalkan kampung halaman bahkan juga suami, istri atau sanak saudara yang tidak ikut hijrah ke madinah karena berbeda keyakinan. Belum lagi jarak dari mekkah ke madinah yang sangat jauh apalagi waktu itu transportasi tidak seperti sekarang bisa dibayangkan bagaimana beratnya hijrah yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya. Pelajarannya bagi kita tentu setelah kita punya niat yang ikhlas kemudian mati-matian berusaha mengejar apa yang kita inginkan, tentu dalam konteks perubahan menuju lebih baik, maka hal terakhir yang kita perlukan adalah kesabaran. Sabar disini bisa juga berarti tetap menjaga konsistensi semangat dan usaha kita. Setelah kita telah berusaha dengan sungguh-sungguh dan bersabar, maka yakinlah akan pertolongan Allah. Contohnya pertolongan Allah melalui laba-laba pada Rasulullah dan Abu Bakar sewaktu terdesak di gua ketika dikejar-kejar kaum kafir Quraisy.

Mudah-mudahan kita bisa meneladani dan mengambil hikmah, manfaat dan nilai dari peristiwa Hijrah ini demi sebuah perubahan yang kita cita-citakan, amien...


PERSFEKTIF AL-QUR’AN TENTANG MAHAR

PERSFEKTIF AL-QUR’AN TENTANG MAHAR
Oleh: Irfan Soleh

Berawal dari sms yang datang tiba-tiba dan berbunyi nyaring ,” Aa kapan-kapan kita musti wajib berdiskusi... pokokna abi (saya) minta waktu aa kapan-kapan untuk diskusi tentang mahar, oke?” . “waduh tambah lagi nih PR “, pikir saya. But jujur aja saya sangat senang menerima pertanyaan-pertanyaan semacam ini karena memacu saya untuk giat membaca dan menela’ah pembahasan yang terkait dengan pertanyaan tadi.

Alhamdulillah ada aja jalan untuk menjawab pertanyaan tadi. Secara tidak sengaja saya teringat sebuah jurnal, jurnal studi ilmu-ilmu al-Qur’an dan hadis, yang saya beli di Yogyakarta. Akhirnya saya cari-cari dan alhamdulillah ketemu juga. Mata saya langsung tertuju pada sebuah Artikel yang ditulis oleh Afdawaiza dengan judul Konsep Shaduq sebagai mahar dalam al-Qur’an (membaca ulang QS al-Nisa: 4). Jadi jawaban pertanyaan tadi saya ringkas dari artikel ini.

Menurut Afdawaiza, mengutip W Robertson Smith dalam bukunya Kinship and Marriage in Early Arabia, pemberian mahar pada masa dulunya sangat berkaitan dengan kondisi perempuan yang tidak memiliki hak dan kebebasan, sehingga pemberian mahar pun dengan sendirinya diperuntukan bagi wali si perempuan, sebagai konpensasi karena ia sudah membesarkannya dan resiko akan kehilangan peran yang dimainkan si anak nantinya di rumah bapaknya. Dan hal inilah yang menyebabkan pada masa arab pra-islam mahar ditafsirkan sebagai harga beli seorang perempuan dari walinya

Namun masih menurut Afwaiza kebanyakan fuqaha tidak dan belum bisa juga melepaskan pendapatnya dari tradisi tersebut. Terbukti dalam pembahasan kitab fiqih mahar masih diartikan secara sempit dan kewajiban memberikannya selalu dan hanya dihubungkan dengan alasan biologis. Misalnya sebagian ulama mazhab hanafi mendefinisikan mahar sebagai jumlah harta yang menjadi hak istri karena akad perkawinan atau terjadinya hubungan suami istri. Ulama mazhab maliki mendefinisikannya sebagai sesuatu yang menjadikan istri halal digauli. Ulama mazhab Syafi’i mengartikannya sebagai sesuatu yang wajib dibayarkan disebabkan akad nikah atau senggama. Dari sinilah nantinya muncul istilah akad nikah sebagai akad kepemilikan atau ganti kepemilikan (aqd at-tamlik) dan akad pengganti (‘aqd al-muwada’ah)

Al-Qur’an tidak pernah menyebutkan istilah mahar secara explisit sebagai suatu kewajiban yang harus dibayarkan oleh pria yang hendak menikah. Hanya saja ada beberapa isyarat ayat al-Qur’an yang menunjukan ke arah pengertian mahar tersebut dengan menggunakan kata-kata Shaduqat dan Nihlah. Penggunaan dua kata tersebut terdapat dalam QS al-Nisa: 4 yang artinya berbunyi,”dan berikanlah mahar pada wanita –yang kamu nikahi- sebagai pemberian yang penuh kerelaan”.

Kata Shaduqat merupakan jamak dari shidaq dan merupakan satu rumpun kata dengan shiddiq shadaq dan shadaqah. di dalamnya terkandung makna jujur, putih hati, bersih. Dengan demikian arti shaduqat dalam konteks ayat tersebut adalah harta yang diberikan dengan hati yang bersih dan suci kepada calon istri yang dinikahi sebagai amal shaleh.

Sedangkan makna kata Nihlah para ulama terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yang diwakili Qatadah mengartikannya dengan sesuatu yang wajib. Nihlah secara bahasa artinya agama, ajaran, syari’at, dan mazhab. Jadi makna kata nihlah dalam ayat diatas adalah “dan berikanlah mahar kepada istri-istrimu, karena ia merupakan bagian dari ajaran agama”. Konsekwensi dari pemaknaan tersebut mahar wajib diberikan. Kelompok kedua diwakili oleh al-Kalabi mengartikannya dengan pemberian atau hibah. Ada yang berpendapat bahwa Nihlah berasal dari rumpun yang sama dengan Al-Nahl yang artinya lebah. Pemaknaan kata-kata ini masih ada hubungannya dengan kata Shaduqat diatas. Yakni laki-laki mencari harta yang halal seperti lebah mencari kembang yang kelak menjadi madu. Hasil jerih payah yang suci dan bersih tersebut itulah yang diserahkan kepada calon istrinya sebagai bukti ketulusan dan kejujurannya dan nyatanya yang diberikan memang sari yang bersih

Sehingga pembahasan al-Qur’an mengenai mahar ini bisa disimpulkan menjadi tiga point. Pertama, dalam al-Qur’an mahar diartikan dengan Shaduqat yang merupakan suatu pertanda kebenaran dan kesungguhan cinta kasih seorang pria. Kedua, jika Shaduqat itu ditarik secara khusus menjadi mahar, maka mahar itu menjadi hak milik perempuan, bukan milik ayah atau ibunya atau siapapun yang secara tradisional dianggap berhak menjadi wali bagi seorang perempuan. Ketiga, kalaupun mahar diberikan kepada perempuan ia harus dipandang sebagai nihlah yaitu pemberian yang penuh sukarela sebagai hadiah yang tidak mengharapkan imbalan apapun



MENCOBA MENJAWAB TANYA (tafsir dan kisah yusuf zulaikha)

MENCOBA MENJAWAB TANYA
(tafsir dan kisah yusuf zulaikha)
Oleh: Irfan Soleh

Akhir-akhir ini ada sms yang datang membawa tanya. Pertanyaan tersebut memaksa saya mencari jawabannya kesana kemari dengan sedikit mengobrak-ngabrik buku, artikel dan pembahasan yang terkait dengan pertanyaan tadi. saya mau berterimakasih pada para penanya karna pertanyaan-pertanyaan ini mendorong saya lebih rajin lagi ‘membaca’. Tulisan ini hanya ingin mencoba menjawab pertanyaan tersebut sekemampuan saya dengan mengexplore pendapat-pendapat dari sejumlah buku dan artikel-artikel yang saya temukan

Pertanyaan pertama, “ assalamu’alaikum. Maaf klo boleh nie ada yang mau ditanyakan: ‘hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami minta tolong’ pertanyaannya kenapa dalam shalat sendiri kata ibadah digunakan dengan lafad a’budu bukan na’budu , ada apa maknanya? Mohon dicantumkan sumber redaksinya...!”

Pertanyaan kedua,“ kak kan ada satu do’a yang mengatakan Allahumma allif bainahuma kama allafta baina yusuf wa zulaikha (Ya Allah, semoga engkau merukunkan kedua mempelai ini sebagaimana Engkau telah merukunkan Nabi Yusuf dan Zulaikha), pertanyaannya apakah benar ada yang bernama Zulaikha dalam kisah Nabi Yusuf tersebut?”

Jawaban pertanyaan pertama saya dapat dari tafsir al Misbah karya Quraish Shihab halaman 65 edisi baru cetakan pertama tahun 2009. Menurut Pak Quraish penggalan ayat ini menggunakan bentuk jamak iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in yang artinya hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta petolongan .

Kata Kami atau kekamian dan kebersamaan yang digunakan oleh ayat ini mengandung beberapa pesan. Pertama, untuk menggambarkan bahwa ciri khas ajaran islam adalah kebersamaan. Seorang muslim harus selalu merasa bersama orang lain, tidak sendirian, dengan kata lain setiap muslim harus memiliki kesadaran sosial. Saya jadi teringat penjelasan Pak Nasarudin Umar tentang The Power of We ketika ke-aku-an telah melebur secara konseptual dengan aku-aku yang lainnya menjadi ‘kita’ tentu akan lebih kuat dan hal ini senafas dengan Hadis Nabi yang menyatakan bahwa Muslim itu bagaikan satu tubuh

Kandungan penggunaan kata Kami dalam ayat tersebut yang kedua adalah berkaitan dengan bentuk ibadah yang seharusnya dilakukan oleh setiap muslim, yaitu ibadah hendaknya dilaksanakan secara bersama-sama, berjama’ah jangan sendiri-sendiri. Pada hakikatnya ungkapan ke-kami-an tersebut menanamkan ke dalam jiwa kita sebuah pengaduan kepada Allah bahwa ibadah yang saya lakukan belumlah sempurna, sehingga kata Pak Quraish seakan-akan kita berkata pada Allah, “Ya Allah, aku datang bersama yang lain, yang lebih sempurna ibadahnya dari pada aku. Gabungkan ibadahku dengan ibadah mereka agar Engkau menerima pula ibadahku”. Jadi sebenarnya poin kedua ini menggambarkan kerendahan diri kita dihadapan Allah SWT dan merasa kehadiran kita sangat kecil dihadapan Allah Yang Maha Besar

Jawaban pertanyaan kedua saya baca dari buku Pak Yai (Ali Mustafa Ya’kub) yang berjudul Haji Pengabdi Setan. Kisah nabi Yusuf dan Zulaikha (ada yang membaca zalikha) timbul di kalangan mufassir ketika menafsirkan QS Yusuf: 21. Dalam terjemahan DEPAG RI (sebelum revisi) terjemahan ayat tersebut menuturkan: “Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya” dalam footnote no 748 Tim menulis: orang mesir yang membeli yusuf a.s itu seorang raja Mesir bernama Qifthir dan nama istrinya Zulaikha

Menurut Prof Ali Mustafa Ya’kub,terkait dengan penafsiran QS Yusuf:21 ini dari sekian banyak kitab tafsir, ternyata yang menuturkan kisah itu dengan sanad lengkap hanyalah imam al-Thabari, yaitu Ibn Humaid, dari Salamah, dari Ibn Ishaq, dari Muhammad bin al-Sa’ib, dari abu Salih, dari Ibn Abbas. Dalam riwayat ini disebutkan istri al aziz bernama Ra’il binti Ra’ail. Sedangkan riwayat yang menyebut nama istri al-Aziz adalah Zulaikha bersumber dari Syu’aib al-Jaba’i. Kedua sanad itu lemah sekali bahkan palsu. Hal itu dapat kita ketahui dari dua orang rawi yaitu Muhammad bin al-Sa’ib al-Kalbi dalam riwayat yang menyebutkan nama Ra’il binti Ra’ayil dan Syua’ib al-Jaba’i dalam riwayat yang menuturkan nama Zulaikha. Kedua orang ini biang kerok yang menyebabkan hadis ini lemah bahkan palsu

Jadi sebenarnya tidak ada riwayat shahih yang menerangkan bahwa istri al-Aziz (raja Mesir tadi) itu bernama Zulaikha dan Nabi Yusuf Pernah menikahinya. Karenanya ketika ada orang yang berdo’a agar mempelai itu saling sayang menyayangi seperti Yusuf dan Zulaikha hal itu sama saja mendo’akan seseorang untuk menyayangi istri orang lain alias selingkuh. Jadi kisah romantis Yusuf dan Zulaikha sekarang tidak hanya bumbu cerita israiliyyat yang menghibur sebelum tidur tapi sudah merangsek menjadi keyakinan atau akidah orang awam hingga banyak yang menjadikannya sebagai do’a. Padahal do’a harus berdasarkan dalil-dalil shahih







SI NAFRI: MEMAPAH HARI MERAJUT MIMPI (kalau layak disebut Cerpen)

