RSS
Write some words about you and your blog here

TAHUN BARU HIJRAH: MOMENT UNTUK BERUBAH

TAHUN BARU HIJRAH: MOMENT UNTUK BERUBAH
Oleh: Irfan Soleh

1 muharram adalah tahun baru hijrah yang setiap tahunnya diperingati oleh umat islam. awal mula perhitungan kalender dalam islam itu dimulai dari awal hijrah nabi dari mekkah ke madinah. Timbul pertanyaan dalam benak kita, mengapa peristiwa hijrah yang dijadikan awal kalender dalam islam? mengapa Umar bin Khattab pada waktu itu tidak menjadikan hari kelahiran nabi Muhammad atau hari-hari kemenangan dalam islam yang dijadikan awal penanggalan dalam islam? apapun jawabannya yang jelas peristiwa hijrah ini merupakan moment yang sangat penting karena didalamnya tersimpan simbol pengorbanan, perjuangan, sebuah proses dan optimisme menuju tatanan sosial yang lebih baik. Tulisan ini ingin mengulas sedikit mengenai, apa yang dimaksud dengan hijrah? Apa hikmah yang bisa kita petik dari periatiwa hijrah tersebut?

Apa yang dimaksud dengan Hijrah?
Adapun makna hijrah menurut Al-Qur’an memiliki beberapa pengertian, dimana kata hijrah disebutkan dalam Al-Qur’an lebih 28 kali di dalam berbagai bentuk dan makna; ada dalam bentuk kata kerja untuk masa lampau yaitu sebanyak 12 kali, atau kata kerja untuk masa sekarang dan akan datang yaitu sebanyak 3 kali, atau dalam bentuk perintah sebanyak 6 kali, masdar (kata keterangan) yaitu sebanyak 1 kali, ataupun dalam bentuk subyek, yaitu sebanyak 6 kali, baik dalam bentuk singular 1 kali atau plural umum 4 kali atau khusus wanita 1 kali.
Adapun makna hijrah itu sendiri seperti yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Hijrah berarti mencela sesuatu yang benar karena takabur, seperti firman Allah, “Dengan menyombongkan diri terhadap Al-Qur’an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji” (Al-Mu’minun: 67)
2. Hijrah berarti pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain guna mencari keselamatan diri dan mempertahankan aqidah. Seperti firman Allah, “Barangsiapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak”. (An-Nisa: 100)
3. Hijrah berarti pisah ranjang antara suami dan istri, seperti firman Allah, “Dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka” (An-Nisa: 34)
4. Hijrah berarti mengisolir diri, seperti ucapan ayahnya Nabi Ibrahim kepada beliau, “Dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama”. (Maryam: 46)
Quraish Shihab mengatakan kata "Hijrah", digunakan untuk mengistilahkan perpindahan suatu kaum/individu dari satu hal yang sifatnya buruk kepada hal lain yang sifatnya baik. Pengertian ini berlaku kepada kegiatan pindah tempat maupun pindah kelakuan. Contoh hijrah yang paling populer adalah peristiwa Hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. contoh lainnya adalah taubatnya seseorang. Jika seseorang telah bertaubat, dengan taubat nasuha, ini pun dikategorikan kepada kegiatan hijrah, berpindah dari suatu kondisi buruk kepada kondisi yang baik.

Menurut Waryono Abdul Ghafur Kata hijrah dalam al-Qur’an tidak ada yang memakai tambahan ta’ marbutoh. Secara bahasa kata hijrah berasal dari kata hijrah yang diberi imbuhan ya nisbah. Kata hijrah berasal dari kata h-j-r yang berarti seseorang yang memisahkan diri dari yang lainnya baik secara fisik maupun dengan hati. Pengertian hijrah secara istilah tiap orang bisa saja berbeda misalnya hijrah berarti juga meninggalkan sesuatu yang tidak baik atau tahan terhadap godaan sesat.

