RSS
Write some words about you and your blog here

APLIKASI KONSEP MITOS R. BARTHES PADA AL-QUR’AN: BISAKAH??

APLIKASI KONSEP MITOS R. BARTHES PADA AL-QUR’AN: BISAKAH??
Oleh: Irfan Soleh

Definisi mitos menurut barthesian adalah cara berfikir masyarakat dalam penggalan sejarah tertentu. Barthes mengatakan (dalam bahasa john Fiske): ”A myth is a culture’s way of thinking about something, a way of conceptualizing or understanding it” ( mitos adalah cara kebudayaan tertentu berfikir tentang sesuatu, sebuah cara mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu)

Dalam artikelnya, myth today, Barthes mendefinisikan mitos sebagai sebuah bentuk komunikasi ( a type of speech). Sebagai a type of speech, mitos merupakan bagian dari cara komunikasi masyarakat. Mitos berfungsi sebagai cara untuk menaturalisasikan apa yang sesungguhnya tidak natural alias historis. Yang tidak natural dan historis itu adalah konsep yang muncul pada zaman, tempat, dan masyarakat tertentu.

Lewat mitos, konsep ini dipakai menjadi solah-olah natural atau dengan kata lain konsep ini dipakai untuk membongkar idiologi yang bersemayam dalam lirik-lirik komunikasi masyarakat modern, atau katakanlah sebagai kritik idiologi.menurut barthes segala hal yang kita pandang, sentuh, dengar, dan rasakan bisa menjadi mitos asal ia merupakan tanda bermakna.

Dalam kerangka semiologis, dimanakah mitos bersemayam? Untuk menjawab pertanyaan ini barthes membangun sistem semiologi bertingkat melalui konsep denotasi dan konotasi. Denotasi adalah nama bagi sebuah sistem tanda tingkat pertama, dan konotasi untuk sistem tingkat kedua. Sistem-sistem ini dibangun dengan bantuan konsep-konsep Saussure yang sudah sejak lama menjadi minat barthes, namun dengan beberapa modifikasi. Denotasi tersusun dari serangkaian tanda-tanda sintagmatik yang memuat partikel-patrikel seperti signifier, signified, dan sign. Dengan kata lain, relasi signifier dan signified akan membentuk sebuah tanda (sebagaimana kata Saussure) yang pada gilirannya menjadi tanda-tanda denotatif pada sistem lapis pertama

Kemudian sistem lapis pertama akan menjadi signifier bagi sistem tanda lapis kedua. Jadi, sistem kedua yang disebut konotasi ini sepenuhnya dibentuk oleh sistem tanda lapis pertama. Layaknya denotasi, sistem konotasi juga tersusun dari serangkaian tanda yang didalamnya memuat signifier, signified, dan sign. Tapi, untuk level konotasi, barthes menggunakan istilah berbeda untuk ketiga unsur tersebut, yaitu form,concept, dan signification. Dengan kata lain, form sejajar dengan signifier, concept dengan signified, dan signification dengan sign.

Pembedaan istilah ini sengaja dibuat Barthes karena proses signification dalam sistem tingkat pertama dan kedua tidak persis sama. Kalau sistem pertama adalah sistem linguistik, sistem kedua adalah sistem mitis yang memiliki keunikan tersendiri. Sistem kedua memang mengambil model sistem pertama, tapi tidak semua prinsip yang berlaku pada sistem pertama berlaku pula pada sistem kedua
Berikut bagan menurut pola barthes

Signifier
(expression) Signified
(content)
Sign
(meaning)

DENOTATION

Signifier
(form)





Signified
(concept)
MYTH sign
(signification)

CONOTATION


Menurut barthes mitos bisa kita jumpai pada sistem semiologi yang terdapat pada level kedua. Disini mitos mengambil sistem tingkat pertama yang berupa sistem linguistik sebagai landasannya. Sign diambil oleh sistem tingkat dua menjadi Form. Sementara concept diciptakan oleh pembuat dan pengguna mitos. Sign yang diambil untuk dijadikan form diberi nama lain, yaitu meaning karena kita mengetahui tanda hanya dari maknanya. Ini berarti satu kaki meaning berdiri diatas tingkat kebahasaan (sebagai sign), satu kaki yang lainnya diatas tingkat sistem mitis (sebagai form)

Kemudian jika sistem tingkat pertama kita jadikan signifier atau form, maka akan menghasilkan sistem tanda konotatif. Namun, jika sistem tingkat pertama itu kita jadikan signified atau concept, maka yang muncul adalah sistem metabahasa. Dalam struktur metabahasa, sistem tingkat pertama tidak disebut sebagai sistem denotasi, melainkan bahasa-obyek (language-object). Jika konotasi menggunakan denotasi untuk membicarakan sesuatu hal yang lain. Sistem metabahasa digunakan untuk berbicara tentang bahasa-obyek.