SI NAFRI: MEMAPAH HARI MERAJUT MIMPI
(kalau layak disebut Cerpen)
Oleh: Irfan Soleh

Namanya Nafri. Umurnya genap 22 tahun hari ini. Ia akrab dengan sepi. Kesukaannya menyendiri bergumul dalam sunyi. Kecuali ketika dihinggapi penat keramaian pun ia jejaki. Ia selalu duduk dalam resah bertemankan gundah. Wajar saja ia selalu’tengadah’ tanpa arah. Suatu ketika suara aneh datang menghampirinya, kemudian berujar ”Nafri... kamu jangan selalu tengadah, merunduklah sejenak lihat kebawah”. Suara itu ingin mengingatkan bahwa diatas sana tidak selalu indah. Si nafri tidak menggubris suara aneh itu, ia terus bermimpi berjalan di atas pelangi tuk bisa menggapai mentari

Lamunan si nafri seketika buyar disapa cahaya sang pagi. Kicau burung walau dari kejauhan merangsang jiwanya bersimfoni. Sambil menyeduh secangkir kopi ia putar lagu reggae yang memicu semangatnya terdengarlah alunan syair toni Q.... “ seberkas sinar telah mengusik tidur, bangunkan aku meninggalkan mimpi pagi, setumpuk semangat iringi langkahku, segala puji syukur mengalir hadirkan ucapan terima kasih tuhan, matahariku sengat cahyamu adalah jutaan harapan”

Lantunan syair lagu Matahariku terus merasuk sampai ke ulu hati si nafri. Lagu yang melahirkan bara dalam nyata. Ditengah asyik menerima energi positif lagu tadi ia teringat suara aneh yang datang mempengaruhi dalam lamunannya. Tanya pun kembali hadir dalam fikirannya,” kenapa mesti merunduk sejenak lihat kebawah? Ya aku tahu ada hadis yang mengatakan bahwa undhuru ila man huwa asfala minkum wa la tandhuru ila man huwa fauqokum lihatlah orang yang berada dibawah kamu dan janganlah kamu melihat orang yang berada di atas kamu. Tapi kan hadis itu konteksnya dalam masalah dunia, harta dan tahta. Dan saya tengadah bukan dalam rangka itu tapi untuk ilmu, ilmu dan ilmu. Kenapa mesti menunduk ke bawah?”

Nafri pun larut dalam tanya, hampir saja ia lupa hari ini ada workshop yang harus dia ikuti. Tema nya adalah Tips and Tricks for Applying for Australian and Other International Post Graduate Scholarship. Nafri berkata dalam benaknya,”waduh ini kesempatan emas jangan sampai dilewatkan, gratis lagi..” ia pun tersenyum sumringah melihat spanduk yang dipajang di dinding kampus. Sudah pasti nafri tidak akan menyia-nyiakan acara semacam itu, sebelumnya ada juga workshop tentang Canada yang bertajuk Canadian Week dan Aminef or fulbright Scholarship dimana pembicaranya pada waktu itu perwakilan dari Canadian and American Embassy

Alasan si Nafri banyak mengikuti acara-acara semacam itu mungkin ia terpengaruh oleh perkataan Mahasiswa yang mendapatkan beasiswa ADS (Australian Development School). Peraih beasiswa itu berkata,” kalo kita ingin melanjutkan studi ke luar negri modal dasarnya Cuma dua yaitu motivasi dan informasi”. “perasaan gw udah dari dulu punya dua modal itu, tapi kok belum dapet juga nasib berangkat ke luar negeri”, gerutu nafri dalam hatinya. Nafri sadar modal utama jelas kemampuan bahasa tapi lebih jauh dari itu sebenarnya yang menentukan adalah bukan motivasi atau informasi tapi Taqdir Ilahi

Jarum jam sudah menunjuk angka tujuh, setengah jam lagi ia harus masuk kelas membantu temannya menjadi asisten dosen karna dosen pengampu mata kuliah ini lagi berkunjung ke negeri sakura, jepang. Ia pun mandi dan berpakaian rapi. Tidak lupa sebelum berangkat ke kampus ia menyempatkan diri untuk shalat dhuha dan shalat hajat terlebih dahulu. Do’a pun ia panjatkan pada sang Pencipta sang Maha Segalanya. Satu hal yang ia pinta pagi ini,” Ya Allah berikan aku yang terbaik untuk hari ini, karena Engkau lebih tahu diriku dari pada aku”

Motor butut dengan suara agak berisik pun meluncur menapaki jalan yang tiap hari ia lewati. Motor yang menyimpan banyak sejarah bagi si Nafri. Motor yang selalu setia menemani si Nafri sejak kelas dua MAN. Banyak teman bahkan orang tua si Nafri sendiri menyarankan untuk mengganti motor butut itu, namun entah kenapa ia tetap enggan menukarkan motornya sekalipun dengan motor yang lebih bagus.”motor itu sudah jadi Soulmate ku, ia saksi sejarah yang selalu ada dan memudahkanku dari mulai status ku pelajar sampai sekarang mahasiswa”, tandas dia dalam hatinya.

Sesampainya di kampus si Nafri berdiskusi terlebih dahulu dengan kawannya tentang tanya apa yang akan digulirkan menjadi wacana di kelas nanti. Tanpa panjang kata ia langsung membuka perkuliahan dengan introduction seperti minggu lalu, “ kawan-kawan seperti biasa metode pengajaran yang kita gunakan, meminjam istilah eLKIS, “memperkenalkan persfektif memperkaya wacana”. Pertanyaan demi pertanyaan pun ia dan temannya gulirkan. Statement mereka berdua lama-lama bagai bola salju yang terus menggelinding semakin besar akhirnya menjadi wacana yang sangat seru dan mengundang perdebatan yang hebat. Ternyata ‘rangsangan’ mereka berhasil. Mereka telah ‘menggoyang’ dua kelas berturut-turut sampai adzan Dzuhur berkumandang mengingatkan bahwa mereka harus istirahat

Ditengah asyik menggulirkan wacana di kelas yang terakhir, kelas ketiga, tiba-tiba Hp si Nafri bergetar pertanda ada sms yang datang. Ia pun meminta izin membaca smsnya terlebih dahulu. Isinya adalah ”kepada para peserta workshop diharapkan kehadirannya tepat waktu dikarenakan ada registrasi ulang”. Sebelum izin pada temannya ia mewacanakan terlebih dahulu apa yang ada dibenaknya yang kemudian akan didiskusikan. Kemudian ia bergegas berangkat menuju acara workshop

Si Nafri berlari menuruni tangga melewati gedung-gedung fakultas menuju ruang diorama. “silahkan registrasi dulu ka”, sapa panitia. “belum dimulai ya?”, tanyaku dengan nafas tersengal-sengal.”sebentar lagi ka” jawab panitia. Ia pun mencari tempat duduk yang strategis, sayangnya udah agak penuh tapi akhirnya ia pun dapat tempat duduk persis di depan pembicara walaupun kursi agak belakang

Acara dimulai dengan sambutan Prof Dr Andi Faisal Bakri, directur international office, yang mengatakan bahwa orang yang paling berjasa mengirimkan mahasiswa perguruan tinggi islam ke luar negri khususnya barat adalah Bapak Munawir Syadzali. Berkat jasa beliau lahirlah opinian leaders di Indonesia seperti Cak Nur, Syafii Ma’arif dan Amin Rais

Tidak lama setelah sambutan selesai moderator pun berkata,”it’s time to our speaker Tina Calivas Phd, time is yours” . Miss Tina pun memperkenalkan dirinya dan tanpa basa-basi beliau langsung berbicara dengan nada datar ”ladies and gentlement goals for today are: what and where you want to study, finding information-research, planning & preparation, reading & completing applications forms”

Si Nafri sangat khusuk mendengarkan penjelasan Miss Tina. Ia cerna baik-baik setiap kata yang dikeluarkan Miss Tina. Tempo pembicaraannya agak pelan tidak seperti kebanyakan Native Speaker mungkin tujuannya supaya apa yang beliau kemukakan bisa difahami namun microphone nya ga terlalu jelas jadi si nafri harus memaksa dua kupingnya berkonsentrasi. Tapi tiba-tiba listrik padam dan membuyarkan konsentrasinya. Miss Tina berhenti sejenak tapi kemudian melanjutkan pemaparannya. Suasana menjadi sedikit kacau karna suara tidak jelas terdengar. Riuh gemuruh peserta workshop membuat keadaan semakin buyar

Tak terasa waktu terus berpacu sampailah pada sore hari yang dari tadi menunggu. Pemaparan Miss Tina berakhir walau dihantui pemadaman listrik yang terus mengganggu. Si Nafri langsung keluar ruangan tanpa basa basi tak sedikitpun menoleh kanan kiri karna yang ada difikirannya hanya luar negeri, luar negeri dan luar negeri. Ia langsung mencari motor kesayangannya yang langsung menderu memburu satu pintu tempat ia melepas lelah, menghias resah, membunuh gundah di kediaman tercinta, wisma sakinah.

Sesampainya di kosan tubuh kurus si Nafri langsung jatuh terkulai lemah tak berdaya diatas lantai kotor penuh debu dan buku yang berserakan tak karuan. Matanya menerawang jauh melompati jendela kamar. ketika melirik ke sebelah barat yang terbayang dibenaknya peradaban barat. Ia pun berpaling ke arah timur dan terbayang lebih jelas peradaban timur. Benaknya perlahan berkata:” gila.. mimpi gw lebih tinggi dari pengarang ‘sang pemimpi’. Andrea hirata hanya bermimpi menjelajah eropa sampai afrika. Gw... si Nafri gak tau diri pengen menjelajah dua kutub peradaban tidak hanya barat yang menjanjikan metodologi, teknologi, perubahan dan kemajuan tapi juga timur yang menyimpan khazanah, turats yang lama terpendam yang perlu dibangkitkan dan dilestarikan”.

Ternyata pemaparan workshop tadi bagi si Nafri hanya menjelaskan setengah keinginannya karna hanya berbicara satu kutub peradaban. Itupun sudah sangat tinggi. Sampai hatinya nyeri tak terperi. Fikirannya melayang merambah masa lalunya. Ia ingat ketika berlibur di pantai pangandaran. Dari pinggir pantai ia bertekad mau berenang sampai jauh ke tengah. Ia berusaha sekuat tenaga ketitik paling dalam lautan tapi baru sampai pelampung yang mengapung tanda batas di bolehkan berenang, terdengar sayup-sayup suara dari menara penjaga pantai melarang melewati batas pelampung. Terlihat ibu, ayah dan keluarganya melambai-lambai di pinggir pantai menyuruh si Nafri supaya berenang ke pinggir. Ia pun nurut karna tak tega melihat ibunya berteriak sampai suaranya serak.

“akankah keluarga gw jadi penghalang?”, tiba-tiba pertanyaan itu ikut nimbrung dalam lamunan si Nafri. “TIDAAAK...!!! gw gak boleh jadi manusia eksternal, gw harus jadi manusia internal”, tandas benak si Nafri menggelegar dalam lamunannya. Ia tahu bukan keadaan yang mengontrol dirinya, tapi dia sendiri lah yang mengontrol keadaan. “I’m a driver not a passanger in life, if you conceive it you can achieve it” kata-kata itu menggema mendukung tekadnya.

Malampun tak bisa dihentikan ia masuk memeluk si Nafri yang dari tadi raganya terpenjara lemah tak berdaya walau hati dan akalnya nakal terus berkeliaran kesana kemari tanpa henti. Ia pun bangkit sejenak menyalakan Mp3. Terdengarlah alunan syair Nidji, “ mimpi adalah kunci untuk kita menaklukan dunia, berlarilah tanpa lelah sampai engkau meraihnya.....” . si Nafri kembali merebahkan tubuhnya kemudian matanya menatap tajam tulisan dalam dinding kamarnya, “bermimpilah karna Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi kita”. Nidji terus bersimfoni meninabobokan si Nafri. Ia langsung terbang ke alam mimpi setelah lelah memapah hari.