Dari semua definisi hijrah yang dipaparkan diatas, saya lebih cenderung mengartikan hijrah bukan hanya dalam pengertian pindah tempat lokasi atau wilayah saja tapi yang lebih substansial dan selalu relevan adalah meninggalkan perbuatan yang kurang baik dengan terus melakukan perubahan, transformasi dan reformasi baik diri, masyarakat atau bangsa dan negara menuju ke arah yang lebih baik lagi.

Lantas apa hikmah yang bisa kita ambil dari peristiwa hijrah ini?

Hijrah bisa dijadikan moment untuk mencari dan menemukan hidup yang lebih baik dari sebelumnya. Hijrah juga bisa menjadi pintu masuk perubahan nasib ke arah lebih baik sebagaimana keberhasilan Rasulullah dan sahabatnya ketika hijrah ke madinah yang melambangkan perubahan tata dan taraf hidup yang bermadaniah beradab dan berbudaya.
Namun ada beberapa syarat agar hikmah hijrah tadi bisa kita raih, yaitu:

1. Hijrah harus memiliki pondasi, niat yang tulus, bukan sebatas kepentingan keduniawian. Nabi SAW bersabda:” setiap pekerjaan tergantung niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya didorong oleh niat karena Allah, hijrahnya akan dinilai demikian. Dan barang siapa berhijrah didorong oleh keinginan mendapat keuntungan duniawi atau karena ingin mengawini seseorang wanita maka hijrahnya dinilai sesuai dengan tujuan tersebut”. Tentu kita tidak meragukan bagaimana keikhlasan kaum muhajirin demi membela akidah dan keyakinannya mereka rela mengorbankan segalanya. Pelajarannya bagi kita yang ingin berhijrah menuju lebih baik maka hal penting yang mesti kita miliki adalah Niat yang ikhlas. Meskipun cita-cita kita mulia, misalnya tapi lihat dulu apakah keinginan kita itu tulus ikhlas dari hati atau memang nafsu yang mendorong keinginan kita

2. Berani berkorban dan Usaha yang optimal . Point yang cukup penting dalam berhijrah adalah usaha maksimal yang dilakukan dan pengorbanan. ketika kita sudah bertekad untuk berhijrah, maka sepantasnyalah kita berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menjalankan hijrah itu. Contohnya sewaktu Ali tidur dipembaringan Rasulullah agar Rasulullah lolos dari kepungan kaum quraish supaya Rasulullah bisa pergi hijrah kemadinah. Juga bagaimana Abu Bakar berusaha menyiapkan unta dan pemandu jalan dengan mengorbankan hartanya demi kelancaran hijrahnya Rasulullah. Pelajarannya bagi kita tentu ketika kita ingin berhijrah menjadi lebih baik menuju apa yang kita cita-citakan, setelah niat yang tulus ikhlas baru kita berusaha mati-matian seoptimal mungkin karena sebagaimana pepatah bilang al-ujrah bi qadril masaqah dan tentunya kita harus berani berkorban mempertaruhkan apapun demi sebuah perubahan yang kita inginkan


3. Hijrah membutuhkan kesabaran dan yakin akan pertolongan Allah. jelas kesabaran sangat diperlukan bagaimana tidak rasulullah dan para sahabatnya harus meninggalkan kampung halaman bahkan juga suami, istri atau sanak saudara yang tidak ikut hijrah ke madinah karena berbeda keyakinan. Belum lagi jarak dari mekkah ke madinah yang sangat jauh apalagi waktu itu transportasi tidak seperti sekarang bisa dibayangkan bagaimana beratnya hijrah yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya. Pelajarannya bagi kita tentu setelah kita punya niat yang ikhlas kemudian mati-matian berusaha mengejar apa yang kita inginkan, tentu dalam konteks perubahan menuju lebih baik, maka hal terakhir yang kita perlukan adalah kesabaran. Sabar disini bisa juga berarti tetap menjaga konsistensi semangat dan usaha kita. Setelah kita telah berusaha dengan sungguh-sungguh dan bersabar, maka yakinlah akan pertolongan Allah. Contohnya pertolongan Allah melalui laba-laba pada Rasulullah dan Abu Bakar sewaktu terdesak di gua ketika dikejar-kejar kaum kafir Quraisy.