Signifier
(expression) Signified
(content)
Sign
(meaning)

LANGUAGE-OBJECT

Signified
(form)





Signifier
(concept)
MYTH sign
(signification)

METALANGUAGE


Dengan adanya dua model sistem mitis ini, yakni konotasi dan metabahasa, lalu dalam sistem mitis manakah mitos bersemayam? . bahwa mitos ada dalam sistem tingkat kedua atau sistem mitis itu sudah jelas, tetapi ia ada dalam ruang konotasi atau metabahasa? Barthes sendiri ragu untuk menjawabnya karna dalam karyanya Element dijelaskan bahwa mitos bersarang dalam sistem konotasi, tapi dalam Mytologi posisinya bergeser ke metabahasa

Karena Barthes sendiri kayaknya agak ragu menjawabnya, maka dalam hal ini saya hanya akan memilih salah satu saja antara konotasi dan metabahasa. Dan dalam hal ini saya akan mencoba menggunakan konotasi. Kita akan coba terapkan teori mitos tersebut kepada ayat-ayat taqdir dibawah ini, meskipun ada perdebatan di ranah epistemologis penggunaan pendekatan-pendekatan ilmu modern terhadap al-Qur’an, namun disini saya tidak akan mempermasalahkan itu. Anggap saja saya setuju dengan kelompok yang memperbolehkan penggunaannya

Sebenarnya permasalahannya adalah ketika kita mau menerapkan pendekatan ini, kita harus meyakini terlebih dahulu pengertian ontologis Al-Qur’an sebagai Mitos, setelah meyakini hal tersebut baru kita menerapkannya terhadap al-Qur’an. Dari keterangan (skripsi Roni Subayu) yang saya baca, teori mitos ini hanya bisa di terapkan terhadap ayat-ayat mua’amalah saja (tidak bisa diterapkan pada ayat-ayat ibadah )

Masih menurut keterangan yang tertera dalam skripsi tersebut, teori mitos ini mirip dengan ta’wil. Dan saya, dalam kasus ini, kesulitan “mena’wilkan” atau memberi makna pada level kedua (pada level konotasi/mitos) terhadap kata-kata قديرا (ke- Maha Kuasaaan Allah). Lain halnya dengan ayat-ayat mutasyabihat seperti يد الله pada level pertama (makna literalnya) bisa diartikan “Tangan Allah” dan pada level kedua diartikan dengan kekuasaan. Jadi jujur saja saya kesulitan memberikan makna pada level kedua pada kata قديرا dalam ayat-ayat dibawah ini sehingga jadi tidak ada bedanya antara makna konotasi dengan makna denotasinya, saya akan memberikan contoh satu ayat dari 5 ayat yang disuruh oleh Bapak Dosen
Ayat pertama adalah surat an-Nisa: 149

  •       •    • 
149. Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Kuasa.

Mula-mula kita harus mengidentifikasi setiap penanda pada tataran denotasi kedalam konsep-konsep secermat mungkin, misalnya “jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan”, “menyembunyikan atau memaafkan suatu kesalahan”, “maka sesungguhnya Allah” , “Maha pemaaf lagi Maha Kuasa”. Penanda-penanda ini selanjutnya membangun seperangkat tanda pada lapisan pertama (denotasi) dengan makna literal: jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan suatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhNya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa

Tanda-tanda denotatif ini selanjutnya diambil sebagai Form bagi system berikutnya (konotasi). Pada tataran kedua ini, penanda-penandanya menunjuk kepada seperangkat Concept yang sama sekali diluar konotasi. Dan seperti yang dituturkan oleh Barthes bahwa untuk mengenali Concept, kita harus melacak fragmen kesejarahannya. Fragmen kesejarahan dalam konteks al-Qur’an bisa dikatakan sebagai asbabun nuzul. Namun masalahnya tidak semua ayat al-Qur’an ada asbabun nuzulnya. Jadi kata قديرا pada level kedua masih sama dengan makna denotasinya di level pertama yaitu ke-Maha Kuasaan Allah
Ayat- ayat yang lainnya adalah:
             
54. Dan dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah[1070] dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.

[1070] Mushaharah artinya hubungan kekeluargaan yang berasal dari perkawinan, seperti menantu, ipar, mertua dan sebagainya.
              