MELAMPAUI DUNIA IMAJINER

MELAMPAUI DUNIA IMAJINER
Oleh: Irfan Soleh

Sudah tiga hari ini
Pergi jauh ke negeri sunyi
Senyap melahap tetralogi
Pulang membawa mimpi-mimpi
Meluluhlantakan mitologi
Kenaifan dan ketidakmampuan diri
Aku bisa hidup seribu tahun lagi
Melompat melampaui dunia imaji
Menaklukan dunia dan bumi ini




Ciamis. 291109


Muhasabah Di Hari Ultah: Bentuk Penghargaan Pada Sang Waktu

Muhasabah Di Hari Ultah: Bentuk Penghargaan Pada Sang Waktu
Oleh: Irfan Soleh

ما من يوم ينشق فجره الا و ينادى ياابن ادم انا خلق جديد وعلى عملك شهيد فاغتنم منى فانى لا اعود الى يوم القيامة

“Tidak terbit fajar suatu hari, kecuali dia berseru: putra putri adam , aku waktu, aku ciptaan baru, yang menjadi saksi usahamu. Gunakan aku karna aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat”

Waktu yang paling bersejarah bagiku adalah 07 November 1987. Moment tersebut menjadi babak baru bagiku dan pada saat itulah pertama kali aku menatap dunia menghirup udara fana. Akupun menangis sekeras-kerasnya seolah tahu bahwa menjalani hidup di dunia tidak mudah sehingga harus tahu bagaimana cara dan aturan mainnya. Namun lantunan adzan yang diteriakan di telingaku seolah memberi ‘bocoran’ bahwa cara yang terbaik menjalani hidup dan penghidupan ini adalah dengan membesarkan nama-Nya dan mengikuti Rule of the game yang telah Dia gariskan
Waktu mengalir begitu deras, tidak terasa kini telah 22 tahun aku berperan dalam drama kehidupan ini dengan bingkai nama Irfan Soleh. Sebuah nama yang begitu sarat makna. Irfan berarti orang yang mempunyai wawasan luas diambil dari derivasinya yaitu ‘arafa dan Soleh berasal dari bahasa arab Sholihun , menurut kamus al ‘ashri, mempunyai arti zayyidun/ shohihun (yang baik/ bagus), munasibun/ mulaimun (yang sesuai/layak), nafi’un (yang berguna/bermanfaat) dan muhtashun, dzu sholahiyah au ikhtishosh (orang yang berkompeten). Nama yang mencerminkan keseimbangan antara intelektualitas dan spiritualitas. Bingkai nama dan ‘label’ yang begitu berat bagiku.
Tulisan ini bertajuk “Muhasabah di hari Ultah: Bentuk Penghargaan Pada Sang Waktu”. Coretan ini hanya ingin menjawab beberapa pertanyaan, diantaranya adalah kenapa sih kita mesti merayakan ulang tahun? Apa manfaat dan hikmah dari ‘perayaan’ ini? Untuk menjawab pertanyaan pertama saya teringat sebuah hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari abu Qatadah. Hadis ini ada dalam kitab Shahih Muslim yang berbunyi:

عن ابى قتادة الانصرى رضى الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل عن صوم الاثنين فقال فيه ولدت و فيه انزل علي (صحيح مسلم)
Diriwayatkan dari Abu Qatadah al Anshari RA, bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa senin. Maka beliau menjawab, “pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (Shahih Muslim)
Kita bisa tahu dari hadis tersebut bahwa betapa Rasulullah SAW begitu memuliakan hari kelahirannya. Beliau bersyukur kepada Allah SWT pada hari tersebut atas karunia Allah yang telah menyebabkan keberadaannya. Dan rasa syukur itu beliau ungkapkan dengan Puasa. Jadi kalau Rasul saja memuliakan hari kelahirannya kenapa kita tidak, lantas apa manfaatnya dari ‘perayaan’ ini?
Jawaban bagi pertanyaan kedua ini mungkin tiap orang bisa berbeda sesuai konteks pribadinya masing-masing namun minimal saya akan memaparkan hikmah yang saya rasakan, diantaranya adalah Pertama kita bisa menghargai waktu. Agama kita, islam, memandang waktu sebagai sesuatu yang sangat penting dan sangat berharga. Pentingnya waktu dibuktikan dengan adanya sumpah Allah dengan ‘waktu’ini. Hal ini bisa kita lihat dalam QS ad-Dhuha (93): 1-2, al-Lail (92): 1-2, al-‘Asr (103): 1.
Mengapa Allah bersumpah dengan waktu? Menurut Muhammad Abduh karna orang-orang arab dahulu ketika gagal atau lagi ketiban sial sering mencerca waktu misalnya dengan ungkapan ‘waktu sial’ padahal waktu bersifat netral. Allah dengan sumpah-Nya ingin menolak anggapan tersebut bahwa tidak ada yang dinamai waktu sial atau waktu mujur, semua waktu sama. Waktu tidak boleh dikutuk sebuah hadis dalam riwayat Ahmad menyebutkan: “Janganlah mencerca waktu, karena Allah adalah (pemilik) waktu”.
Melalui perayaan ulang tahun ini kita bisa tahu siklus waktu kehidupan. Dengan mengetahui peredaran dan pergantian waktu tersebut, kita dituntut untuk mengisi dan memanfaatkannya sebaik mungkin tentu dalam kerangka beribadah kepada-Nya. Waktu tak pernah berulang karenanya pemanfaatan dan pengisian waktu tersebut menjadi sesuatu yang mutlak. Kebanyakan kita, khususnya saya, sering melupakan kehadiran waktu dan melupakan nilainya
Hikmah kedua yang saya rasakan adalah “pembacaan” diri. Pertanyaan pertama dalam benak saya ketika menyadari saya sudah berumur 22 tahun adalah What I have done? Apa aja yang telah saya lakukan selama ini. Sudahkah sesuai dengan dengan ketentuan-Nya atau malah terbuang sia-sia? Life is sort adalah ungkapan yang membangunkan dari tidur panjangku selama ini. Pertanyaan selanjutnya yang merasuk fikiranku adalah what will I do and what I have to do? Untuk mengisi sisa kehidupanku kedepan kalau Sang Pemilik waktu masih memberiku kesempatan. Biarkanlah hati, fikiran, dan jiwaku yang akan menjawabnya aku hanya bisa berharap, melalui moment ultah ini, akan ada ‘revolusi diri’ yang signifikan untuk mengisi kehidupan yang sangat singkat ini. By the way saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga pada teman, kawan dan sahabat-sahabatku yang telah memberikan ucapan selamat ulang tahun dan telah memberikan kado yang begitu berharga berupa do’a dan dorongan semangatnya. Semoga Allah mengabulkan dan meridhoi semua mimpi, harapan dan cita-cita kita semua, amien...
Terakhir kita tutup dengan ungkapan Ali bin abi thalib tentang waktu yaitu

ما فاتك اليوم من الرزق يرجى غدا عودته وما فاتك من العمر لا يرجى رجعته
“ rezeki yang tidak diperoleh hari ini, masih dapat diharapkan perolehannya lebih banyak di hari esok, tetapi waktu yang berlalu hari ini, tidak mungkin kembali esok”




CITA, CINTA DAN YOGYAKARTA

Cita, cinta dan Yogyakarta
Oleh: Irfan Soleh

Kawan....
Aku datang kala mentari hilang
Aku pulang kala fajar datang
Kawan....
Aku datang membawa segudang kehampaan
Aku pulang menenteng sejuta asa cita cinta dan harapan
Kawan.....
Kita bersua dengan impian
Kita pasti bertemu diruang kesuksesan....
Kereta kahuripan 24-10-09


Aku malu
Padamu
Pada buku
Pada waktu
Walau mereka tersenyum sipu
Merekah indah padaku
Si dungu....
Yogyakarta, 22-10-09

Jika rasa malu
Jadi cambukmu
Biarkanlah rasa malu itu
Hingga si dungu
Menjadi sang guru...
Nda, 24-10-09

Kereta kahuripan
Membingkai ragam kehidupan
Gerbong kereta 24-10-09
Langit yogya mulai mendung
Dan tampak muram...
Ditengah jiwa dan hatiku
Panas terbakar api cita cinta dan asa
Akankah ia karam dalam kelam..??
Larut dan tenggelam..??
Yogyakarta, 23-10-09


Suatu waktu
Luka dan perihku
Bersembunyi dalam kayu
Berlumurkan paku
Lalu Ditikam sunyi
Ia pun mati
Yogyakarta, 22-10-09



Dalam pagi..
Kulihat engkau begitu berseri
Dalam embun..
Kulihat engkau begitu anggun
Dalam harapan..
Ada engkau yang tersimpan
Dalam senyuman..
Masih engkau yang terbayangkan
Oh pagi...
Biarkan ia pergi
Oh hari...
Biarkan ia lari
Ya Rabbi...
Jagalah hati ini
Kertaharja 19-10-09




DEMOKRASI DALAM TANYA

DEMOKRASI DALAM TANYA
Oleh: Irfan Soleh

Demokrasi ramai dibicarakan dan muncul ke permukaan khususnya setelah adanya statement dari Yusuf Kalla dalam penutupan Rapimnas partai golkar. Kalla menyatakan bahwa demokrasi hanya alat atau cara, bukan tujuan, sehingga dapat di nomorduakan. Tujuannya adalah kesejahteraan (kompas, 26/11/07)
Pernyataan tadi mendapat respon dari berbagai kalangan terutama dari lawan politiknya. Partai-partai lain menyebut inti dari cara pandang Golkar adalah otoritarianisme, golkar ingin mengulang sejarah rezim orde baru yang terkenal dengan gagasannya yaitu “politik no produktivitas yes”

Namun yang menarik adalah tanggapan dari Eef Saefullah Fatah, Staf pengajar ilmu politik UI, ia menegaskan bahwa pernyataan Yusuf Kalla tidak sepenuhnya salah. Kesimpulan semacam itu bisa dibenarkan manakala disertai beberapa catatan yaitu, lanjut eef, pernyataan atau kesimpulan tadi bisa saja mengandung jebakan karena ketika kita memandang demokrasi hanya sebuah cara, alat atau proses maka kita bisa kembali ke gagasan orde baru yang mengakibatkan tata cara politik berdemokrasi-yang menjamin kesetaraan, kebebasan, partisipasi dan kompetisi- untuk mengejar target produktifitas ekonomi berbasis pertumbuhan
William H Riker dalam Liberalism Against Populism: A Confrontation between the Theory of Democracy and the Theory of Social Choise (1982) menyebutkan bahwa yang membuat demokrasi unik adalah berpadunya cara demokratis dengan tujuan demokratis. Dalam demokrasi alat dan tujuan sama pentingnya. Seseorang, sekelompok orang atau sebuah bangsa tidak diperkenankan mencapai tujuan demokratis yang ia dambakan dengan menggunakan perlengkapan yang tidak demokratis
Sekarang sudah banyak yang mengkritik demokrasi dari segi pencapaiannya misalnya kesuksesan demokrasi hanya pada tataran prosedural dan sama sekali tidak menyentuh tataran substansial. Demokrasi hanya sebatas menyelenggarakan pemilu dengan terbuka tanpa bisa mengatasi masalah kemiskinan yang ada malah hanya menyejahterakan kelompok elit semata
Lutfi Assaukani dalam sebuah artikel yang dimuat media indonesia (18/11/07) mengatakan bahwa demokrasi bukanlah anodin yang dapat menyembuhkan nyeri secara instan tapi memerlukan proses dan alasan yang sangat kuat mengapa negara-negara di dunia berlomba-lomba ingin menerapkan demokrasi. Alasannya adalah karena dalam sistem ini kita diberi ruang untuk kebebasan keadilan dan kesejahteraan
Namun pertanyaannya sekarang adalah benarkah demokrasi yang sekarang dijalankan mengarah kepada tiga wilayah tadi yaitu kebebasan, keadilan dan kesejahteraan??? Kalaupun jawabannya IYA kebebasan seperti apakah yang diakomodir oleh sistem demokrasi?? Keadilan seperti apakah yang di inginkan demokrasi? Dan kesejahteraan seperti apakah yang di cita-citakan demokrasi?? Jawabannya pasti berbeda-beda dan pada akhirnya bagi saya semuanya akan berakhir pada tanya; demokrasi dalam tanya.

Ciputat, 28-11-07


kata dan prahara


KATA DAN PRAHARA
oleh: Irfan Soleh

Aku tak tahu harus kemana
Aku tak tahu harus berbuat apa
Aku ragu akan ada
Karna daya pergi entah kemana
Rupa bagai cahaya
Suara lembut berirama
Mata indah sang jelita
Oh...aku larut dalam fana
Duhai engkau yang ada disana
Aku berteriak tanpa suara
Aku berucap tanpa kata
Aku berdetak dengan rasa
yang tak terjarak oleh masa

ciputat 13-11-07

Anak panah melesat begitu hebat
Paku-paku menancap begitu kuat
Rudal-rudal meluncur tak terukur
Dentumannya membuat kita kabur
Hantamannya...
Meluluhlantakkan apa saja
Isak tangis yang tak terperi
Menelusup merasuk sanubari
Sakit dan pedih pun terasa
Tampil begitu membahana
Banarkah mereka sakit?
Benarkah mereka pedih?
Kurasa TIDAK..!!!
Aku yang terpenjara
Hingga mati rasa...

Ciputat 12-11-07








APLIKASI KONSEP MITOS R. BARTHES PADA AL-QUR’AN: BISAKAH??

