RSS
Write some words about you and your blog here

PEMIKIRAN ARAB LIBERAL DAN PENGARUHNYA DI INDONESIA

PEMIKIRAN ARAB LIBERAL DAN PENGARUHNYA DI INDONESIA
oleh: Irfan Soleh

Pada hari sabtu 15 Agustus 09 saya menghadiri diskusi di INSIST dengan tema “Pemikiran Arab Liberal dan Pengaruhnya di Indonesia” dengan pembicara Nirwan Syafrin, Direktur Eksekutif INSIST yang baru menggantikan Adnin Armas yang sekarang lagi fokus menyelesaikan S3-nya di Malaysia.

Tulisan ini hanya ingin memaparkan atau merekam apa yang saya dapat dari diskusi tersebut
Nirwan Syafrin mengawali diskusinya dengan bercerita mengenai jabatan barunya, direktur eksekutif INSIST, yang sebenarnya ia agak sungkan menerimanya, kemudian ia menceritakan program-program yang akan ia laksanakan. Tentunya ia akan melanjutkan program yang telah dilakukan Adnin Armas dengan menambah beberapa program baru diantaranya seminar internasional dan kajian khusus yang berkaitan dengan turats


Setelah bercerita mengenai amanah yang beliau emban, beliau memaparkan tentang seminar yang digelar Litbang dan Diklat Depag dengan tema “Geneologi Pemikiran Islam Liberal di Pesantren”, dalam seminar tersebut para peneliti dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta menyimpulkan bahwa pesantren merupakan lahan subur bagi perkembangan pemikiran liberal.

Kesimpulan ini didasarkan pada fakta lapangan yang menunjukan dimana hampir keseluruhan pengusung pemikiran liberal di Indonesia berasal dari kalangan pesantren seperti Nurkholis Majid, Mukti Ali, Munawir Syazali, dan generasi penerus mereka yang tergabung dalam LSM dan institusi tertentu seperti P3M, jaringan islam emansipatoris, lakpesdam NU, JIL dan JIMM.

Bagi Nirwan Syafrin klaim tersebut sedikit melegakan ditengah kuatnya tuduhan negatif yang berkembang akhir-akhir ini di media massa bahwa pesantren adalah sarang teroris, karena hampir keseluruhan pelaku aksi “bom bunuh diri” di indonesia memiliki latar belakang pesantren, meskipun tentunya jangan salahkan pesantren karena sangat mungkin mereka melakukan aksi tersebut bukan karena didikan dari pesantren tapi dari doktrin yang mereka dapat diluar pesantren
Begitupun dengan kesimpulan dari hasil penelitian PPIM, kita bisa mengajukan pertanyaan: benarkah pikiran-pikiran liberal yang dikembang para jebolan pesantren tersebut hasil dari pendidikan yang mereka peroleh di pesantren atau hasil dari persentuhan para pengusung liberalisme tersebut dengan dunia luar, khususnya pemikiran barat?

Tentu kita tidak bisa mengeneralisasi jawaban dari pertanyaan tadi tapi kalau melihat contoh seperti Nurcholis Majid hingga akhir tahun 1970-an beliau masih dianggap penerus almarhum Pak Natsir sehingga beliau mendapat julukan Natsir Muda. Namun Nurcholis Majid mulai menampakan perubahannya setelah ia kembali dari amerika yang kemungkinan besar beliau berkenalan dengan karya populer Harvey Cox, The Secular City, yang selanjutnya dia adopsi dan modifikasi untuk memberikan pembenaran teologis pada idenya mengenai sekularisasi

Sehingga bagi Nirwan Safrin, berdasarkan fakta tersebut, sangatlah gegabah untuk menyimpulkan pesantren sebagai lahan subur bagi berkembang biaknya liberalisme, sebagaimana gegabahnya sebagian pemikir yang mengasosiasikan pesantren dengan liberalisme
Kita juga melihat ada pengaruh dari para pemikir arab liberal. Pengaruh ini tidak jauh kalah dengan pengaruh yang dimainkan oleh pendidikan barat terhadap para santri. Bahkan dalam batas tertentu para pemikir arab liberal jauh lebih berpengaruh disebabkan kedekatan dunia pesantren dengan materi-materi yang dibahas oleh para pemikir arab liberal tersebut, yaitu berkenaan dengan tradisi pemikiran klasik, yang hampir keseluruhannya diajarkan di pesantren-pesantren
Saya tidak menuliskan apa yang saya dapat dari diskusi tersebut semuanya tapi minimal saya bisa berbagi ilmu pada temen2 meskipun sedikit tapi mudah-mudahan bermanfaat, amien....