Mudah-mudahan kita bisa meneladani dan mengambil hikmah, manfaat dan nilai dari peristiwa Hijrah ini demi sebuah perubahan yang kita cita-citakan, amien...


PERSFEKTIF AL-QUR’AN TENTANG MAHAR

PERSFEKTIF AL-QUR’AN TENTANG MAHAR
Oleh: Irfan Soleh

Berawal dari sms yang datang tiba-tiba dan berbunyi nyaring ,” Aa kapan-kapan kita musti wajib berdiskusi... pokokna abi (saya) minta waktu aa kapan-kapan untuk diskusi tentang mahar, oke?” . “waduh tambah lagi nih PR “, pikir saya. But jujur aja saya sangat senang menerima pertanyaan-pertanyaan semacam ini karena memacu saya untuk giat membaca dan menela’ah pembahasan yang terkait dengan pertanyaan tadi.

Alhamdulillah ada aja jalan untuk menjawab pertanyaan tadi. Secara tidak sengaja saya teringat sebuah jurnal, jurnal studi ilmu-ilmu al-Qur’an dan hadis, yang saya beli di Yogyakarta. Akhirnya saya cari-cari dan alhamdulillah ketemu juga. Mata saya langsung tertuju pada sebuah Artikel yang ditulis oleh Afdawaiza dengan judul Konsep Shaduq sebagai mahar dalam al-Qur’an (membaca ulang QS al-Nisa: 4). Jadi jawaban pertanyaan tadi saya ringkas dari artikel ini.

Menurut Afdawaiza, mengutip W Robertson Smith dalam bukunya Kinship and Marriage in Early Arabia, pemberian mahar pada masa dulunya sangat berkaitan dengan kondisi perempuan yang tidak memiliki hak dan kebebasan, sehingga pemberian mahar pun dengan sendirinya diperuntukan bagi wali si perempuan, sebagai konpensasi karena ia sudah membesarkannya dan resiko akan kehilangan peran yang dimainkan si anak nantinya di rumah bapaknya. Dan hal inilah yang menyebabkan pada masa arab pra-islam mahar ditafsirkan sebagai harga beli seorang perempuan dari walinya

Namun masih menurut Afwaiza kebanyakan fuqaha tidak dan belum bisa juga melepaskan pendapatnya dari tradisi tersebut. Terbukti dalam pembahasan kitab fiqih mahar masih diartikan secara sempit dan kewajiban memberikannya selalu dan hanya dihubungkan dengan alasan biologis. Misalnya sebagian ulama mazhab hanafi mendefinisikan mahar sebagai jumlah harta yang menjadi hak istri karena akad perkawinan atau terjadinya hubungan suami istri. Ulama mazhab maliki mendefinisikannya sebagai sesuatu yang menjadikan istri halal digauli. Ulama mazhab Syafi’i mengartikannya sebagai sesuatu yang wajib dibayarkan disebabkan akad nikah atau senggama. Dari sinilah nantinya muncul istilah akad nikah sebagai akad kepemilikan atau ganti kepemilikan (aqd at-tamlik) dan akad pengganti (‘aqd al-muwada’ah)

Al-Qur’an tidak pernah menyebutkan istilah mahar secara explisit sebagai suatu kewajiban yang harus dibayarkan oleh pria yang hendak menikah. Hanya saja ada beberapa isyarat ayat al-Qur’an yang menunjukan ke arah pengertian mahar tersebut dengan menggunakan kata-kata Shaduqat dan Nihlah. Penggunaan dua kata tersebut terdapat dalam QS al-Nisa: 4 yang artinya berbunyi,”dan berikanlah mahar pada wanita –yang kamu nikahi- sebagai pemberian yang penuh kerelaan”.

Kata Shaduqat merupakan jamak dari shidaq dan merupakan satu rumpun kata dengan shiddiq shadaq dan shadaqah. di dalamnya terkandung makna jujur, putih hati, bersih. Dengan demikian arti shaduqat dalam konteks ayat tersebut adalah harta yang diberikan dengan hati yang bersih dan suci kepada calon istri yang dinikahi sebagai amal shaleh.