APLIKASI KONSEP MITOS R. BARTHES PADA AL-QUR’AN: BISAKAH??
Oleh: Irfan Soleh

Definisi mitos menurut barthesian adalah cara berfikir masyarakat dalam penggalan sejarah tertentu. Barthes mengatakan (dalam bahasa john Fiske): ”A myth is a culture’s way of thinking about something, a way of conceptualizing or understanding it” ( mitos adalah cara kebudayaan tertentu berfikir tentang sesuatu, sebuah cara mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu)

Dalam artikelnya, myth today, Barthes mendefinisikan mitos sebagai sebuah bentuk komunikasi ( a type of speech). Sebagai a type of speech, mitos merupakan bagian dari cara komunikasi masyarakat. Mitos berfungsi sebagai cara untuk menaturalisasikan apa yang sesungguhnya tidak natural alias historis. Yang tidak natural dan historis itu adalah konsep yang muncul pada zaman, tempat, dan masyarakat tertentu.

Lewat mitos, konsep ini dipakai menjadi solah-olah natural atau dengan kata lain konsep ini dipakai untuk membongkar idiologi yang bersemayam dalam lirik-lirik komunikasi masyarakat modern, atau katakanlah sebagai kritik idiologi.menurut barthes segala hal yang kita pandang, sentuh, dengar, dan rasakan bisa menjadi mitos asal ia merupakan tanda bermakna.

Dalam kerangka semiologis, dimanakah mitos bersemayam? Untuk menjawab pertanyaan ini barthes membangun sistem semiologi bertingkat melalui konsep denotasi dan konotasi. Denotasi adalah nama bagi sebuah sistem tanda tingkat pertama, dan konotasi untuk sistem tingkat kedua. Sistem-sistem ini dibangun dengan bantuan konsep-konsep Saussure yang sudah sejak lama menjadi minat barthes, namun dengan beberapa modifikasi. Denotasi tersusun dari serangkaian tanda-tanda sintagmatik yang memuat partikel-patrikel seperti signifier, signified, dan sign. Dengan kata lain, relasi signifier dan signified akan membentuk sebuah tanda (sebagaimana kata Saussure) yang pada gilirannya menjadi tanda-tanda denotatif pada sistem lapis pertama

Kemudian sistem lapis pertama akan menjadi signifier bagi sistem tanda lapis kedua. Jadi, sistem kedua yang disebut konotasi ini sepenuhnya dibentuk oleh sistem tanda lapis pertama. Layaknya denotasi, sistem konotasi juga tersusun dari serangkaian tanda yang didalamnya memuat signifier, signified, dan sign. Tapi, untuk level konotasi, barthes menggunakan istilah berbeda untuk ketiga unsur tersebut, yaitu form,concept, dan signification. Dengan kata lain, form sejajar dengan signifier, concept dengan signified, dan signification dengan sign.

Pembedaan istilah ini sengaja dibuat Barthes karena proses signification dalam sistem tingkat pertama dan kedua tidak persis sama. Kalau sistem pertama adalah sistem linguistik, sistem kedua adalah sistem mitis yang memiliki keunikan tersendiri. Sistem kedua memang mengambil model sistem pertama, tapi tidak semua prinsip yang berlaku pada sistem pertama berlaku pula pada sistem kedua
Berikut bagan menurut pola barthes

Signifier
(expression) Signified
(content)
Sign
(meaning)

DENOTATION

Signifier
(form)





Signified
(concept)
MYTH sign
(signification)

CONOTATION


Menurut barthes mitos bisa kita jumpai pada sistem semiologi yang terdapat pada level kedua. Disini mitos mengambil sistem tingkat pertama yang berupa sistem linguistik sebagai landasannya. Sign diambil oleh sistem tingkat dua menjadi Form. Sementara concept diciptakan oleh pembuat dan pengguna mitos. Sign yang diambil untuk dijadikan form diberi nama lain, yaitu meaning karena kita mengetahui tanda hanya dari maknanya. Ini berarti satu kaki meaning berdiri diatas tingkat kebahasaan (sebagai sign), satu kaki yang lainnya diatas tingkat sistem mitis (sebagai form)

Kemudian jika sistem tingkat pertama kita jadikan signifier atau form, maka akan menghasilkan sistem tanda konotatif. Namun, jika sistem tingkat pertama itu kita jadikan signified atau concept, maka yang muncul adalah sistem metabahasa. Dalam struktur metabahasa, sistem tingkat pertama tidak disebut sebagai sistem denotasi, melainkan bahasa-obyek (language-object). Jika konotasi menggunakan denotasi untuk membicarakan sesuatu hal yang lain. Sistem metabahasa digunakan untuk berbicara tentang bahasa-obyek.



Signifier
(expression) Signified
(content)
Sign
(meaning)

LANGUAGE-OBJECT

Signified
(form)





Signifier
(concept)
MYTH sign
(signification)

METALANGUAGE


Dengan adanya dua model sistem mitis ini, yakni konotasi dan metabahasa, lalu dalam sistem mitis manakah mitos bersemayam? . bahwa mitos ada dalam sistem tingkat kedua atau sistem mitis itu sudah jelas, tetapi ia ada dalam ruang konotasi atau metabahasa? Barthes sendiri ragu untuk menjawabnya karna dalam karyanya Element dijelaskan bahwa mitos bersarang dalam sistem konotasi, tapi dalam Mytologi posisinya bergeser ke metabahasa

Karena Barthes sendiri kayaknya agak ragu menjawabnya, maka dalam hal ini saya hanya akan memilih salah satu saja antara konotasi dan metabahasa. Dan dalam hal ini saya akan mencoba menggunakan konotasi. Kita akan coba terapkan teori mitos tersebut kepada ayat-ayat taqdir dibawah ini, meskipun ada perdebatan di ranah epistemologis penggunaan pendekatan-pendekatan ilmu modern terhadap al-Qur’an, namun disini saya tidak akan mempermasalahkan itu. Anggap saja saya setuju dengan kelompok yang memperbolehkan penggunaannya

Sebenarnya permasalahannya adalah ketika kita mau menerapkan pendekatan ini, kita harus meyakini terlebih dahulu pengertian ontologis Al-Qur’an sebagai Mitos, setelah meyakini hal tersebut baru kita menerapkannya terhadap al-Qur’an. Dari keterangan (skripsi Roni Subayu) yang saya baca, teori mitos ini hanya bisa di terapkan terhadap ayat-ayat mua’amalah saja (tidak bisa diterapkan pada ayat-ayat ibadah )

Masih menurut keterangan yang tertera dalam skripsi tersebut, teori mitos ini mirip dengan ta’wil. Dan saya, dalam kasus ini, kesulitan “mena’wilkan” atau memberi makna pada level kedua (pada level konotasi/mitos) terhadap kata-kata قديرا (ke- Maha Kuasaaan Allah). Lain halnya dengan ayat-ayat mutasyabihat seperti يد الله pada level pertama (makna literalnya) bisa diartikan “Tangan Allah” dan pada level kedua diartikan dengan kekuasaan. Jadi jujur saja saya kesulitan memberikan makna pada level kedua pada kata قديرا dalam ayat-ayat dibawah ini sehingga jadi tidak ada bedanya antara makna konotasi dengan makna denotasinya, saya akan memberikan contoh satu ayat dari 5 ayat yang disuruh oleh Bapak Dosen
Ayat pertama adalah surat an-Nisa: 149

  •       •    • 
149. Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Kuasa.

Mula-mula kita harus mengidentifikasi setiap penanda pada tataran denotasi kedalam konsep-konsep secermat mungkin, misalnya “jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan”, “menyembunyikan atau memaafkan suatu kesalahan”, “maka sesungguhnya Allah” , “Maha pemaaf lagi Maha Kuasa”. Penanda-penanda ini selanjutnya membangun seperangkat tanda pada lapisan pertama (denotasi) dengan makna literal: jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan suatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhNya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa

Tanda-tanda denotatif ini selanjutnya diambil sebagai Form bagi system berikutnya (konotasi). Pada tataran kedua ini, penanda-penandanya menunjuk kepada seperangkat Concept yang sama sekali diluar konotasi. Dan seperti yang dituturkan oleh Barthes bahwa untuk mengenali Concept, kita harus melacak fragmen kesejarahannya. Fragmen kesejarahan dalam konteks al-Qur’an bisa dikatakan sebagai asbabun nuzul. Namun masalahnya tidak semua ayat al-Qur’an ada asbabun nuzulnya. Jadi kata قديرا pada level kedua masih sama dengan makna denotasinya di level pertama yaitu ke-Maha Kuasaan Allah
Ayat- ayat yang lainnya adalah:
             
54. Dan dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah[1070] dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.

[1070] Mushaharah artinya hubungan kekeluargaan yang berasal dari perkawinan, seperti menantu, ipar, mertua dan sebagainya.
              
27. Dan dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak [1211]. dan adalah Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.

[1211] Tanah yang belum diinjak ialah: tanah-tanah yang akan dimasuki tentara Islam.
                                
44. Dan apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka? dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.

               
21. Dan (telah menjanjikan pula kemenangan-kemenangan) yang lain (atas negeri-negeri) yang kamu belum dapat menguasainya yang sungguh Allah Telah menentukan-Nya[1402]. dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

[1402] Maksudnya: Allah Telah menjanjikan kepada kaum muslimin untuk menaklukkan negeri-negeri yang lain yang di waktu itu mereka belum dapat menaklukkannya; tetapi negeri-negeri itu Telah dipastikan Allah untuk ditaklukkan oleh kaum muslimin dan dijaga-Nya dari penaklukan-penaklukan orang-orang lain. janji Allah Ini Telah terbukti dengan ditaklukkannya negeri-negeri Persia dan Rumawi oleh kaum muslimin.




Dari contoh yang saya kemukakan pada ayat pertama (an-Nisa: 149), saya menyimpulkan bahwa teori ini sulit (untuk tidak mengatakan tidak bisa) diaplikasikan pada ayat-ayat yang ada kata قديرا nya. Saya sudah berusaha Pertama memahami dulu konsep/teori mitosnya Roland Barthes dengan membaca buku Semiotika Negativa karya St Sunardi, kemudian Literary Theory: An Anthology Editted By Julie Rivkin And Michael Ryan dan Kedua mencoba memahami bagaimana aplikasinya terhadap al-Qur’an dengan membaca artikel-artikel dan skripsi yang membahas masalah semiotika khususnya teori Rholan Barthes
Namun apa daya tangan tak sampai, dengan usaha memahami hal-hal diatas yang memakan waktu tidak sebentar saya gagal menerapkan teori “Mitos” Rholand Barthes terhadap ayat-ayat yang Bapak tugaskan




LIFE IS STRUGGLE

LIFE IS STRUGGLE
Oleh: Irfan Soleh

I went to Pare three years ago. My purpose comes to pare to improve my english actually I wanna get a good score in TOEFL because with this score, I can continue my study with different majority and different university. But here, in Pare, I get more than English or more than just language. I have prinsip of life that life is struggle and I always remember the wise word from Transformer (name of movie), “ No Sacrifice No Victory”, so don’t make this life meaningless or useless because the chance never comes twice

That statement always gives me support to continue my struggle. Although I have many programs in Pare almost eight times in a day from half past five in the morning to ten a clock but until midnight. I ,my self, have to know that we need a long and tiring process to be a succesful man because not at all we have planned is come true

An obstacle often appears whenever and wherever we are/ I am. Therefore I need not only skills but also patience in order to face and solve all the problems well which get in the way. Here I make stressing that life is struggle. The one who doesn’t know the struggle of life is either an immature soul. The object of human being in this word is to attain to perfection of humanity

Life is struggle, it means life as a continual battle, one’s success, failure, happiness or unhappiness mostly depends upon one’s knowledge of this battle. As soon as a man loses the courage to go through the struggle of life , the burden of the whole world falls on his head but he goes on struggling through life. He alone makes this way

One must study the nature of life, one must understand the psychology of this struggle. In order to understand this struggle, one must see that there are three sides to its struggle with one self, struggle with others and struggle with circumstance. But the most important thing that we have to know now is to be a success man we need struggle of life



RELIGIOUS FREEDOM AND BLASPHEMY

RELIGIOUS FREEDOM AND BLASPHEMY

“All religious followers may agree that freedom of religion or freedom of expression can’t be used to undermine others. Yet how can we actually categorize words, acts and expressions as insulting of religion? How can we settle the problem? . furthermore, can blasphemy still be considered a crime by indonesian law when religious freedom and freedom of expression are also guarantee by the constitutions

Words and expression often have many meanings and the exact intended meaning can only be aquired if we ask the person who uttered them . . . . . . . . . . .
In addition, the degree of outrage was different from one person to another. Ignatius Haryanto said,” we are talking about an ilustrations on magazine cover which has multiple interpretations. It can either be appreciated or protested against depending on people perceptions”

Blasphemy is cited in article 156 a of the criminal code. In this article it is stated that someone can be sentenced to five years in prison if he or she intentionally in public utters feelings or perform activities deemed to incite hatred, abuse or blasphemy against religions officially recognize in Indonesia