27. Dan dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak [1211]. dan adalah Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.

[1211] Tanah yang belum diinjak ialah: tanah-tanah yang akan dimasuki tentara Islam.
                                
44. Dan apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka? dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.

               
21. Dan (telah menjanjikan pula kemenangan-kemenangan) yang lain (atas negeri-negeri) yang kamu belum dapat menguasainya yang sungguh Allah Telah menentukan-Nya[1402]. dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

[1402] Maksudnya: Allah Telah menjanjikan kepada kaum muslimin untuk menaklukkan negeri-negeri yang lain yang di waktu itu mereka belum dapat menaklukkannya; tetapi negeri-negeri itu Telah dipastikan Allah untuk ditaklukkan oleh kaum muslimin dan dijaga-Nya dari penaklukan-penaklukan orang-orang lain. janji Allah Ini Telah terbukti dengan ditaklukkannya negeri-negeri Persia dan Rumawi oleh kaum muslimin.




Dari contoh yang saya kemukakan pada ayat pertama (an-Nisa: 149), saya menyimpulkan bahwa teori ini sulit (untuk tidak mengatakan tidak bisa) diaplikasikan pada ayat-ayat yang ada kata قديرا nya. Saya sudah berusaha Pertama memahami dulu konsep/teori mitosnya Roland Barthes dengan membaca buku Semiotika Negativa karya St Sunardi, kemudian Literary Theory: An Anthology Editted By Julie Rivkin And Michael Ryan dan Kedua mencoba memahami bagaimana aplikasinya terhadap al-Qur’an dengan membaca artikel-artikel dan skripsi yang membahas masalah semiotika khususnya teori Rholan Barthes
Namun apa daya tangan tak sampai, dengan usaha memahami hal-hal diatas yang memakan waktu tidak sebentar saya gagal menerapkan teori “Mitos” Rholand Barthes terhadap ayat-ayat yang Bapak tugaskan




LIFE IS STRUGGLE

LIFE IS STRUGGLE
Oleh: Irfan Soleh

I went to Pare three years ago. My purpose comes to pare to improve my english actually I wanna get a good score in TOEFL because with this score, I can continue my study with different majority and different university. But here, in Pare, I get more than English or more than just language. I have prinsip of life that life is struggle and I always remember the wise word from Transformer (name of movie), “ No Sacrifice No Victory”, so don’t make this life meaningless or useless because the chance never comes twice

That statement always gives me support to continue my struggle. Although I have many programs in Pare almost eight times in a day from half past five in the morning to ten a clock but until midnight. I ,my self, have to know that we need a long and tiring process to be a succesful man because not at all we have planned is come true

An obstacle often appears whenever and wherever we are/ I am. Therefore I need not only skills but also patience in order to face and solve all the problems well which get in the way. Here I make stressing that life is struggle. The one who doesn’t know the struggle of life is either an immature soul. The object of human being in this word is to attain to perfection of humanity

Life is struggle, it means life as a continual battle, one’s success, failure, happiness or unhappiness mostly depends upon one’s knowledge of this battle. As soon as a man loses the courage to go through the struggle of life , the burden of the whole world falls on his head but he goes on struggling through life. He alone makes this way

One must study the nature of life, one must understand the psychology of this struggle. In order to understand this struggle, one must see that there are three sides to its struggle with one self, struggle with others and struggle with circumstance. But the most important thing that we have to know now is to be a success man we need struggle of life



RELIGIOUS FREEDOM AND BLASPHEMY

RELIGIOUS FREEDOM AND BLASPHEMY

“All religious followers may agree that freedom of religion or freedom of expression can’t be used to undermine others. Yet how can we actually categorize words, acts and expressions as insulting of religion? How can we settle the problem? . furthermore, can blasphemy still be considered a crime by indonesian law when religious freedom and freedom of expression are also guarantee by the constitutions

Words and expression often have many meanings and the exact intended meaning can only be aquired if we ask the person who uttered them . . . . . . . . . . .
In addition, the degree of outrage was different from one person to another. Ignatius Haryanto said,” we are talking about an ilustrations on magazine cover which has multiple interpretations. It can either be appreciated or protested against depending on people perceptions”

Blasphemy is cited in article 156 a of the criminal code. In this article it is stated that someone can be sentenced to five years in prison if he or she intentionally in public utters feelings or perform activities deemed to incite hatred, abuse or blasphemy against religions officially recognize in Indonesia

Although the word inten..........in public many be difficult to difine in court. They are very important. A person accuse of undermining religion often has no intention of insulting others. In additions, the number of religious principle protected from any insulting act might be different according to some scholars”