HADIS AHKAM: PERBANDINGAN SUNNI & SYI’AH

HADIS AHKAM: PERBANDINGAN SUNNI & SYI’AH
Oleh: Irfan Soleh

Mata kuliah hadis ahkam semester ini menjadi menarik dengan kehadiran dosen yang asyik. Ia humoris juga canggih, latar belakangnya hukum/ushul fiqih tapi karna hobinya “ngotak-ngatik” hadis akhirnya jadi dosen hadis. Dalam perkuliahannya ia seringkali mengutip dalil-dalil syi’ah karna mungkin beliau syi’i, gak heran karna beliau pernah mengenyam pendidikan di Iran, kota wilayatul faqih. Saya nyesel juga tadi datang telat jadi tidak sempat mendengarkan pembahasan jazuli (pemakalah) mengenai thoharoh, ya untung aja dapat makalahnya jadi gak sia-sia

Mari kita rangkum dulu pembahasan thoharah kemudian kita bahas permasalahan dari hasil tanya jawab dengan Pak Dosen, Pak Zuhri namanya. Thaharoh secara bahasa berarti bersuci dari segala hadas dan kotoran, salah satu cara bersuci adalah dengan menggunakan air baik dengan air hujan, air laut, air sumur dan sebagainya
Untuk air laut nabi Muhammad SAW bersabda:


عن ابى هريرة رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم (هو الطهور ماؤه الحل ميتته) اخرجه الاربعة

Hadis ini konteksnya pada waktu sahabat sedang berada di laut dan hanya membawa sedikit air, kalau air itu dipakai wudhu mereka akan kehausan akhirnya para sahabat bertanya pada Rasulullah tentang air laut dan jawabannya adalah hadis ini
Dikarenakan Pak Zuhri mewajibkan pemakalah mengutip hadis syi’ah, pemakalah memaparkan hadis tentang sucinya air laut dari kitab dari kitabnya orang syi’ah yaitu al furu minal kafi, hadisnya sebagai berikut:

محمد بن يحيى عن احمد بن محمد بن عيسى عن عثمان بن عيسى عن ابى بكر الحضرمى قال ساءلت ابا عبد الله عن ماء البحر طهور هو قال نهم

Pada hadis selanjutnya kita akan melihat sejauh mana air itu suci dan dapat mensucikan. Rasulullah SAW bersabda

عن ابى سعيد الخدرى رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (ان الماء طهور لا ينجسه شيئ) اخرجه الثلا ثة

Sesungguhnya air itu suci selama belum terkena najis. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang air jika tercampur najis dan belum berubah salah satu sifatnya. Imam malik berpendapat jika air itu sedikit atau banyak apabila berubah salah satu sifatnya maka hilang kesuciannya. Sedangkan imam syafi’i, hanafi dan hambali membagi kedalam dua bagian pertama apabila ait itu sedikit maka najis dan kedua apabila airnya banyak tidak menjadi najis jika tidak berubah dari tiga sifatnya yaitu warna, rasa dan baunya

Pemakalah mempersilahkan audiens untuk bertanya walaupun yang menjawab pertanyaan tersebut kebanyakan Pak Zuhri dan kebanyakan membahas fiqih Syi’ah. Salah satu pertanyaan yang diajukan adalah mengenai shalat versi syi’ah. Orang syi’ah selalu menjama’ antara dhuhur dengan ashar dan magrib dengan isya sehingga waktu shalat bagi mereka Cuma ada tiga waktu
Pak Zuhri menyatakan bahwa ketika kita mengetik kata جمع dalam mu’jam maka akan keluar banyak sekali hadis tentang shalat jama’nya nabi baik itu dari literatur sunny maupun syiah, dan salah satu hadis yang beliau kutip adalah