Sedangkan makna kata Nihlah para ulama terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yang diwakili Qatadah mengartikannya dengan sesuatu yang wajib. Nihlah secara bahasa artinya agama, ajaran, syari’at, dan mazhab. Jadi makna kata nihlah dalam ayat diatas adalah “dan berikanlah mahar kepada istri-istrimu, karena ia merupakan bagian dari ajaran agama”. Konsekwensi dari pemaknaan tersebut mahar wajib diberikan. Kelompok kedua diwakili oleh al-Kalabi mengartikannya dengan pemberian atau hibah. Ada yang berpendapat bahwa Nihlah berasal dari rumpun yang sama dengan Al-Nahl yang artinya lebah. Pemaknaan kata-kata ini masih ada hubungannya dengan kata Shaduqat diatas. Yakni laki-laki mencari harta yang halal seperti lebah mencari kembang yang kelak menjadi madu. Hasil jerih payah yang suci dan bersih tersebut itulah yang diserahkan kepada calon istrinya sebagai bukti ketulusan dan kejujurannya dan nyatanya yang diberikan memang sari yang bersih

Sehingga pembahasan al-Qur’an mengenai mahar ini bisa disimpulkan menjadi tiga point. Pertama, dalam al-Qur’an mahar diartikan dengan Shaduqat yang merupakan suatu pertanda kebenaran dan kesungguhan cinta kasih seorang pria. Kedua, jika Shaduqat itu ditarik secara khusus menjadi mahar, maka mahar itu menjadi hak milik perempuan, bukan milik ayah atau ibunya atau siapapun yang secara tradisional dianggap berhak menjadi wali bagi seorang perempuan. Ketiga, kalaupun mahar diberikan kepada perempuan ia harus dipandang sebagai nihlah yaitu pemberian yang penuh sukarela sebagai hadiah yang tidak mengharapkan imbalan apapun



MENCOBA MENJAWAB TANYA (tafsir dan kisah yusuf zulaikha)

MENCOBA MENJAWAB TANYA
(tafsir dan kisah yusuf zulaikha)
Oleh: Irfan Soleh

Akhir-akhir ini ada sms yang datang membawa tanya. Pertanyaan tersebut memaksa saya mencari jawabannya kesana kemari dengan sedikit mengobrak-ngabrik buku, artikel dan pembahasan yang terkait dengan pertanyaan tadi. saya mau berterimakasih pada para penanya karna pertanyaan-pertanyaan ini mendorong saya lebih rajin lagi ‘membaca’. Tulisan ini hanya ingin mencoba menjawab pertanyaan tersebut sekemampuan saya dengan mengexplore pendapat-pendapat dari sejumlah buku dan artikel-artikel yang saya temukan

Pertanyaan pertama, “ assalamu’alaikum. Maaf klo boleh nie ada yang mau ditanyakan: ‘hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami minta tolong’ pertanyaannya kenapa dalam shalat sendiri kata ibadah digunakan dengan lafad a’budu bukan na’budu , ada apa maknanya? Mohon dicantumkan sumber redaksinya...!”

Pertanyaan kedua,“ kak kan ada satu do’a yang mengatakan Allahumma allif bainahuma kama allafta baina yusuf wa zulaikha (Ya Allah, semoga engkau merukunkan kedua mempelai ini sebagaimana Engkau telah merukunkan Nabi Yusuf dan Zulaikha), pertanyaannya apakah benar ada yang bernama Zulaikha dalam kisah Nabi Yusuf tersebut?”

Jawaban pertanyaan pertama saya dapat dari tafsir al Misbah karya Quraish Shihab halaman 65 edisi baru cetakan pertama tahun 2009. Menurut Pak Quraish penggalan ayat ini menggunakan bentuk jamak iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in yang artinya hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta petolongan .