Although the word inten..........in public many be difficult to difine in court. They are very important. A person accuse of undermining religion often has no intention of insulting others. In additions, the number of religious principle protected from any insulting act might be different according to some scholars”

Tulisan diatas saya baca dari artikel jakarta post di kosan teman saya. Artikel tersebut ditulis oleh Nurrahman salah satu staf pengajar di UIN Bandung. Memang sulit kita menghukum seseorang yang melakukan penghujatan dan penistaan terhadap agama baik itu berupa lukisan, film, atau dalam bentuk apa saja yang mengatasnamakan kebebasan berexpresi atau HAM

Mengapa sulit? Karena landasan aturan yang dipegang berbeda, paradigma yang dianut oleh sang pelaku/ terdakwa dengan sang penggugat berbeda sehingga di jamin si hakim tidak akan bisa memutuskan suatu hukum yang benar terlebih lagi jika si hakimnya juga punya hukum dan paradigma yang berbeda dengan keduanya jadi masalahnya akan tambah rumit dan mengakibatkan kekecewaan banyak pihak

Nurrahman, penulis artikel tadi, menarik permasalahan tersebut pada problem penafsiran. Ia menyatakan bahwa “ word and expression often have many meanings” dan Ia menginginkan kita jangan terburu-buru menghukumi atau membuat suatu keputusan sebelum arti dari kata/tindakan seseorang itu telah ditafsirkan dengan benar dan juga dia, menurut saya, seolah-olah terjebak pada faham relativisme bisa kita lihat dari kata-katanya bahwa “the degree of outrage was different from one person to another” sehingga penulis artikel tadi, menurut saya tidak bisa menuduh dan mendiskreditkan siapapun dan pihak manapun

Jadi solusinya menurut saya yang paling penting kita harus meyakini dulu bahwa ilmu, pemahaman akan sesuatu baik itu teks atau ekspresi bisa kita dapat (baca: bisa kita fahami) dalam arti kita tidak terjebak pada fragmentasi kebenaran dan faham relativisme. Baru setelah itu kita harus menyamakan landasan atau norma-normanya karna mustahil keputusan si hakim bisa sesuai/ benar kalau landasan aturannya berbeda/ salah



SILATURAHMI; MEDIA TAZKIYATUN NAFSI

SILATURAHMI; MEDIA TAZKIYATUN NAFSI
Oleh: Irfan Soleh

Halal bihalal adalah suatu tradisi berkumpul sekelompok orang islam di Indonesia dalam suatu tempat tertentu untuk saling memaafkan. Dalam ensiklopedi islam, th 2000, tradisi ini mulai diselenggarakan dalam bentuk upacara sekitar tahun 1940-an dan mulai berkembang luas tahun 1950-an. Dalam ensiklopedi indonesia, 1978, disebutkan bahwa halal bihalal berasal dari bahasa (lafad) arab yang tidak berdasarkan tata bahasa arab dan sebenarnya kosa kata halal bi halal sama saja (sebagai pengganti dari) dengan silaturahmi

Sudah menjadi rutinitas tahunan Setiap tanggal 2 syawal keluarga besar dari nenek pihak ayah saya mengadakan haolan/ banian. Haolan merupakan sebuah istilah yang maknanya hampir sama dengan silaturahmi atau halal bihalal yang dilaksanakan setahun sekali sehabis lebaran. Pada tahun ini, 1430 H, acara diselenggarakan dirumah uwa Iing dari runtuyan keluarga uwa Iboh. Tempat diselenggarakan acara ini bergantian tiap tahun yang jelas setiap pupuhu keluarga besar akan kebagian jadi panitia penyelenggara

Tujuan diselenggarakan acara ini agar kita mengetahui asal usul keturunan keluarga kita juga sebagai media merekatkan tali persaudaraan antar keluarga. Acaranya sederhana dimulai dengan pembukaan, pembacaan ayat suci al-Qur’an, tausiah keagamaan, pembacaan silsilah nasab/keturunan dari mulai yang paling tua sampai yang paling muda kemudian ditutup dengan salam-salaman dan makan-makan. Tulisan ini ingin merekam sedikit apa yang disampaikan oleh aki Aef selaku penceramah pada acara kali ini

Kalimah tayyibah menjadi pembuka ceramah beliau dan audiens pun serentak kompak melantunkan kalimat tersebut La ilaha illallah la maujuda illallah, la ilaha illallah la maqsuda illallah, la ilaha illallah la mathluba illallah. Dengan kalimat Tayyibah ini kita harus meneguhkan hati kita bahwa silaturahmi kali ini adalah kehendak Allah, dilakukan untuk Allah dan berharap keridhoan Allah

Kemudian ayat yang dibahas adalah qod aflaha man tazakka wa dzakarasma rabbihi fashalla bal tu’siruna al hayata ad dunya..... menurut ayat ini orang yang tazakka ,membersihkan diri, pasti akan bahagia/beruntung maka sangatlah tepat jika moment ini, silaturahmi tahunan, kita jadikan sebagai sarana pembersihan diri,

Kesalahan itu bisa digolongkan kedalam dua macam yaitu kesalahan kita kepada Allah dan kepada sesama manusia. Nah yang sesama manusia ini bisa dipersempit lagi menjadi saudara. Kayaknya bakal repot banget kalau kita harus mendatangi saudara-saudara kita satu-persatu apalagi kalau jumlahnya banyak dan berjauhan makanya acara silaturahmi tahunan seperti ini menjadi sangat penting sebagai moment saling maaf memaafkan

Kalau kita baca ensiklopedi ternyata halal bihalal itu tradisi yang hanya ada dinegara indonesia, meskipun belakangan ini merambah ke negara-negara lain, jadi dalam hal ini tidak perlu konsep pribumisasi islam (meminjam istilah gus dur) karena ajaran islam yang satu ini (baca: silaturahmi) sudah mengakar dan membudaya di indonesia. Tradisi ini mulai diselenggarakan dalam bentuk upacara sekitar tahun 1940-an dan mulai berkembang luas setelah tahun 1950-an

Sebenarnya inti dari materi yang disampaikan penceramah pada acara ini adalah pertama tobat untuk menghapus dosa dan kesalahan yang kita perbuat kepada Allah SWT dan kedua meminta maaf untuk menghapus dosa kita kepada sesama manusia. Jadi, melalui acara ini mari kita sama-sama bersihkan diri kita dari segala dosa, saling memaafkan dan pererat terus jalinan silaturahmi apalagi dengan saudara senasab karna sudah jelas manfaat dari silaturahmi ini adalah panjang umur dan murah rizki






MUTIARA HIKMAH SILATURAHMI

MUTIARA HIKMAH SILATURAHMI
Oleh: Irfan Soleh

Kalimat silaturahmi berasal dari bahasa Arab, tersusun dari dua kata silah yaitu, ‘alaqah (hubungan) dan kata al-rahmi yaitu, al-Qarabah (kerabat) atau mustauda’ al-janîn artinya “rahim atau peranakan”. (al-Munawwir, 1638, 1668) Kata al-Rahim seakar dengan kata al-Rahmah dari kata rahima “menyayangi-mengasihi”. Jadi secara harfiyah Silaturahmi artinya “Menghubungkan talikekerabatan, menghubungkan kasih sayang”.

Islam sangat menganjurkan umatnya bersilaturahmi banyak dalil baik itu dalam al-Qur’an ataupun hadis nabi yang menyebutkan keutamaan silaturahmi dan mencela orang yang memutuskan silaturahmi. Dalam tulisan ini saya ingin memaparkan rentetan silaturahmi yang saya lakukan dalam rangka mengamalkan ilmu tentang silaturahmi karna hikmah yang saya dapatkan dari silaturahmi ini sangat besar sekali

Pasca lebaran saya selalu menyempatkan diri mengunjungi beberapa kiayi didaerah saya dan kiayi-kiayi pesantren yang pernah saya masuki. Banyak sekali hikmah yang saya dapatkan dari silaturahmi.Yang pertama kali saya kunjungi adalah kang taryo, beliau telah berhasil mengumpulkan tanah wakaf untuk kemajuan pendidikan pesantren. Tanah wakaf tersebut awalnya hanya obrolan kecil dengan ayah saya tapi alhamdulillah sekarang sudah bisa dimanfaatkan

Kemudian saya mengunjungi pesantren al hidayah, kang Ejen selaku pimpinan pesantren mengemukakan beberapa kemajuan pesantren yang sudah bisa mengadakan SMP Terbuka walaupun muridnya belum banyak dan ada kendala dalam hal bangunannya. Kemajuan lainnya adalah sudah bisa membiayai makan para santrinya alias gratis biaya makan

Pada hari berikutnya saya bersilaturahmi ke pesantren Cibeunying. Sedih sekali melihat pesantren ini karena yang tersisa hanyalah bangunan mesjid dan asrama yang berdiri kokoh tanpa ada santri yang menghuninya padahal dulu santri pesantren ini sangat banyak. Pesantren ini sudah cukup tua karna sudah ada dari semenjak indonesia merdeka. Alasan kemunduran pesantren ini karna manajemennya kurang baik setelah pendiri pesantren ini meninggal, tapi itu hanya salah satu faktor saja dan sangat mungkin banyak faktor-faktor lain yang menyebabkan pesantren ini mundur

Lain halnya dengan pesantren Cibeunying, Pesantren al-Hasan mengalami kemajuan yang signifikan, pada reuni akbar kang Didin memaparkan beberapa kemajuan pesantren misalnya ada BMT, Panti Sosial, SMESCO, dan SMP yang sudah banyak peminatnya dan siswanya bertambah banyak dari tahun ke tahun.Setelah pemaparan kemajuan pesantren dan apa yang telah dicapai oleh al Hasan, acara berlanjut dengan pemberian amanat oleh Kang Syarif. Acara ini semacam studium general oleh pimpinan pesantren yang dilakukan setiap reunian agar para alumninya tetap semangat mencari ilmu dan bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat

Ada 10 amanat Akang Al-Hasan, diantaranya:
1. Perteguh jiwa dan ahwal kesantrian
2. Pertahankan aqidah ASWAJA
3. Tuntut ilmu, pertebal keimanan dan perkaya amal
4. Jadilah orang yang bermanfaat bagi umat
5. Kaya kreatifitas disertai mujahadah dan istiqamah
6. Perluas persahabatan, persempit permusuhan
7. Agungkan nama Allah jika ingin ditolong Allah
8. Kita tidak banyak uang tapi banyak peluang
9. Jadilah diri sendiri agar percaya diri
10. Jihad dan mati syahid komitmen muslim sejati

Akang al-Hasan menjelaskan satu persatu 10 amanatnya tersebut namun yang paling mengena dan nonjok banget bagi saya adalah penjelasannya mengenai surat al-Mujadalah: 11 yakni Allah akan meninggikan derajat kita dengan dua syarat yaitu pertama orang-orang yang beriman dan kedua orang yang berilmu. Jadi kalau sampai saat ini kita masih belum jadi “orang “ atau ilmu kita belum bisa dimanfaatkan di masyarakat maka problemnya bisa saja kualitas keimanan yang di implementasikan dengan ketaatan kita yang kurang atau kualitas dan kuantitas keilmuan kita yang belum memadai

Acara dilanjutkan dengan pemaparan para alumni yang tergolong sudah sukses dengan menjelaskan kiat-kiat apa saja yang mereka lakukan sampai bisa “sukses” seperti itu. Walaupun definisi sukses itu ada pada diri masing-masing karena setiap orang itu hidup di rung dan konteks yang berbeda-beda. Dalam hal ini pas sekali kata-kata kang Fuad, “ketika mengendarai mobil malam hari, kita jangan melihat lampu mobil orang lain karna pasti akan silau dan mengaburkan penglihatan kita tapi lihatlah jalan yang kita tapaki, fokus pada mobil yang kita kendarai. begitupun dalam hidup jangan terlalu melihat orang lain tapi lihatlah diri sendiri dan jalani sebaik mungkin apa yang kita geluti

Silaturahmi pun berlanjut ke pesantren Sukahideng. Saya datang terlambat jadi tidak sempat mengikuti pengajian umumnya hanya saja hikmah yang saya dapatkan dari Pak Kiayi Pesantren ini adalah bagaimana memuliakan tamu dan menghadapi tamu dengan karakternya yang berbeda-beda. Terakhir saya mengunjungi pesantren Mathlaul Khaer di Cintapada dan disana saya bisa berbincang dengan Mama (Pimpinan Pesantrennya) yang masih sehat meski usianya sudah 80 tahun lebih dan alhamdulilah saya mendapatkan do’a dari beliau agar segala keinginan dan maksud saya bisa terpenuhi. Mudah-mudahan besarnya hikmah yang saya dapatkan dari silaturahmi ini bisa terus memicu saya khususnya dan kita pada umumnya untuk terus mempererat tali silaturahmi kita sama siapapun tanpa terkecuali apalagi sama kerabat, sanak saudara dan guru-guru kita