جمع النبى الظهر و العصر المغرب و العشاء بلا عدر بلا سفر بلا خوف بلا مريض

Hadis ini menjustifikasi praktek shalat yang dilakukan orang syi’ah. Pelan tapi pasti hafiz sedikit menyanggah pernyataan Pak Zuhri dengan menyatakan hadis tersebut adalah hadis fi’liyah sehingga sangat mungkin praktik shalat tersebut di khususkan untuk nabi karna dalam tradisi sunni ada sedikit perbedaan menyikapi hadis hadis fi’liyah dan hadis qauliyah. Kemudian Pak Zuhri menanggapinya dengan serius dan menyuruh kita menelusurinya hadis tersebut lebih jauh
Setelah membahas shalat jama’ walaupun sebenarnya perdebatannya belum berakhir, pembahasan beralih pada masalah wudhu. Beliau bilang orang sunni kalau wudhu harus punya air banyak sedangkan orang syi’ah tidak perlu karna hanya sedikit membasuh muka dan tangan terus mengusap kepala dan kaki dari air bekas membasuh muka dan kaki tadi. Hal ini didasarkan pada pemahaman ayat al-Qur’an

فاغسلوا وجوهكم و ايديكم وامسحوا بروسكم و ارجلكم

Sri bertanya mengenai pemaknaan ayat وارجلكم الى الكعبين mengusap kaki sampai mata kaki dan ternyata ada perbedaan antara yang disebut mata kaki oleh sunni dengan syi’ah. Orang syi’ah menganggap mata kaki nya orang sunni itu bukan mata kaki tetapi persendian wallahu’alam mana yang benar yang jelas perdebatan ini merangsang saya untuk mempelajari fiqih lebih dalam lagi
Kemudian naufal bertanya mengenai masalah Qodho shalat, Pak Zuhri menyatakan antara sunni dan syi’ah tidak ada perbedaan dalam masalah ini walaupun ada pandangan muhammadiah yang tidak menyetujui adanya Qodho Shalat dengan dalil لا قضاء الا فى الصيام dan ternyata kata Pak zuhri, Muhammadiah salah memahami hadis tersebut karna konteksnya pada waktu itu adalah siti aisyah sedang haid lalu beliau mengatakan

نحن نؤمر بقضاء الصيام ولا نؤمر بقضاء الصلاة

Jadi maksud ungkapan لا قضاء الا فى الصيام apabila dikaitkan dengan pernyataan siti aisyah ini adalah wanita yang haid lah yang tidak perlu mengqadha shalatnya. Sebenarnya pertanyaan temen-temen masih banyak namun waktu tidak memungkinkan mudah-mudahan tulisan dari hasil perkuliahan ini bisa bermanfa’at, amien......

GALUH JAYA DAN PERUBAHAN

GALUH JAYA DAN PERUBAHAN
Oleh: Irfan Soleh

Malam sabtu tepatnya pada tanggal 20 maret 2009 galuh jaya mengadakan acara kajian tanpa tema dengan mengundang salah satu senior perintis berdirinya galuh jaya yaitu kang umar hamdani. Beliau adalah pendiri Lingkar Studi Islam dan Kultural (LSIK) dan beliau juga aktif menulis di berbagai media. Kajian perdana ini sengaja tanpa tema dan dibiarkan mengalir walaupun sebenarnya kajian kali ini lebih mengarah ke motivasi untuk merangsang jiwa-jiwa intelektual wargi galuh yang selama ini terpendam

Mengawali pembicaraannya kang umar menceritakan bagaimana dulu ia dengan kang uep melakukan pembicaraan-pembicaraan untuk membentuk sebuah organisasi primordial yang kedepan diharapkan bisa memberikan sumbangsing bagi pembangunan lemah cai yaitu ciamis
Menurut kang umar Organisasi akan kuat dan tampil beda ketika dibarengi dengan kajian ilmiah, karena ruh intelektual dari kajian akan membimbing dan membiasakan kita menganalisis permasalahan dan memecahkan masalah tersebut sehingga kajian harus menjadi bagian penting dari sebuah organisasi meskipun galuh hanya sebatas organ kedaerahan