Tulisan diatas saya baca dari artikel jakarta post di kosan teman saya. Artikel tersebut ditulis oleh Nurrahman salah satu staf pengajar di UIN Bandung. Memang sulit kita menghukum seseorang yang melakukan penghujatan dan penistaan terhadap agama baik itu berupa lukisan, film, atau dalam bentuk apa saja yang mengatasnamakan kebebasan berexpresi atau HAM

Mengapa sulit? Karena landasan aturan yang dipegang berbeda, paradigma yang dianut oleh sang pelaku/ terdakwa dengan sang penggugat berbeda sehingga di jamin si hakim tidak akan bisa memutuskan suatu hukum yang benar terlebih lagi jika si hakimnya juga punya hukum dan paradigma yang berbeda dengan keduanya jadi masalahnya akan tambah rumit dan mengakibatkan kekecewaan banyak pihak

Nurrahman, penulis artikel tadi, menarik permasalahan tersebut pada problem penafsiran. Ia menyatakan bahwa “ word and expression often have many meanings” dan Ia menginginkan kita jangan terburu-buru menghukumi atau membuat suatu keputusan sebelum arti dari kata/tindakan seseorang itu telah ditafsirkan dengan benar dan juga dia, menurut saya, seolah-olah terjebak pada faham relativisme bisa kita lihat dari kata-katanya bahwa “the degree of outrage was different from one person to another” sehingga penulis artikel tadi, menurut saya tidak bisa menuduh dan mendiskreditkan siapapun dan pihak manapun

Jadi solusinya menurut saya yang paling penting kita harus meyakini dulu bahwa ilmu, pemahaman akan sesuatu baik itu teks atau ekspresi bisa kita dapat (baca: bisa kita fahami) dalam arti kita tidak terjebak pada fragmentasi kebenaran dan faham relativisme. Baru setelah itu kita harus menyamakan landasan atau norma-normanya karna mustahil keputusan si hakim bisa sesuai/ benar kalau landasan aturannya berbeda/ salah



SILATURAHMI; MEDIA TAZKIYATUN NAFSI

SILATURAHMI; MEDIA TAZKIYATUN NAFSI
Oleh: Irfan Soleh

Halal bihalal adalah suatu tradisi berkumpul sekelompok orang islam di Indonesia dalam suatu tempat tertentu untuk saling memaafkan. Dalam ensiklopedi islam, th 2000, tradisi ini mulai diselenggarakan dalam bentuk upacara sekitar tahun 1940-an dan mulai berkembang luas tahun 1950-an. Dalam ensiklopedi indonesia, 1978, disebutkan bahwa halal bihalal berasal dari bahasa (lafad) arab yang tidak berdasarkan tata bahasa arab dan sebenarnya kosa kata halal bi halal sama saja (sebagai pengganti dari) dengan silaturahmi

Sudah menjadi rutinitas tahunan Setiap tanggal 2 syawal keluarga besar dari nenek pihak ayah saya mengadakan haolan/ banian. Haolan merupakan sebuah istilah yang maknanya hampir sama dengan silaturahmi atau halal bihalal yang dilaksanakan setahun sekali sehabis lebaran. Pada tahun ini, 1430 H, acara diselenggarakan dirumah uwa Iing dari runtuyan keluarga uwa Iboh. Tempat diselenggarakan acara ini bergantian tiap tahun yang jelas setiap pupuhu keluarga besar akan kebagian jadi panitia penyelenggara

Tujuan diselenggarakan acara ini agar kita mengetahui asal usul keturunan keluarga kita juga sebagai media merekatkan tali persaudaraan antar keluarga. Acaranya sederhana dimulai dengan pembukaan, pembacaan ayat suci al-Qur’an, tausiah keagamaan, pembacaan silsilah nasab/keturunan dari mulai yang paling tua sampai yang paling muda kemudian ditutup dengan salam-salaman dan makan-makan. Tulisan ini ingin merekam sedikit apa yang disampaikan oleh aki Aef selaku penceramah pada acara kali ini

Kalimah tayyibah menjadi pembuka ceramah beliau dan audiens pun serentak kompak melantunkan kalimat tersebut La ilaha illallah la maujuda illallah, la ilaha illallah la maqsuda illallah, la ilaha illallah la mathluba illallah. Dengan kalimat Tayyibah ini kita harus meneguhkan hati kita bahwa silaturahmi kali ini adalah kehendak Allah, dilakukan untuk Allah dan berharap keridhoan Allah