PENDEKATAN MODERN DALAM KAJIAN TAFSIR AL QUR’AN

PENDEKATAN MODERN DALAM KAJIAN TAFSIR AL QUR’AN
0leh: Irfan Sholeh

Tulisan ini hanya ingin merekam perkuliahan “Pendekatan Modern dalam Kajian al-Qur’an” karna dalam pepatah jerman dikatakan wer liest,weib, wer schreibt, bleibt yang artinya siapa yang membaca akan mengetahui dan siapa yang menulis tidak akan pernah mati. Gadamer pun berkata bahwa tulisan adalah entitas yang hidup, membaca tulisan sama dengan berdialog

Pada pertemuan pertama ini tidak banyak membahas teori tapi hanya perkenalan dengan mata kuliahnya, apa saja silabus yang akan dibahas dipertemuan-pertemuan selanjutnya dan sedikit membahas tentang pendekatan modern dalam kajian al-Qur’an.Pada semester sebelumnya kita sudah membahas pendekatan-pendekatan tafsir klasik seperti metode tahlili, ijmali, muqaran, maudhu’i dan lain-lain. Kita juga sudah membahas pembagian tafsir bil riwayah/bil ma’tsur, bid dirawah/bir ra’yi dan tafsir isyari

Pendekatan modern dalam kajian al-Qur’an ini muncul, salah satu faktornya adalah, karena adanya pemahaman yang berbeda mengenai al-Qur’an sholihun li kulli zaman wa makan selaras dengan setiap zaman dan tempat. Para ulama kita (dalam bahasa Pak yusuf Rahman para ulama klasik/dahulu) memahami kata-kata/ istilah tadi dengan keuniversalitasan al-Qur’an. Al qur’an itu relevan bagi setiap zaman dan tempat, melampaui batas ruang dan waktu.Sedangkan dalam pandangan muslim kontemporer perlu ada reinterpretasi agar relevan dengan tuntutan/semangat zaman dan selaras dengan tantangan modernitas sehingga shalihun li kulli zaman wa makan itu akan terus berproses dan berinteraksi dengan kekinian

Istilah para ulama dahulu/klasik yang selalu disandarkan dengan ulama tekstualis dengan ulama kontemporer yang di identikan dengan ulama kontekstualis sebenarnya kurang pas karena dari zaman dahulu sampai zaman sekarang ada yang menggunakan salah satunya (cenderung tekstualis atau kontekstualis) dan ada juga yang mencampuradukan keduanya

Perbedaan tekstualis dengan kontekstualis adalah kalau tekstualis menghukumi kekinian itu dengan mengembalikan sepenuhnya kepada teks al-Qur’an dan pendekatannya lebih menekankan pada sisi kebahasaannya atau linguistiknya saja sedangkan kontekstualis beranggapan kalau penekanannya pada sisi bahasa saja akan terjadi pembacaan yang berulang-ulang (al-Qiraah al-Mukarrarah) sehingga bagi para kontekstualis hal tersebut akan berimplikasi pada penafsiran yang zumud dan tidak cocok dengan apa yang dibutuhkan masyarakat sekarang, maka timbullah pembacaan kritis (al-Qiraah al-Muntijah) dalam memahami dan menafsirkan al-Qur’an

Adanya dikhotomi antara teks dan konteks atau tekstualis dan kontekstualis ini menggelitik saya untuk bertanya pada Pak Yusuf Rahman, “Pak apakah ada garis demarkasi yang jelas antara tekstualis dengan kontekstualis?” kita tahu bahwa tidak ada yang murni tekstualis atau murni kontekstualis karena yang tekstualis tentu mempunyai preasumsi-preasumsi dan pergumulan dialam bawah sadarnya dan sangat dimungkinkan preasumsi tersebut berhubungan dengan konteks saat ia menafsirkan, begitupun yang kontekstualis ia pasti tidak akan lepas dari teks karna menggunakan teks dan penafsiran teks sebagai pijakan awalnya atau fondasinya

Jawaban Pak Yusuf Rahman adalah “ meskipun kita sulit melakukan klasifikasi atau garis demarkasi yang jelas tapi dalam tataran akademik itu harus dilakukan karena kekaburan klasifikasi tadi bisa kita perjelas dengan kriteria-kriteria dan batasan-batasan tertentu”. Kemudian saya bertanya lagi pada Pak Yusuf Rahman, “apakah ada perbedaan antara yang tsawabit dan mutagayyirat dalam kajian tafsir versi modern ini? Ataukah semuanya dianggap al mutagayyirat sehingga semuanya bisa dikontekstualisasikan?” jawabannya singkat juga yaitu setiap penafsir mempunyai batasan tsawabit dan mutagayyirat yang berbeda-beda sehingga tergantung menurut siapa dulu?...dan beliau merekomendasikan saya untuk membaca buku syahrur tentang chance and permanent
Akhirnya inti dari mata kuliah pendekatan modern dalam kajian al-Qur’an ini adalah kita akan menelusuri pemikiran-pemikiran mufassir modern dan kontemporer dengan item-item sebagai berikut:
- Apa pendekatan yang dia pakai
- Kenapa memakai pendekatan tersebut
- Bagaimana aplikasinya
- Apa bedanya dengan yang lain
- Apa latarbelakangnya/motivasinya
- Dan bagaimana respon para pembacanya

Dan inilah hasil dari tatap muka pertama pada mata kuliah pendekatan modern dalam kajian al Qur’an semoga bermanfaat......

KONTROVERSI SEPUTAR SHALAWAT NABI

KONTROVERSI SEPUTAR SHALAWAT NABI
Oleh: Irfan Soleh

Hari senin adalah hari yang sangat tidak diinginkan oleh warga kota jakarta khususnya para pekerja karena dihari ini aktifitas kembali datang, segudang tugas yang sudah menjadi rutinitas harus dilalui lagi. Sehingga sangat wajar kalau ada karyawan/ti yang mengatakan hari senin adalah hari yang sangat tidak didinginkan bahkan saking keselnya sampai-sampai ada yang bilang tiada hari yang paling saya benci kecuali hari senin

Ungkapan ketidaksukaan terhadap hari senin antara yang pertama dengan yang kedua itu berbeda, dan dari perbedaan tersebut tentu mengandung makna yang berbeda. Apa perbedaannya? Makna apa yang bisa kita dapat dari dua ungkapan tersebut? Jawabannya akan selaras dengan pembahasan kita kali ini yaitu mengenai shalawat kepada Nabi yang berkaitan dengan hadis dalam shahih bukhari dengan judul باب الصلاة على النبى saya kutipkan bunyi hadisnya

حدثنا ادم حدثنا شعبة حدثنا الحكم قال سمعت عبد الرحمان بن ابى ليلى قال: لقينى كعب بن عجرة فقال: الا اهد لك هدية؟ ان النبى صلى الله عليه وسلم خرج علينا فقلنا يارسول الله قد علمنا كيف نسلم عليك, فكيف نصلى عليك؟ قال فقولوا: اللهم صلى على محمد و على ال محمد كما صليت على ابراهيم انك حميد مجيد, اللهم بارك على محمد و على ال محمد كما باركت على ال ابراهيم انك حديد مجيد

Pembahasan ini menjadi penting karena ada konflik yang tak berkesudahan atau konflik yang berkepanjangan di masyarakat mengenai masalah pembacaan sayyidina( سيدنا ) ketika membaca shalawat kepada nabi. Berdasarkan hadis diatas ka’ab ibn ujrah bertanya kepada Rasulullah,”bagaimana cara bershalawat kepada engkau ya Nabiyallah?”, Rasul menjawab: قال فقولوا اللهم صلى على محمد dalam hadis ini Rasul menjawab langsung kata Muhammadin tanpa kata sayyidina . dengan hadis inilah kelompok yang “anti sayyidina” menyalahkan golongan “pengikut sayyidina”

Lantas pertanyaan selanjutnya adalah apakah shalawat-shalawat yang lain seperti shalawat munjiyah, shalawat nariyah dan lain-lain dilarang dengan hadis tersebut karena lafal teksnya berbeda dengan apa yang disebutkan Rasul dalam hadis tersebut. Jawabannya adalah boleh menurut Pak Kiai (Prof Ali Mustafa Ya’kub) dengan penjelasan sebagai berikut:

Dalam hadis tersebut Rasulullah hanya menyebutkan contoh/ salahsatu contoh bagaimana cara bershalawat kepada beliau karna dalam ilmu balaghah redaksi tersebut, jawaban Rasul atas pertanyaan Ka’ab ibn ujrah, tidak mengandung batasan bahwa redaksi shalawat yang dibenarkan hanya itu saja

Pak Kiai menganalogikan hal tersebut dengan ungkapan “edo adalah murid/santri pesantren Darus Sunnah” dari ungkapan tersebut apakah santri Darus Sunnah hanya edo saja? Tentu jawabannya tidak!, begitupun dengan pertanyaan kita diawal karyawan pertama mengatakan “saya tidak menyukai hari senin” dari statement tersebut ada kemungkinan hari-hari lainnya pun tidak suka lain halnya ketika ia ungkapkan dengan pernyataan”tidak ada hari yang paling saya tidak senangi ( benci) kecuali hari senin” dari ungkapan yang kedua ini ada batasan bahwa yang tidak disukai itu hanya hari senin

Satu analogi lagi yaitu ketika kita mengungkapkan isi hati kita sama sang kekasih انا احب اليك (saya mencintaimu) disini tidak ada حصر (batasan) apakah cintanya sama dia seorang karena dengan ungkapan ini masih ada kemungkinan ia mencintai orang lain. Lain kasusnya ketika ungkapannya ليس احب احد الا اياك (tidak ada yang saya sukai seorangpun kecuali kamu). Pernyataan yang kedua ini jelas tidak mungkin ada orang lain yang ia sukai

Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat khususnya bagi orang yang masih mempersoalkan masalah pembacaan sayyidina dan shalawat-shalawat yang lain wallahu a’lam bi shawab...

POLIGAMI DALAM PERDEBATAN

POLIGAMI DALAM PERDEBATAN
Oleh: Irfan Soleh

Hari ini jam pertama mata kuliah tafsir ahkam berjalan seperti biasanya hanya yang berbeda mungkin jumlah mahasiswa yang mengikuti mata kuliah ini kalau biasanya hanya TH VII B dan TH V C saja namun kali ini TH VII A pun turut nimbrung memenuhi tempat perkuliahan. Tema yang diangkat pemakalah adalah nikah/perkawinan daan mahar. Mereka membahas ayat-ayat seperti an-Nisa:3:25:127:24:22 an-Nur:32:30:31 al-Ahzab:49 dan al-Baqarah:236

Namun seperti biasanya wacana yang hangat dan tak kunjung usai adalah masalah poligami, tidak banyak pembahasan mengenai seperti apa perkawinan dan mahar itu karena dosen langsung membuka ruang dialog/ruang perdebatan dalam masalah poligami. Pertama-tama dari pemakalah memberikan argumen kebolehan poligami dengan melihat jumlah wanita lebih banyak dari pada jumlah pria sehingga dengan adanya poligami ini sebenarnya menguntungkan perempuan

Walaupun sebenarnya menurut saya argumen tadi lemah dan sangat mudah dipatahkan misalnya dengan fakta di indonesia perbandingan jumlah pria dan wanita masih bisa dibilang seimbang, tapi tidak bisa disalahkan kalau memang ada faktanya seperti itu. Kemudian pendapat lain menambah/menanggapi pembicara sebelumnya, menurutnya islam datang merespon budaya yang sudah ada ketika itu karena, seperti biasa, islam tidak datang di ruang hampa, konsekwensinya kita harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana budaya arab ketika itu

Kita tahu dari sejarah zaman zahiliyah bahwa kebiasaan orang arab khususnya dalam perlakuan terhadap perempuan sangat buruk, mereka terbiasa menikah seenaknya berapapun jumlahnya tidak dibatasi, saling tukar istri dan masih banyak lagi bentuk perlakuan yang merendahkan dan mendiskriminasikan perempuan. Sehingga islam datang dengan hukum poligaminya adalah sebagai bentuk negosiasi dengan kultur arab tersebut karena tidak mungkin islam menghapus sekaligus atau menolak mentah-mentah apa-apa yang sudah menjadi tradisi dan sudah mendarah daging di masyarakat arab ketika itu