Manfaatnya bagi organ primordial salah satu contoh kongkritnya adalah bisa memetakan bagaimana pendidikan di ciamis, bisa menganalisis permasalahan apa saja yang ada di ciamis sehingga kita mahasiswa yang sering mengklaim agent of chance bisa melakukan perubahan dan terus mengawal laju perkembangan daerah kita, ciamis

Yang paling penting, lanjut kang umar, kajian kita harus punya ciri khas dulu seperti formaci ciri khasnya mengkaji filsafat sosiologi dan ilmu-ilmu humaniora lainnya. Tugas kita mencari format mana yang akan kita pakai dan akan kemana arah kajian kita, Misalkan mengkaji sosial ekonomi politik ciamis

Galuh harus bisa melahirkan orang organisatoris yang berkarakter dan mampu mengatur emosi, tidak hanya pintar membuat acara dan lincah mencari dana tapi juga mampu membaca fenomena yang terjadi tidak hanya fenomena yang terjadi di daerah tapi juga nasional
Karakter dan emosionalitas harus dipupuk dari sekarang karena suatu saat kita harus bisa mengaplikasikannya dalam setiap sendi kehidupan. Jangan sampai terlalu sering bercanda yang berlebihan karena bisa mengakibatkan adanya pembunuhan karakter dan menghambat kematangan psikologis kita.fakta membuktikan Penyakit yang sering terjadi ketika ngumpul dengan teman-teman satu daerah atau satu pesantren adalah ngocol, ketawa-ketiwi dan bercanda yang berlebihan
kita harus terus bergerak melakukan aktifitas yang bermanfaat sehingga waktu kita tidak terbuang sia-sia, intinya adalah produktifitas dan kontinuitas (istiqomah).

Karena tanpa produktifitas hidup kita akan sia-sia dan tanpa kontinuitas semuanya menjadi tak bermakna dalam sebuah hadis disebutkan kalau gak salah redaksinya, khoirul a’mal adwamuha wa in qalla amal yang paling bagus adalah dawam kontinu istiqamah meskipun Cuma sedikit
tak terasa sudah 2 jam lebih kita diskusi jarum jam sudah menunjukan angka 10 lebih akhirnya kita tutup diskusi ini dengan bacaan hamdalah, kemudian dilanjutkan dengan perbincangan santai mengenai fragmen-fragmen kehidupan dan konsultasi atau lebih tepatnya muhasabah membicarakan sudah sejauh mana capaian-capaian atau tangga-tangga yang telah kita tapaki selama ini
mudah-mudahan kajian ini bermanfaat dan bisa terus berlanjut sehingga galuh jaya akan semakin berwarna, lebih hidup dan lebih punya TASTE...!!!

ADA CINTA DI TAMAN ISMAIL MARZUKI

ADA CINTA DI TAMAN ISMAIL MARZUKI
Oleh: Irfan Soleh

Malam tadi saya mengikuti kenduri cinta di Taman Ismail Marzuki. kenduri cinta ,menggali cinta menuju indonesia mulia, berbicara tentang banyak hal mulai dari tema kekerasan penganiyaan masalah pilpres juga sampe masalah hati kumplit diperbincangkan disana. Meskipun Acara dimulai dari jam delapan sampe jam 3 pagi, Saya datang ke TIM sekitar jam sembilan karna cak nun biasanya muncul dari jam sembilan keatas.

Ketika saya datang pembicara sedang menuturkan pengalaman pahitnya ketika di siksa oleh aparatur negara, polisi dalam hal ini. Jadi ada perbedaan antara penyiksaan dan penganiyayaan, kalau penyiksaan itu dilakukan oleh negara kepada warganya atau rakyatnya sedangkan penganiyaan itu dilakukan antar sesama warga negara. 2 orang yang jadi pembicara malam tadi adalah korban penyiksaan karna dilakukan oleh negara, yang satu korban polisi dan yang lainnya korban pemberangusan madiun