Kata Kami atau kekamian dan kebersamaan yang digunakan oleh ayat ini mengandung beberapa pesan. Pertama, untuk menggambarkan bahwa ciri khas ajaran islam adalah kebersamaan. Seorang muslim harus selalu merasa bersama orang lain, tidak sendirian, dengan kata lain setiap muslim harus memiliki kesadaran sosial. Saya jadi teringat penjelasan Pak Nasarudin Umar tentang The Power of We ketika ke-aku-an telah melebur secara konseptual dengan aku-aku yang lainnya menjadi ‘kita’ tentu akan lebih kuat dan hal ini senafas dengan Hadis Nabi yang menyatakan bahwa Muslim itu bagaikan satu tubuh

Kandungan penggunaan kata Kami dalam ayat tersebut yang kedua adalah berkaitan dengan bentuk ibadah yang seharusnya dilakukan oleh setiap muslim, yaitu ibadah hendaknya dilaksanakan secara bersama-sama, berjama’ah jangan sendiri-sendiri. Pada hakikatnya ungkapan ke-kami-an tersebut menanamkan ke dalam jiwa kita sebuah pengaduan kepada Allah bahwa ibadah yang saya lakukan belumlah sempurna, sehingga kata Pak Quraish seakan-akan kita berkata pada Allah, “Ya Allah, aku datang bersama yang lain, yang lebih sempurna ibadahnya dari pada aku. Gabungkan ibadahku dengan ibadah mereka agar Engkau menerima pula ibadahku”. Jadi sebenarnya poin kedua ini menggambarkan kerendahan diri kita dihadapan Allah SWT dan merasa kehadiran kita sangat kecil dihadapan Allah Yang Maha Besar

Jawaban pertanyaan kedua saya baca dari buku Pak Yai (Ali Mustafa Ya’kub) yang berjudul Haji Pengabdi Setan. Kisah nabi Yusuf dan Zulaikha (ada yang membaca zalikha) timbul di kalangan mufassir ketika menafsirkan QS Yusuf: 21. Dalam terjemahan DEPAG RI (sebelum revisi) terjemahan ayat tersebut menuturkan: “Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya” dalam footnote no 748 Tim menulis: orang mesir yang membeli yusuf a.s itu seorang raja Mesir bernama Qifthir dan nama istrinya Zulaikha

Menurut Prof Ali Mustafa Ya’kub,terkait dengan penafsiran QS Yusuf:21 ini dari sekian banyak kitab tafsir, ternyata yang menuturkan kisah itu dengan sanad lengkap hanyalah imam al-Thabari, yaitu Ibn Humaid, dari Salamah, dari Ibn Ishaq, dari Muhammad bin al-Sa’ib, dari abu Salih, dari Ibn Abbas. Dalam riwayat ini disebutkan istri al aziz bernama Ra’il binti Ra’ail. Sedangkan riwayat yang menyebut nama istri al-Aziz adalah Zulaikha bersumber dari Syu’aib al-Jaba’i. Kedua sanad itu lemah sekali bahkan palsu. Hal itu dapat kita ketahui dari dua orang rawi yaitu Muhammad bin al-Sa’ib al-Kalbi dalam riwayat yang menyebutkan nama Ra’il binti Ra’ayil dan Syua’ib al-Jaba’i dalam riwayat yang menuturkan nama Zulaikha. Kedua orang ini biang kerok yang menyebabkan hadis ini lemah bahkan palsu

Jadi sebenarnya tidak ada riwayat shahih yang menerangkan bahwa istri al-Aziz (raja Mesir tadi) itu bernama Zulaikha dan Nabi Yusuf Pernah menikahinya. Karenanya ketika ada orang yang berdo’a agar mempelai itu saling sayang menyayangi seperti Yusuf dan Zulaikha hal itu sama saja mendo’akan seseorang untuk menyayangi istri orang lain alias selingkuh. Jadi kisah romantis Yusuf dan Zulaikha sekarang tidak hanya bumbu cerita israiliyyat yang menghibur sebelum tidur tapi sudah merangsek menjadi keyakinan atau akidah orang awam hingga banyak yang menjadikannya sebagai do’a. Padahal do’a harus berdasarkan dalil-dalil shahih







SI NAFRI: MEMAPAH HARI MERAJUT MIMPI (kalau layak disebut Cerpen)