Kemudian ia mengutip Muhammad Abduh yang meskipun tafsirnya almanar menggunakan metode tahlili tapi beliau tetap mengharamkan poligami karena menurutnya tafsir tahlili membuka peluang diskriminasi terhadap perempuan dengan hanya memahami satu ayat itu saja tanpa melihat ada ayat lain yang mengatakanbahwa kita tidak bisa berbuat adil sehingga, ia mengutip pendapat Nasaruddin Umar, selayaknya dalam hal ini kita menggunakan tafsir tematis karena kita tidak akan terjebak pada kesalahan yang hanya melihat sebagian ayat dan mengabaikan ayat lain
Dengan logat jawanya ia terus memaparkan argumentasinya dan kali ini dia mencoba mamaparkan statement amina wadud. Disini dia mengomentari atau menyanggah oarang yang menganggap kebolehan poligami dengan alasan ekonomi, misalnya seeorang pengusaha kaya mengawini empat orang janda/ wanita miskin dan dalam hal ini dilakukan dalam rangka perbaikan ekonomi perempuan tadi. Amina wadud mengatakan itu terjadi pada masa dahulu karena pada zaman sekarang sudah banyak wanita karir dan kebanyakan sudah mapan sehingga argumen ekonomi untuk mematahkan poligami bisa dipatahkan, kenapa tidak dikasih sodaqah dan infaq saja kalau memang niatnya menolong, katanya melanjutkan argumennya yang tadi

Kemudian yang kedua yang sering dijadikan alasan misalnya mandul, masih mengutip amina wadud, ia mengatakan bahwa kenapa harus wanita yang ditolong padahal masih banyak anak-anak kecil yang terlantar dan hidupnya lebih mengenaskan daripada wanita-wanita tadi dan inilah mungkin argumen dia yang terakhir setelah itu dosen memberikan komentar terhadap statemen-statemen yang dihidangkan oleh para mahasiswanya

Meskipun penjelasan dosen ini tidak bisa menjawab mereka yang menolak poligami namun saya tetap akan menguraikan pendapat-pendapat beliau disini meskipun tidak semuanya saya paparkan. Pak Dosen bilang bahwa poligami sudah ada sebelum islam datang, dalam agama yahudi misalnya mereka tidak membatasi jumlah perempuan yang bisa dinikahi jadi sangat longgar sekali sebaliknya dalam agama kristen mereka sangat mengekang/membatasi pemeluknya untuk menikah makanya, menurut Pak Dosen, islam datang menengahi dua pandangan ekstrim tadi (meskipun ini perlu penelitian lebih lanjut menurut saya) yaitu islam sebagai penengah tidak terlalu longgar membolehkan dan tidak terlalu ketat melarang

Yang terpenting, menurut Pak Dosen, adalah konsep ‘adilnya. Ungkapan al-Qur’an yang berbunyi ولن تعدلوا ولو حرصتم adalah dari aspek batiniahnya karena mau bagaimanapun juga susah untuk berlaku adil dalam hal hati nurani bahkan Rasul sendiri pun secara terang-terangan mengatakan bahwa beliau tidak bisa adil secara batin tetap saja ada salah-satu istrinya yang beliau unggulkan dan lebih beliau sukai. Namun serentak para penolak poligami tadi mengatakan / melontarkan pertanyaan yaitu atas dasar apa ada dikhotomi makna ayat al-Qur’an tadi bahwa ayat ini secara batin dan ayat yang lain dilihat dari segi materialnya, atas dasar apa?

Dosen menjawab ya dari asbab nuzulnya dan perkataan para ulama namun tidak lama kemudian ada mahasiswa lain yang membela dosen dan mengatakan bahwa apabila ada ayat lain yang bertentangan, yang satu mengatakan bisa adil dan yang satunya lagi mengatakan tidak bisa adil maka langkah yang harus ditempuh adalah dengan di jama’ atau nasikh mansukh

Menurut saya terlepas dari perdebatan itu semua kita tidak bisa serampangan menolak atau menerima poligami tapi kita harus cari dulu konsep adil itu seperti apa lalu kita teliti lebih lanjut baru kita buat kesimpulan yang bisa jadi tergantung konteks orang yang akan berpoligami karena tiap orang pasti punya kasus dan alasan masing-masing

Yang harus kita ‘clear’ kan terlebih dahulu adalah bagaimana tatacara atau metodologi menggali hukum dari al-Qur’an كيف نستنبط الاحكام الشرعية من النص setelah itu beres baru kita simpulkan sebuah hukum. Adapun kalau nanti ada fakta-fakta yang lain yang bertentangan dengan hukum ini ya kita selesaikan secara hukum juga artinya sesuai dengan metodologinya. Sekarang taro lah kita setuju dengan para ulama bahwa hukumnya adalah mubah /boleh maka kalau ada relitas-realitas yang menolaknya kita harus lihat dulu bisa tidak ia dipakai sebagai dalil yang menggoyahkan hukum asalnya tadi yaitu al ibahah

HUKUM HOMOSEKSUAL

HUKUM HOMOSEKSUAL
Oleh: Irfan Soleh

Kebebasan adalah kata yang di idamkan oleh kebanyakan orang yang merasa modern, tanpa kebebasan kita seolah masih hidup di zaman kuno dan sekarang zaman pengekangan sudah usai. Kita bisa melihat disemua lini baik ekonomi, politik, budaya bahkan agama semuanya lantang menyuarakan kebebasan walaupun sebenarnya kalau kita sadar tidak ada kebebasan yang mutlak, yang benar-benar bebas, karna pasti ada titik dimana kebebasannya dibatasi

Memang orang yang menyuarakan kebebasan tidak semuanya salah tapi kebanyakan yang ada malah kebablasan apalagi dalam bidang agama. Agama yang sejatinya mengikat dan mengatur kehidupan kita, malah kita yang membuatnya menjadi tidak teratur dan ingin menjadikan aturan tersebut jadi kabur

Saya hanya ingin memberikan contoh kebebasan yang kebablasan dimana agama melarang keras perbuatan ini yaitu hubungan sesama jenis karena akhir-akhir ini marak sekali hubungan semacam ini, alasannya mungkin simple yaitu atas nama kebebasan yang dibungkus Hak Azasi Manusia dan dengan hal ini para pelakunya seolah mendapat justifikasi yuridis
Nabi SAW bersabda dalam sebuah hadis:

باب فيمن عمل عمل قوم لوط
عن بن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من وجدتموه يعمل عمل قوم لوطو فاقتلوا الفاعل و المفعول به

Dalam hadis ini jelas-jelas hukuman bagi orang yang melakukanhubungan sesama jenis seperti yang dilakukan oleh kaum luth adalah dibunuh. Meskipun Pak Kiai sering bilang bahwa dalam melihat suatu hukum dari hadis tidak cukup hanya melihat satu hadis saja tapi harus mengumpulkan hadis-hadis yang senafas yang pembahasannya sama kemudian disimpulkan

Melalui hadis ini saya hanya ingin mengingatkan bahwa agama kita, islam, melarang keras melakukan hubungan sesama jenis. Dan terkait dengan naluri kita yang ingin punya keturunan atau ingin merasakan kasih sayang islam telah mengajarkan jalurnya/pemecahannya dengan melakukan Nikah terhadap lawan jenis

Indah sekali sebenarnya kalau kita melihat dan menghayati hukum yang ada pada agama islam semuanya ada hikmah yang sangat besar walaupun kita jarang sadar akan hal tersebut. Tulisan yang sangat ringkas ini mudah-mudahan jadi pelajaran dan perenungan bagi kita semua, amien....

TARJUMAN AL MUSTAFID

TARJUMAN AL MUSTAFID
oleh: Irfan Soleh

Tarjuman al mustafid adalah tafsir yang dikarang oleh Abdul Rauf As-Singkili atau Abdul Rauf Singkel. Perbedaan As-Singkili dengan Singkel hanya perbedaan dialek saja. Tapi ada juga julukan lainnya yaitu Abdul Rauf al-Fansuri nama ini ada karena daerah singkil itu lebih populer dari pada fansuri padahal kedua tempat tersebut berdampingan

Ada perbedaan pendapat dari peneliti kitab tafsir ini mengenai kelahiran beliau diantaranya
a. Rinkes, orang belanda, menurutnya as-Singkili lahir pada tahun 1615, beliau menghitung berdasarkan kebiasaan orang melayu pergi ke jazirah arab
b. Voorhoeve, menurutnya As-Singkili lahir pada tahun 1620 M dan ditulis didalam ensiklopedi of islam
c. Shagir Abd, menurutnya As-Singkili lahir pada tahun 1592 M, namun beliau tidak menjelaskan tahun ini didapat dari mana


Sekarang kita akan melihat latar belakang pendidikan Abdul Rauf as-Singkili. Awalnya beliau belajar sama ayahnya kemudian beliau berguru ke beberapa ulama di daerah Fansur, aceh. Dan pada tahun 1642 beliau merantau ke tanah arab dan belajar selama 19 tahun dari 27 ulama yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu islam

Kapan tarjuman al mustafid ini dibuat? Tafsir ini selesai dirampungkan dalam bentuk manuskrip pada tahun 1675 dan dicetak yang kemudian di tashih pada tahun 1884. Ada dua orang yang mempunyai pengaruh besar dalam merekonstruksi kitab Tarjuman al Mustafid ini yaitu Anthony Jhons dan Peter Riddel yang menulis disertasi tentang tafsir Tarjuman al Mustafid pada tahun 1984
Diantara mereka berdua ada perselisihan pendapat mengenai apakah tafsir Tarjuman ini adaptasi dari tafsir Jalalain atau dari tafsir Baidhowi. Menurut Anthony Jhons dari tafsir Jalalain sedangkan Peter Riddel dari Baidhawi. Disamping mereka berdua ada lagi peneliti dari indonesia yaitu Salman Harun yang menulis disertasi pada tahun 1987 dan beliau memperkuat pendapatnya Peter Riddel

Berbeda dengan para peneliti tadi yang mempunyai pengaruh di dalam merekonstruksi tafsir Tarjuman, Babad Daud Rumi mempunyai pengaruh besar dalam penyusunan kitab tafsir ini karena beliau murid langsung dari Abdul Rauf as-Singkili. Babad Daud Rumi menambahkan tentang Qira’ah dan Qishah dalam tafsir tersebut dimana dalam Qishah tersebut terdapat kisah-kisah israiliyyat yang diambil dari kitab al-Khazin

Alasan memasukan kisah israiliyyat tadi besar kemungkinan karena budaya masyarakat asia tenggara/nusantara pada umumnya tidak membedakan antara mitos dan cerita fakta. Dan cerita/kisah-kisah merupakan media dakwah yang disukai masyarakat kita

Kemudian ada satu kasus walaupun ini bisa jadi hanya spekulasi dari dosen saya bahwa Abdurrahman as-Singkili menafsirkan ayat الرجال قوامون على النساء bukan dengan “lelaki” tetapi dengan “keperkasaan”. Hal ini karena as-Singkili ingin menengahi perdebatan antara Nuruddin Arraniri dengan Syamsudin as-Sumatrani, muridnya Hamzah Fansuri, dan as-Singkili bersikap moderat dalam hal ini untuk menengahi perselisihan tersebut karena berbuntut pada fatwa Arraniri yang menyuruh membakar kitab-kitab Hamzah Fansuri dan menghalalkan darah yang mengikuti ajarannya

PEMIKIRAN ARAB LIBERAL DAN PENGARUHNYA DI INDONESIA

PEMIKIRAN ARAB LIBERAL DAN PENGARUHNYA DI INDONESIA
oleh: Irfan Soleh

Pada hari sabtu 15 Agustus 09 saya menghadiri diskusi di INSIST dengan tema “Pemikiran Arab Liberal dan Pengaruhnya di Indonesia” dengan pembicara Nirwan Syafrin, Direktur Eksekutif INSIST yang baru menggantikan Adnin Armas yang sekarang lagi fokus menyelesaikan S3-nya di Malaysia.

Tulisan ini hanya ingin memaparkan atau merekam apa yang saya dapat dari diskusi tersebut
Nirwan Syafrin mengawali diskusinya dengan bercerita mengenai jabatan barunya, direktur eksekutif INSIST, yang sebenarnya ia agak sungkan menerimanya, kemudian ia menceritakan program-program yang akan ia laksanakan. Tentunya ia akan melanjutkan program yang telah dilakukan Adnin Armas dengan menambah beberapa program baru diantaranya seminar internasional dan kajian khusus yang berkaitan dengan turats


Setelah bercerita mengenai amanah yang beliau emban, beliau memaparkan tentang seminar yang digelar Litbang dan Diklat Depag dengan tema “Geneologi Pemikiran Islam Liberal di Pesantren”, dalam seminar tersebut para peneliti dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta menyimpulkan bahwa pesantren merupakan lahan subur bagi perkembangan pemikiran liberal.

Kesimpulan ini didasarkan pada fakta lapangan yang menunjukan dimana hampir keseluruhan pengusung pemikiran liberal di Indonesia berasal dari kalangan pesantren seperti Nurkholis Majid, Mukti Ali, Munawir Syazali, dan generasi penerus mereka yang tergabung dalam LSM dan institusi tertentu seperti P3M, jaringan islam emansipatoris, lakpesdam NU, JIL dan JIMM.