Tidak lama kemudian dibuka sesi tanya jawab biar suasana lebih hidup, banyak yang berkeluh kesah mengenai penganiyaan dan penyiksaan yang menimpa para pahlawan devisa, yaitu para buruh imigran TKI dan TKW. Namun cak nun menanggapinya dengan sebuah pertanyaan, kenduri cinta ini bagian dari apanya negara? Negara itu kan sebuah organisasi yang berasal dari kata organ, jadi dalam negara ada kepalanya, mukanya, tangannya dsb layaknya organ dalam tubuh kita, lalu kenduri cinta ini apanya negara? Pertanyaan tersebut langsung ia jawab sendiri, kita bukan apa-apanya negara jadi keluh kesah tadi tidak akan sampai kepada siapa2 tapi mudah-mudahan dengan adanya penuturan keluh kesah dihadapan jama’ah kenduri cinta, yang punya nurani cinta dan persaudaraan, bisa mendatangkan solusi

Penanya berikutnya menanyakan konsep kebenaran yang oleh caknun dibagi menjadi tiga yaitu kebenaran pribadi, kebenaran kolektif dan kebenaran hakiki. Cak nun menjawab dengan memaparkan 5 kitab suci yang Allah berikan kepada umat-Nya, sebelum Allah mengirimkan pegangan berupa kitab suci kepada manusia, jauh sebelum itu telah hidup umat-umat yang tidak diberi kitab suci dan rentang waktunya lebih lama dibanding dengan umat yang diberi kitab suci. Orang dulu lebih hebat karena keyakinannya gak perlu pegangan atau pemandu berupa kitab suci tapi mereka menggunakan hati, jiwa dan kekuatan internal diri yang lainnya yang dijadikan pegangan atau pemandu

Masih menjawab pertanyaan tadi cak nun mengutip ayat Atiullaha wa athiur rasul wa ulil amri minkum kenapa ketika Allah dan Rasul memakai kata athi’u...sedangkan kepada ulil amri tidak? Jawabannya karena taat kepada Allah dan Taat kepada Rasul itu mutlak karena mereka menyandang kebenaran hakiki sedangkan kepada ulil amri itu relatif sehingga tidak diulangi lagi kata tersebut, tergantung ulil amri-nya yang bagaimana dulu..,.kalau kebenaran pribadi itu kebenaran menurut kita sendiri yang oleh anggota DPR, ketika membuat UU sering disalahgunakan menjadi kebenaran kolektif

Sebenarnya masih banyak lagi yang dibicarakan pada malam tadi tapi berhubung teman saya ngajak pulang lebih awal jadi saya gak sempat mengikuti acara tersebut sampai akhir, jadi mungkin itu dulu yang bisa saya coretkan mudah-mudahan bermanfa’at dan bisa ditambah atau direvisi di kemudian hari....

Ciputat, 12 juni 2009

AGAMA DAN RUANG PUBLIK

AGAMA DAN RUANG PUBLIK
Oleh: Irfan Soleh

Tulisan ini coretan saya ketika mengikuti sebuah seminar yang diadakan oleh RCII (Reseach Center for Islam and Indonesia) dengan tema “agama dan ruang publik politis: ketegangan dan negosiasi sosial-politik” yang bertempat di mushola raharja Paramadina pondok indah plaza 1 kav VA 20-21. Pembicaranya yaitu Prof DR M Dawam Raharjo dan DR Francisco Budi hardiman. Seminar ini berjalan lancar meskipun segmen terakhir ada sedikit gangguan karena sebagian peserta keluar ruangan untuk berbuka puasa tentunya dengan hidangan yang sudah disiapkan oleh panitia

Dawam raharjo, sebagai pembicara pertama, mengawali pembicaraannya dengan menganalogikan agama dan masyarakat/ agama dan ruang publik dengan ikan dan air dimana kedua hal tersebut tidak bisa dipisahkan , jadi tanpa ruang publik agama akan seperti ikan tanpa air dimana ikan itu hidup
Visi Nabi Ibrahim sebetulnya, lanjut Dawam, mendirikan masyarakat damai tanpa negara/tanpa kerajaan, namun implikasinya adalah timbulnya perang antar suku dan adanya pelanggaran terhadap nilai-nilai etika dan norma-norma yang ada. Sehingga ia mengatakan bahwa agama mau tidak mau membutuhkan negara apalagi islam yang mendapat contoh dari baginda kita Rasulullah SAW yang mendirikan negara Madinah dengan konstitusi perjanjian khudaibiyah, karena selain melahirkan hukum positif, negara juga menjamin berlakunya dan ditaatinya hukum demi menjaga kelestarian dan keutuhan masyarakat