SI NAFRI: MEMAPAH HARI MERAJUT MIMPI
(kalau layak disebut Cerpen)
Oleh: Irfan Soleh

Namanya Nafri. Umurnya genap 22 tahun hari ini. Ia akrab dengan sepi. Kesukaannya menyendiri bergumul dalam sunyi. Kecuali ketika dihinggapi penat keramaian pun ia jejaki. Ia selalu duduk dalam resah bertemankan gundah. Wajar saja ia selalu’tengadah’ tanpa arah. Suatu ketika suara aneh datang menghampirinya, kemudian berujar ”Nafri... kamu jangan selalu tengadah, merunduklah sejenak lihat kebawah”. Suara itu ingin mengingatkan bahwa diatas sana tidak selalu indah. Si nafri tidak menggubris suara aneh itu, ia terus bermimpi berjalan di atas pelangi tuk bisa menggapai mentari

Lamunan si nafri seketika buyar disapa cahaya sang pagi. Kicau burung walau dari kejauhan merangsang jiwanya bersimfoni. Sambil menyeduh secangkir kopi ia putar lagu reggae yang memicu semangatnya terdengarlah alunan syair toni Q.... “ seberkas sinar telah mengusik tidur, bangunkan aku meninggalkan mimpi pagi, setumpuk semangat iringi langkahku, segala puji syukur mengalir hadirkan ucapan terima kasih tuhan, matahariku sengat cahyamu adalah jutaan harapan”

Lantunan syair lagu Matahariku terus merasuk sampai ke ulu hati si nafri. Lagu yang melahirkan bara dalam nyata. Ditengah asyik menerima energi positif lagu tadi ia teringat suara aneh yang datang mempengaruhi dalam lamunannya. Tanya pun kembali hadir dalam fikirannya,” kenapa mesti merunduk sejenak lihat kebawah? Ya aku tahu ada hadis yang mengatakan bahwa undhuru ila man huwa asfala minkum wa la tandhuru ila man huwa fauqokum lihatlah orang yang berada dibawah kamu dan janganlah kamu melihat orang yang berada di atas kamu. Tapi kan hadis itu konteksnya dalam masalah dunia, harta dan tahta. Dan saya tengadah bukan dalam rangka itu tapi untuk ilmu, ilmu dan ilmu. Kenapa mesti menunduk ke bawah?”

Nafri pun larut dalam tanya, hampir saja ia lupa hari ini ada workshop yang harus dia ikuti. Tema nya adalah Tips and Tricks for Applying for Australian and Other International Post Graduate Scholarship. Nafri berkata dalam benaknya,”waduh ini kesempatan emas jangan sampai dilewatkan, gratis lagi..” ia pun tersenyum sumringah melihat spanduk yang dipajang di dinding kampus. Sudah pasti nafri tidak akan menyia-nyiakan acara semacam itu, sebelumnya ada juga workshop tentang Canada yang bertajuk Canadian Week dan Aminef or fulbright Scholarship dimana pembicaranya pada waktu itu perwakilan dari Canadian and American Embassy

Alasan si Nafri banyak mengikuti acara-acara semacam itu mungkin ia terpengaruh oleh perkataan Mahasiswa yang mendapatkan beasiswa ADS (Australian Development School). Peraih beasiswa itu berkata,” kalo kita ingin melanjutkan studi ke luar negri modal dasarnya Cuma dua yaitu motivasi dan informasi”. “perasaan gw udah dari dulu punya dua modal itu, tapi kok belum dapet juga nasib berangkat ke luar negeri”, gerutu nafri dalam hatinya. Nafri sadar modal utama jelas kemampuan bahasa tapi lebih jauh dari itu sebenarnya yang menentukan adalah bukan motivasi atau informasi tapi Taqdir Ilahi

Jarum jam sudah menunjuk angka tujuh, setengah jam lagi ia harus masuk kelas membantu temannya menjadi asisten dosen karna dosen pengampu mata kuliah ini lagi berkunjung ke negeri sakura, jepang. Ia pun mandi dan berpakaian rapi. Tidak lupa sebelum berangkat ke kampus ia menyempatkan diri untuk shalat dhuha dan shalat hajat terlebih dahulu. Do’a pun ia panjatkan pada sang Pencipta sang Maha Segalanya. Satu hal yang ia pinta pagi ini,” Ya Allah berikan aku yang terbaik untuk hari ini, karena Engkau lebih tahu diriku dari pada aku”