Bagi Nirwan Syafrin klaim tersebut sedikit melegakan ditengah kuatnya tuduhan negatif yang berkembang akhir-akhir ini di media massa bahwa pesantren adalah sarang teroris, karena hampir keseluruhan pelaku aksi “bom bunuh diri” di indonesia memiliki latar belakang pesantren, meskipun tentunya jangan salahkan pesantren karena sangat mungkin mereka melakukan aksi tersebut bukan karena didikan dari pesantren tapi dari doktrin yang mereka dapat diluar pesantren
Begitupun dengan kesimpulan dari hasil penelitian PPIM, kita bisa mengajukan pertanyaan: benarkah pikiran-pikiran liberal yang dikembang para jebolan pesantren tersebut hasil dari pendidikan yang mereka peroleh di pesantren atau hasil dari persentuhan para pengusung liberalisme tersebut dengan dunia luar, khususnya pemikiran barat?

Tentu kita tidak bisa mengeneralisasi jawaban dari pertanyaan tadi tapi kalau melihat contoh seperti Nurcholis Majid hingga akhir tahun 1970-an beliau masih dianggap penerus almarhum Pak Natsir sehingga beliau mendapat julukan Natsir Muda. Namun Nurcholis Majid mulai menampakan perubahannya setelah ia kembali dari amerika yang kemungkinan besar beliau berkenalan dengan karya populer Harvey Cox, The Secular City, yang selanjutnya dia adopsi dan modifikasi untuk memberikan pembenaran teologis pada idenya mengenai sekularisasi

Sehingga bagi Nirwan Safrin, berdasarkan fakta tersebut, sangatlah gegabah untuk menyimpulkan pesantren sebagai lahan subur bagi berkembang biaknya liberalisme, sebagaimana gegabahnya sebagian pemikir yang mengasosiasikan pesantren dengan liberalisme
Kita juga melihat ada pengaruh dari para pemikir arab liberal. Pengaruh ini tidak jauh kalah dengan pengaruh yang dimainkan oleh pendidikan barat terhadap para santri. Bahkan dalam batas tertentu para pemikir arab liberal jauh lebih berpengaruh disebabkan kedekatan dunia pesantren dengan materi-materi yang dibahas oleh para pemikir arab liberal tersebut, yaitu berkenaan dengan tradisi pemikiran klasik, yang hampir keseluruhannya diajarkan di pesantren-pesantren
Saya tidak menuliskan apa yang saya dapat dari diskusi tersebut semuanya tapi minimal saya bisa berbagi ilmu pada temen2 meskipun sedikit tapi mudah-mudahan bermanfaat, amien....

HADIS AHKAM: PERBANDINGAN SUNNI & SYI’AH

HADIS AHKAM: PERBANDINGAN SUNNI & SYI’AH
Oleh: Irfan Soleh

Mata kuliah hadis ahkam semester ini menjadi menarik dengan kehadiran dosen yang asyik. Ia humoris juga canggih, latar belakangnya hukum/ushul fiqih tapi karna hobinya “ngotak-ngatik” hadis akhirnya jadi dosen hadis. Dalam perkuliahannya ia seringkali mengutip dalil-dalil syi’ah karna mungkin beliau syi’i, gak heran karna beliau pernah mengenyam pendidikan di Iran, kota wilayatul faqih. Saya nyesel juga tadi datang telat jadi tidak sempat mendengarkan pembahasan jazuli (pemakalah) mengenai thoharoh, ya untung aja dapat makalahnya jadi gak sia-sia

Mari kita rangkum dulu pembahasan thoharah kemudian kita bahas permasalahan dari hasil tanya jawab dengan Pak Dosen, Pak Zuhri namanya. Thaharoh secara bahasa berarti bersuci dari segala hadas dan kotoran, salah satu cara bersuci adalah dengan menggunakan air baik dengan air hujan, air laut, air sumur dan sebagainya
Untuk air laut nabi Muhammad SAW bersabda:


عن ابى هريرة رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم (هو الطهور ماؤه الحل ميتته) اخرجه الاربعة

Hadis ini konteksnya pada waktu sahabat sedang berada di laut dan hanya membawa sedikit air, kalau air itu dipakai wudhu mereka akan kehausan akhirnya para sahabat bertanya pada Rasulullah tentang air laut dan jawabannya adalah hadis ini
Dikarenakan Pak Zuhri mewajibkan pemakalah mengutip hadis syi’ah, pemakalah memaparkan hadis tentang sucinya air laut dari kitab dari kitabnya orang syi’ah yaitu al furu minal kafi, hadisnya sebagai berikut:

محمد بن يحيى عن احمد بن محمد بن عيسى عن عثمان بن عيسى عن ابى بكر الحضرمى قال ساءلت ابا عبد الله عن ماء البحر طهور هو قال نهم

Pada hadis selanjutnya kita akan melihat sejauh mana air itu suci dan dapat mensucikan. Rasulullah SAW bersabda

عن ابى سعيد الخدرى رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (ان الماء طهور لا ينجسه شيئ) اخرجه الثلا ثة

Sesungguhnya air itu suci selama belum terkena najis. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang air jika tercampur najis dan belum berubah salah satu sifatnya. Imam malik berpendapat jika air itu sedikit atau banyak apabila berubah salah satu sifatnya maka hilang kesuciannya. Sedangkan imam syafi’i, hanafi dan hambali membagi kedalam dua bagian pertama apabila ait itu sedikit maka najis dan kedua apabila airnya banyak tidak menjadi najis jika tidak berubah dari tiga sifatnya yaitu warna, rasa dan baunya

Pemakalah mempersilahkan audiens untuk bertanya walaupun yang menjawab pertanyaan tersebut kebanyakan Pak Zuhri dan kebanyakan membahas fiqih Syi’ah. Salah satu pertanyaan yang diajukan adalah mengenai shalat versi syi’ah. Orang syi’ah selalu menjama’ antara dhuhur dengan ashar dan magrib dengan isya sehingga waktu shalat bagi mereka Cuma ada tiga waktu
Pak Zuhri menyatakan bahwa ketika kita mengetik kata جمع dalam mu’jam maka akan keluar banyak sekali hadis tentang shalat jama’nya nabi baik itu dari literatur sunny maupun syiah, dan salah satu hadis yang beliau kutip adalah

جمع النبى الظهر و العصر المغرب و العشاء بلا عدر بلا سفر بلا خوف بلا مريض

Hadis ini menjustifikasi praktek shalat yang dilakukan orang syi’ah. Pelan tapi pasti hafiz sedikit menyanggah pernyataan Pak Zuhri dengan menyatakan hadis tersebut adalah hadis fi’liyah sehingga sangat mungkin praktik shalat tersebut di khususkan untuk nabi karna dalam tradisi sunni ada sedikit perbedaan menyikapi hadis hadis fi’liyah dan hadis qauliyah. Kemudian Pak Zuhri menanggapinya dengan serius dan menyuruh kita menelusurinya hadis tersebut lebih jauh
Setelah membahas shalat jama’ walaupun sebenarnya perdebatannya belum berakhir, pembahasan beralih pada masalah wudhu. Beliau bilang orang sunni kalau wudhu harus punya air banyak sedangkan orang syi’ah tidak perlu karna hanya sedikit membasuh muka dan tangan terus mengusap kepala dan kaki dari air bekas membasuh muka dan kaki tadi. Hal ini didasarkan pada pemahaman ayat al-Qur’an

فاغسلوا وجوهكم و ايديكم وامسحوا بروسكم و ارجلكم

Sri bertanya mengenai pemaknaan ayat وارجلكم الى الكعبين mengusap kaki sampai mata kaki dan ternyata ada perbedaan antara yang disebut mata kaki oleh sunni dengan syi’ah. Orang syi’ah menganggap mata kaki nya orang sunni itu bukan mata kaki tetapi persendian wallahu’alam mana yang benar yang jelas perdebatan ini merangsang saya untuk mempelajari fiqih lebih dalam lagi
Kemudian naufal bertanya mengenai masalah Qodho shalat, Pak Zuhri menyatakan antara sunni dan syi’ah tidak ada perbedaan dalam masalah ini walaupun ada pandangan muhammadiah yang tidak menyetujui adanya Qodho Shalat dengan dalil لا قضاء الا فى الصيام dan ternyata kata Pak zuhri, Muhammadiah salah memahami hadis tersebut karna konteksnya pada waktu itu adalah siti aisyah sedang haid lalu beliau mengatakan

نحن نؤمر بقضاء الصيام ولا نؤمر بقضاء الصلاة

Jadi maksud ungkapan لا قضاء الا فى الصيام apabila dikaitkan dengan pernyataan siti aisyah ini adalah wanita yang haid lah yang tidak perlu mengqadha shalatnya. Sebenarnya pertanyaan temen-temen masih banyak namun waktu tidak memungkinkan mudah-mudahan tulisan dari hasil perkuliahan ini bisa bermanfa’at, amien......

GALUH JAYA DAN PERUBAHAN

GALUH JAYA DAN PERUBAHAN
Oleh: Irfan Soleh

Malam sabtu tepatnya pada tanggal 20 maret 2009 galuh jaya mengadakan acara kajian tanpa tema dengan mengundang salah satu senior perintis berdirinya galuh jaya yaitu kang umar hamdani. Beliau adalah pendiri Lingkar Studi Islam dan Kultural (LSIK) dan beliau juga aktif menulis di berbagai media. Kajian perdana ini sengaja tanpa tema dan dibiarkan mengalir walaupun sebenarnya kajian kali ini lebih mengarah ke motivasi untuk merangsang jiwa-jiwa intelektual wargi galuh yang selama ini terpendam

Mengawali pembicaraannya kang umar menceritakan bagaimana dulu ia dengan kang uep melakukan pembicaraan-pembicaraan untuk membentuk sebuah organisasi primordial yang kedepan diharapkan bisa memberikan sumbangsing bagi pembangunan lemah cai yaitu ciamis
Menurut kang umar Organisasi akan kuat dan tampil beda ketika dibarengi dengan kajian ilmiah, karena ruh intelektual dari kajian akan membimbing dan membiasakan kita menganalisis permasalahan dan memecahkan masalah tersebut sehingga kajian harus menjadi bagian penting dari sebuah organisasi meskipun galuh hanya sebatas organ kedaerahan


Manfaatnya bagi organ primordial salah satu contoh kongkritnya adalah bisa memetakan bagaimana pendidikan di ciamis, bisa menganalisis permasalahan apa saja yang ada di ciamis sehingga kita mahasiswa yang sering mengklaim agent of chance bisa melakukan perubahan dan terus mengawal laju perkembangan daerah kita, ciamis

Yang paling penting, lanjut kang umar, kajian kita harus punya ciri khas dulu seperti formaci ciri khasnya mengkaji filsafat sosiologi dan ilmu-ilmu humaniora lainnya. Tugas kita mencari format mana yang akan kita pakai dan akan kemana arah kajian kita, Misalkan mengkaji sosial ekonomi politik ciamis

Galuh harus bisa melahirkan orang organisatoris yang berkarakter dan mampu mengatur emosi, tidak hanya pintar membuat acara dan lincah mencari dana tapi juga mampu membaca fenomena yang terjadi tidak hanya fenomena yang terjadi di daerah tapi juga nasional
Karakter dan emosionalitas harus dipupuk dari sekarang karena suatu saat kita harus bisa mengaplikasikannya dalam setiap sendi kehidupan. Jangan sampai terlalu sering bercanda yang berlebihan karena bisa mengakibatkan adanya pembunuhan karakter dan menghambat kematangan psikologis kita.fakta membuktikan Penyakit yang sering terjadi ketika ngumpul dengan teman-teman satu daerah atau satu pesantren adalah ngocol, ketawa-ketiwi dan bercanda yang berlebihan
kita harus terus bergerak melakukan aktifitas yang bermanfaat sehingga waktu kita tidak terbuang sia-sia, intinya adalah produktifitas dan kontinuitas (istiqomah).

Karena tanpa produktifitas hidup kita akan sia-sia dan tanpa kontinuitas semuanya menjadi tak bermakna dalam sebuah hadis disebutkan kalau gak salah redaksinya, khoirul a’mal adwamuha wa in qalla amal yang paling bagus adalah dawam kontinu istiqamah meskipun Cuma sedikit
tak terasa sudah 2 jam lebih kita diskusi jarum jam sudah menunjukan angka 10 lebih akhirnya kita tutup diskusi ini dengan bacaan hamdalah, kemudian dilanjutkan dengan perbincangan santai mengenai fragmen-fragmen kehidupan dan konsultasi atau lebih tepatnya muhasabah membicarakan sudah sejauh mana capaian-capaian atau tangga-tangga yang telah kita tapaki selama ini
mudah-mudahan kajian ini bermanfaat dan bisa terus berlanjut sehingga galuh jaya akan semakin berwarna, lebih hidup dan lebih punya TASTE...!!!