Tidak hanya islam sebenarnya, tetapi agama agama-agama lain juga seperti yahudi, kristen, hindu dan budha , untuk memelihara eksistensi dan perkembangannya, mereka selalu mengakses dan bahkan membentuk sendiri kekuasaan negara. Namun masalahnya ketika agama-agama tadi telah didukung oleh kekuasaan atau negara , justru negara malah membatasi kebebasan beragama dan menjalankan ibadahnya sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu atau melakukan diskriminasi dan pengingkaran hak-hak minoritas

Sehingga dalam pandangan Pak Dawam , harus ada persyaratan-persyaratan tertentu ketika agama ingin memasuki ruang publik yaitu dengan melakukan proses rasionalisasi dan objektivikasi norma-norma agama. Rasionalisasi dilakukan dengan mengembangkan filsafat keagamaan dan objektifikasi dilakukan dengan penalaran publik (public reasoning) yang didukung dengan penelitian empiris
Merasa belum cukup dengan 2 persyaratannya tadi, ia menambahkan tiga poin yang harus dilakukan ketika agama ingin mengakses ruang publik yaitu pertama pluralisme karna dengannya tidak saja melahirkan toleransi, tetapi juga interaksi terbuka dengan semangat ta’aruf (saling memahami dan menghargai).

Yang kedua adalah sekularisme untuk menghindari arogansi agama dan yang ketiga adalah liberal karena dengan keterbukaan dan kebebasan akan membuka pintu untuk bisa berfikir penalaran publik dan dalam rangka penalaran publik itu agama akan dibawa kedalam wacana publik
Kemudian pembicara yang kedua dalam seminar tersebut yaitu F.Budi Hardiman.Beliau mengetengahkan sejarah ruang publik. Kosa kata politis ruang publik lahir pasca perang dingin dalam kaitannya dengan penguatan civil society di Eropa Timur dan negara-negara bekas Uni Soviet
F.Budi Hardiman mengartikan kata ruang dengan “proses-proses komunikasi sosial politik” dan kata publik dengan “kepentingan umum” sehingga kosa kata ini mengandaikan, secara normatifnya, warga negara dapat berkomunikasi bebas secara egaliter, non-diskriminatif, non-refresif, dan otonom membahas isu-isu yang menyangkut kepentingan bersama walaupun secara de facto itu akan sangat sulit dilakukan, untuk tidak mengatakan mustahil


Beliau juga menyampaikan “aturan-main” ruang publik didalam masyarakat majemuk. Aturan mainnya adalah
(1) pemisahan antara publik dan privat tapi terbatas pada persoalan yang mendapat kualifikasi sebagai persoalan publik
(2) sekularisasi
(3) pemisahan antara agama dan masyarakat karena dalam pandangan beliau masyarakat merupakan wilayah otonom yang tidak dapat di intervensi begitu saja oleh kekuasaan birokratis
kemudian F.Budi Hardiman melanjutkan pembahasannya pada fungsi ruang publik itu sendiri yaitu sekurang-kurangnya ada 3 hal
(1) membatasi kekuasaan sistemis (pasar dan birokrasi)
(2) membatasi dan mendisiplinkan kekuasaan sosial (massa) lewat partisipasi dalam diskursus rasional
(3) melindungi pluralisme orientalisme nilai dan kelompok-kelompom dalam masyarakat

Akhirnya beliau menyimpulkan hubungan agama dan ruang publik dengan meminjam konsep Jurgen Habermas yang mengajukan aturan yaitu alasan-alasan religius (agama) harus dijelaskan secara rasional sehingga memiliki status epistemis yang dapat diterima oleh warga sekuler /yang berkeyakinan lain atau dengan kata lain, aspirasi-aspirasi keagamaan harus dapat diterjemahkan kedalam persoalan keadilan sosial bagi semua pihak
Tentu saja respon terhadap para pembicara seminar ini ada yang pro juga ada yang kontra namun saya tidak menampilkannya dalam tulisan ini. Jadi coretan ini hanya deskripsi dari hasil seminar tersebut atau bisa dibilang semacam rangkuman ilmu yang saya dapat dari hasil seminar ini, mudah-mudahan bisa bermanfaat.....