Motor butut dengan suara agak berisik pun meluncur menapaki jalan yang tiap hari ia lewati. Motor yang menyimpan banyak sejarah bagi si Nafri. Motor yang selalu setia menemani si Nafri sejak kelas dua MAN. Banyak teman bahkan orang tua si Nafri sendiri menyarankan untuk mengganti motor butut itu, namun entah kenapa ia tetap enggan menukarkan motornya sekalipun dengan motor yang lebih bagus.”motor itu sudah jadi Soulmate ku, ia saksi sejarah yang selalu ada dan memudahkanku dari mulai status ku pelajar sampai sekarang mahasiswa”, tandas dia dalam hatinya.

Sesampainya di kampus si Nafri berdiskusi terlebih dahulu dengan kawannya tentang tanya apa yang akan digulirkan menjadi wacana di kelas nanti. Tanpa panjang kata ia langsung membuka perkuliahan dengan introduction seperti minggu lalu, “ kawan-kawan seperti biasa metode pengajaran yang kita gunakan, meminjam istilah eLKIS, “memperkenalkan persfektif memperkaya wacana”. Pertanyaan demi pertanyaan pun ia dan temannya gulirkan. Statement mereka berdua lama-lama bagai bola salju yang terus menggelinding semakin besar akhirnya menjadi wacana yang sangat seru dan mengundang perdebatan yang hebat. Ternyata ‘rangsangan’ mereka berhasil. Mereka telah ‘menggoyang’ dua kelas berturut-turut sampai adzan Dzuhur berkumandang mengingatkan bahwa mereka harus istirahat

Ditengah asyik menggulirkan wacana di kelas yang terakhir, kelas ketiga, tiba-tiba Hp si Nafri bergetar pertanda ada sms yang datang. Ia pun meminta izin membaca smsnya terlebih dahulu. Isinya adalah ”kepada para peserta workshop diharapkan kehadirannya tepat waktu dikarenakan ada registrasi ulang”. Sebelum izin pada temannya ia mewacanakan terlebih dahulu apa yang ada dibenaknya yang kemudian akan didiskusikan. Kemudian ia bergegas berangkat menuju acara workshop

Si Nafri berlari menuruni tangga melewati gedung-gedung fakultas menuju ruang diorama. “silahkan registrasi dulu ka”, sapa panitia. “belum dimulai ya?”, tanyaku dengan nafas tersengal-sengal.”sebentar lagi ka” jawab panitia. Ia pun mencari tempat duduk yang strategis, sayangnya udah agak penuh tapi akhirnya ia pun dapat tempat duduk persis di depan pembicara walaupun kursi agak belakang

Acara dimulai dengan sambutan Prof Dr Andi Faisal Bakri, directur international office, yang mengatakan bahwa orang yang paling berjasa mengirimkan mahasiswa perguruan tinggi islam ke luar negri khususnya barat adalah Bapak Munawir Syadzali. Berkat jasa beliau lahirlah opinian leaders di Indonesia seperti Cak Nur, Syafii Ma’arif dan Amin Rais

Tidak lama setelah sambutan selesai moderator pun berkata,”it’s time to our speaker Tina Calivas Phd, time is yours” . Miss Tina pun memperkenalkan dirinya dan tanpa basa-basi beliau langsung berbicara dengan nada datar ”ladies and gentlement goals for today are: what and where you want to study, finding information-research, planning & preparation, reading & completing applications forms”

