RSS
Write some words about you and your blog here

The Sutuynomics; the value of follow-on investment opportunity


assalamu'alaikum wr wb. curhat the sutuynomics edisi 11/10/12. 

Managerial Finance mengajarkan kita bahwa dalam sebuah project analysis ada beberapa hal yg harus dilihat salah satunya adalah Net Present Value (NPV) dari project tersebut, kalau NPV nya negative maka mardudun la tuqbalu projeknya ditolak teu ditarima, tapi jika NPV nya positive maka Qobiltu pun terucap atau saya akan terima project tersebut. namun ternyata ketika masuk ke corporate finance tidak se simple itu karena di dunia nyata kebanyakan kita membuang asumsi companies hold asset passively. jadi meskipun saat ini negative bisa jadi NPV project selanjutnya itu positive, istilah kerennya itu the value of follow-on investment opportunity. contoh kongkritnya adalah ketika malaysia memproduksi mobil proton yg pertama kalinya yaitu proton saga, mereka mengalami kerugian negative NPV tapi projectnya tetap mereka lanjutkan, bikin tipe proton yg kedua masih rugi, baru ketika bikin tipe proton yg ketiga yaitu proton wira mereka mendapat profit or positive NPV.  kok bisa gitu ya? mereka sadar ada option yg bermain disana, kalau saja diawal2 projectnya mereka tolak mungkin tidak akan lahir tipe proton kedua, ketiga, keempat dst. makanya agak lucu ketika ada pemberitaan di salah satu koran online indonesia yg membeberkan kerugian proyek LRT Malaysia semata2 ingin memberitau publik bahwa LRT atau monorel itu bukan solusi buat jakarta karna toh malaysia juga rugi, nah mungkin mereka belum belajar real option kali ya (hehehehe sutuy bgt gw). intinya ketika ada proyek2 yg kita baca sebagai negative NPV jangan serta merta di tolak tapi perhitungkan dulu dgn matang karna sangat mungkin proyek2 lanjutannya itu positive NPV. sekian dulu curhat si nafri dari  pojok mimpi semoga bermanfaat, ada komentar silahkan dihantar klo tak ada juga tak apa-apa, wassaalamu'alaikum wr wb

The Sutuynomics ; Curhat edisi 5 Agustus 2012


curhat edisi 050812

Kembali dari pojok imajiner, si nafri menyapa kalian kali ini ttg islamic consumer behaviour. Konsep ini merevisi konsumsinya 'rational man' yg menitikberatkan pada maksimalisasi 'satisfaction'. Sebagai muslim, kita harus satisfy dgn islamic teachings, dan harus merasa dissatisfy ketika bertolak belakang dgn ajaran islam, so.. Intinya ada pengaruh ajaran islam or syari'ah pada setiap pola prilaku kita khususnya dalam hal ini pola konsumsi kita. Ada beberapa hal yg harus diperhatikan: sebisa mungkin tercipta efficiency dr setiap konsumsi kita, do not consume yg diharamkan, tdk berhenti pd hanya sebatas utility tapi to achieve a higher ends of purpose life, must not be extravagance, dan forbidden indulgence in luxuries. Yg terakhir ini tentu tergantung situasi dan kondisi lingkungannya, tidak bisa disama ratakan. Cuma kadang agak susah mengukurnya kawan, contohnya ada seseorang yg pake mobil alpard, yg second aja dan mungkin tipe lama harganya lebih dr 500 juta, terlepas dari niat baik orang tersebut yg mungkin ingin menunjukkan ke masyarakat yg notabene apatis dgn 'madesu'nya kalangan pesantren tradisional, mungkin beliau ingin menunjukan dia bisa 'kaya' gak melulu akhirat yg dipikirin, cuma disisi lain kayaknya beliau agak sedikit menciderai pola islamic consumption behaviour, secara dia tinggal di kota kecil, ya keitung jari lah deretan mobil mewah yg lalu lalang disana. So.. Emang agak susah untuk mengukur the actual conditions of the society that must be taken considerations. Salam pagi buat semua curhat edisi 050812

The Sutuynomics ; Curhat edisi 8 Agustus 2012

080812

masih dari pojok imajiner, menyapa kalian yg saat ini mungkin lagi memburu kuliner, si nafri kembali dgn curhat eksyar yg tertunda karna jeda lepas asyar. kali ini tentang sebuah nama, 3 subject pun berlalu yg tersisa tinggal satu, as-syari'ah, economic and society. merenungi nama subject tersebut kok hampir sama dgn jawaban final IFS tadi pagi, pertnyaannya ttg apakah kalian setuju dgn benchmarking stock screening saat ini? jawabannya saya kita jangan puas sampai disitu 5%, 10% dan 25% benchmark yg ditetapkan SC Malaysia adalah batas tolerable bukannya acceptable, kita harus ada effort untung terus memperkecil benchmark trsbt sampai pada taraf economy kita itu bener2 shari'ah compliant. economic harus benar2 100% berlandaskan syari'ah. satu lagi society, ia harus punya benefit buat ummat, klo sekarang lebih pada negative screening, kita harus mulai dengan 'positive screening' melihat sejauh mana manfaat perusahaan tersebut trhdp society dan juga sejauh mana ia menerapkan ethical organization nya, jadi kalau difikir2 jawaban saya di final tadi bisa disingkat dengan sebuah nama subject yg baru akan final tanggal 8 nanti yaitu; as-syari'ah, economics and society. merenungi sebuah nama kadang terselip pada ruang kedalaman makna, si nafri masih di pojok cinta sedang menunggu buka puasa yg gratisan tentunya, hahaha 080812