Si Nafri sangat khusuk mendengarkan penjelasan Miss Tina. Ia cerna baik-baik setiap kata yang dikeluarkan Miss Tina. Tempo pembicaraannya agak pelan tidak seperti kebanyakan Native Speaker mungkin tujuannya supaya apa yang beliau kemukakan bisa difahami namun microphone nya ga terlalu jelas jadi si nafri harus memaksa dua kupingnya berkonsentrasi. Tapi tiba-tiba listrik padam dan membuyarkan konsentrasinya. Miss Tina berhenti sejenak tapi kemudian melanjutkan pemaparannya. Suasana menjadi sedikit kacau karna suara tidak jelas terdengar. Riuh gemuruh peserta workshop membuat keadaan semakin buyar

Tak terasa waktu terus berpacu sampailah pada sore hari yang dari tadi menunggu. Pemaparan Miss Tina berakhir walau dihantui pemadaman listrik yang terus mengganggu. Si Nafri langsung keluar ruangan tanpa basa basi tak sedikitpun menoleh kanan kiri karna yang ada difikirannya hanya luar negeri, luar negeri dan luar negeri. Ia langsung mencari motor kesayangannya yang langsung menderu memburu satu pintu tempat ia melepas lelah, menghias resah, membunuh gundah di kediaman tercinta, wisma sakinah.

Sesampainya di kosan tubuh kurus si Nafri langsung jatuh terkulai lemah tak berdaya diatas lantai kotor penuh debu dan buku yang berserakan tak karuan. Matanya menerawang jauh melompati jendela kamar. ketika melirik ke sebelah barat yang terbayang dibenaknya peradaban barat. Ia pun berpaling ke arah timur dan terbayang lebih jelas peradaban timur. Benaknya perlahan berkata:” gila.. mimpi gw lebih tinggi dari pengarang ‘sang pemimpi’. Andrea hirata hanya bermimpi menjelajah eropa sampai afrika. Gw... si Nafri gak tau diri pengen menjelajah dua kutub peradaban tidak hanya barat yang menjanjikan metodologi, teknologi, perubahan dan kemajuan tapi juga timur yang menyimpan khazanah, turats yang lama terpendam yang perlu dibangkitkan dan dilestarikan”.

Ternyata pemaparan workshop tadi bagi si Nafri hanya menjelaskan setengah keinginannya karna hanya berbicara satu kutub peradaban. Itupun sudah sangat tinggi. Sampai hatinya nyeri tak terperi. Fikirannya melayang merambah masa lalunya. Ia ingat ketika berlibur di pantai pangandaran. Dari pinggir pantai ia bertekad mau berenang sampai jauh ke tengah. Ia berusaha sekuat tenaga ketitik paling dalam lautan tapi baru sampai pelampung yang mengapung tanda batas di bolehkan berenang, terdengar sayup-sayup suara dari menara penjaga pantai melarang melewati batas pelampung. Terlihat ibu, ayah dan keluarganya melambai-lambai di pinggir pantai menyuruh si Nafri supaya berenang ke pinggir. Ia pun nurut karna tak tega melihat ibunya berteriak sampai suaranya serak.

“akankah keluarga gw jadi penghalang?”, tiba-tiba pertanyaan itu ikut nimbrung dalam lamunan si Nafri. “TIDAAAK...!!! gw gak boleh jadi manusia eksternal, gw harus jadi manusia internal”, tandas benak si Nafri menggelegar dalam lamunannya. Ia tahu bukan keadaan yang mengontrol dirinya, tapi dia sendiri lah yang mengontrol keadaan. “I’m a driver not a passanger in life, if you conceive it you can achieve it” kata-kata itu menggema mendukung tekadnya.

Malampun tak bisa dihentikan ia masuk memeluk si Nafri yang dari tadi raganya terpenjara lemah tak berdaya walau hati dan akalnya nakal terus berkeliaran kesana kemari tanpa henti. Ia pun bangkit sejenak menyalakan Mp3. Terdengarlah alunan syair Nidji, “ mimpi adalah kunci untuk kita menaklukan dunia, berlarilah tanpa lelah sampai engkau meraihnya.....” . si Nafri kembali merebahkan tubuhnya kemudian matanya menatap tajam tulisan dalam dinding kamarnya, “bermimpilah karna Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi kita”. Nidji terus bersimfoni meninabobokan si Nafri. Ia langsung terbang ke alam mimpi setelah lelah memapah hari.