The Sutuynomics ; Curhat edisi 2 Agustus 2012

sebelum sahur curhat dulu akh, edisi 020812; 

shares atau saham bisa ditafsirkan sebagai musyarakah partnrship meskipun ada beberapa konsep yg berbeda misalnya di equity itu ada going concern assumption sementara dimusyarkah ada fixed time period. dari sekian perbedaan konsep yg ada, OIC Fiqh academy tetap mengapprove modern day of equity. tentu tidak semua shares itu shari'ah compliant, disinilah diperlukan yg namanya stock screening. macemnya ada 2 sector dan financial screening. yg menarik di sector screening ada yg namanya 'mixed' company yg revenuenya masih bercampur dgn non-permissible activities. disini ditetapkan ceiling benchmark di malaysia ada yg 5, 10, 20 dan 25 persen. saya jadi teringat kisahnya Dr Mustafa Umar, katanya entah lulusan MBA atau IIUM ada yg buka restoran di jantung kota paris, ada ketentuan disana harus menyediakan minuman beralkohol karna sudah jadi culture orang sana katanya, lantas si pemilik resto yg notabene lulusan MBA ini minta saran sama Dr Mustafa, beliau menjawab usahakan sebisa mungkin jangan jual minuman tersebut, yakinlah barokah akan datang. dan tau gak kawan, pada waktu itu ia menjadi satu2nya restoran yg tdk menjual minuman alkohol, awalnya dia ragu pasti restonya gak laku tapi subhanalloh ternyata itu jadi faktor pembeda dgn resto2 yg lain sehingga resto nya pun laris manis, itu mungkin ya yg dinamakan barokah ketika kita komit dgn bisnis yg murni syari'ah. dia juga cerita ttg pebisnis singapura yg datang ke GSM minta di screening, dan ternyata persentasi yg 'haram' nya melebihi batas mixed company diatas akhirnya ia membuat terobosan dgn membuang semua element yg tdk shari'ah compliant dan sekarang untungnya berlipat2 karna ia beda dgn yg lainnya. lagi2 barokah hadir disana kawan, so kalau mau beli saham pilihlah dgn hati2, klo mau bisnis, usahakan halal 100 persen, insya Allah barokah kawan, jiyadah filkhoir itu tidak melulu profit yg besar, tapi ketentraman hati dalam menjalankan bisnis tersebut dan manfaatnya bisa dirasakan yg lainnya juga, sekian dulu curhat malam ini si nafri masih sendiri @pojok cinta quite study room GSM IIUM

The Sutuynomics ; Curhat edisi 31 Juli 2012

310712

kembali dari pojok cinta GSM IIUM, si nafri kembali "meramaikan" forum ini dengan curhat2 eksyar yg kadang2 'ngaco' dan agk kesasar, maklumlah karna modalnya kan 'kesutuyan'. kali ini si nafri 'dipaksa' untuk baca bukunya mahmood mohamed sanusi yg berjudul islamic banking and finance shari'ah and legal; issues and challenges. buku ini kumpulan article jadi cukup bayak isu yg dibahas, si nafri baru 'mereguk' tiga article hari ini meskipun agak 'kaseugrek' untuk benar2 memahaminya. di article yg ketiga pak sanusi mengkritisi malaysian islamic bond karna basis operationalnya memakai bay' al 'inah dan bay' al-dayn. mayoritas ulama melarang bay' al 'inah kecuali imam syafi'i, meskipun ada salah satu pendapat imam syafi'i dalam magnum opusnya, al-umm, yg melarang menjual pedang pada orang yg commit an unjust killing, pendapat ini bisa dijadikan argument pelarangan bay al inah juga. tarohlah perdebatan itu selesai dan kita sepakat bahwa bay al 'inah itu tdk boleh, lantas apa solusinya? Pak sanusi dalam article ini tidak melulu mengkritik tapi juga ngasih solusinya yaitu bay al muqaradah, sebenarnya konsep ini synonim dari mudarabah, istilah muqaradah ini lebih populer dikalangan madzhab hanafi dan hambali. biar lebih faham ane pake contoh aja yah, contohnya si nafri sebagai mudarib menerima kontrak senilai RM 100 Million untuk membangun kampus cinta di kampungnya, ciamis. perusahaannya menggunakan muqaradah bond untuk raising fund, harga satu bondnya RM 1.00 misalnya, jadi kita mengeluarkan 60 million unit. projected profitnya RM 40 million, profit sharingnya 50;50. kalau proyeknya lancar harganya bisa naek klo nggak ya turun, intinya konsep al ghonm bil ghorm itu ada disini, ada resiko untung ruginya. ini salah satu solusinya, ane gak tau perkembangan wacananya sudah sampe dimana sekarang yg jelas baru ini yg ane tau, silahkan pak direktur Nasher Akbar atau Den Mas Grandees Fauzul Azmi Zen Djalil Ricardo Zakhran dll menambah wacananya, terutama isu2 terhangat ttg konsep ini, karena katanya yg akan keluar di final exam tanggal 4 nanti adalah isu2 teraktualnya, so tolong dibantu ya, tararengkyu, hatur nuhun kasadayana, si nafri @pojok cinta GSM IIUM 310712