Kemudian ayat yang dibahas adalah qod aflaha man tazakka wa dzakarasma rabbihi fashalla bal tu’siruna al hayata ad dunya..... menurut ayat ini orang yang tazakka ,membersihkan diri, pasti akan bahagia/beruntung maka sangatlah tepat jika moment ini, silaturahmi tahunan, kita jadikan sebagai sarana pembersihan diri,

Kesalahan itu bisa digolongkan kedalam dua macam yaitu kesalahan kita kepada Allah dan kepada sesama manusia. Nah yang sesama manusia ini bisa dipersempit lagi menjadi saudara. Kayaknya bakal repot banget kalau kita harus mendatangi saudara-saudara kita satu-persatu apalagi kalau jumlahnya banyak dan berjauhan makanya acara silaturahmi tahunan seperti ini menjadi sangat penting sebagai moment saling maaf memaafkan

Kalau kita baca ensiklopedi ternyata halal bihalal itu tradisi yang hanya ada dinegara indonesia, meskipun belakangan ini merambah ke negara-negara lain, jadi dalam hal ini tidak perlu konsep pribumisasi islam (meminjam istilah gus dur) karena ajaran islam yang satu ini (baca: silaturahmi) sudah mengakar dan membudaya di indonesia. Tradisi ini mulai diselenggarakan dalam bentuk upacara sekitar tahun 1940-an dan mulai berkembang luas setelah tahun 1950-an

Sebenarnya inti dari materi yang disampaikan penceramah pada acara ini adalah pertama tobat untuk menghapus dosa dan kesalahan yang kita perbuat kepada Allah SWT dan kedua meminta maaf untuk menghapus dosa kita kepada sesama manusia. Jadi, melalui acara ini mari kita sama-sama bersihkan diri kita dari segala dosa, saling memaafkan dan pererat terus jalinan silaturahmi apalagi dengan saudara senasab karna sudah jelas manfaat dari silaturahmi ini adalah panjang umur dan murah rizki






MUTIARA HIKMAH SILATURAHMI

MUTIARA HIKMAH SILATURAHMI
Oleh: Irfan Soleh

Kalimat silaturahmi berasal dari bahasa Arab, tersusun dari dua kata silah yaitu, ‘alaqah (hubungan) dan kata al-rahmi yaitu, al-Qarabah (kerabat) atau mustauda’ al-janîn artinya “rahim atau peranakan”. (al-Munawwir, 1638, 1668) Kata al-Rahim seakar dengan kata al-Rahmah dari kata rahima “menyayangi-mengasihi”. Jadi secara harfiyah Silaturahmi artinya “Menghubungkan talikekerabatan, menghubungkan kasih sayang”.

Islam sangat menganjurkan umatnya bersilaturahmi banyak dalil baik itu dalam al-Qur’an ataupun hadis nabi yang menyebutkan keutamaan silaturahmi dan mencela orang yang memutuskan silaturahmi. Dalam tulisan ini saya ingin memaparkan rentetan silaturahmi yang saya lakukan dalam rangka mengamalkan ilmu tentang silaturahmi karna hikmah yang saya dapatkan dari silaturahmi ini sangat besar sekali

Pasca lebaran saya selalu menyempatkan diri mengunjungi beberapa kiayi didaerah saya dan kiayi-kiayi pesantren yang pernah saya masuki. Banyak sekali hikmah yang saya dapatkan dari silaturahmi.Yang pertama kali saya kunjungi adalah kang taryo, beliau telah berhasil mengumpulkan tanah wakaf untuk kemajuan pendidikan pesantren. Tanah wakaf tersebut awalnya hanya obrolan kecil dengan ayah saya tapi alhamdulillah sekarang sudah bisa dimanfaatkan

Kemudian saya mengunjungi pesantren al hidayah, kang Ejen selaku pimpinan pesantren mengemukakan beberapa kemajuan pesantren yang sudah bisa mengadakan SMP Terbuka walaupun muridnya belum banyak dan ada kendala dalam hal bangunannya. Kemajuan lainnya adalah sudah bisa membiayai makan para santrinya alias gratis biaya makan

Pada hari berikutnya saya bersilaturahmi ke pesantren Cibeunying. Sedih sekali melihat pesantren ini karena yang tersisa hanyalah bangunan mesjid dan asrama yang berdiri kokoh tanpa ada santri yang menghuninya padahal dulu santri pesantren ini sangat banyak. Pesantren ini sudah cukup tua karna sudah ada dari semenjak indonesia merdeka. Alasan kemunduran pesantren ini karna manajemennya kurang baik setelah pendiri pesantren ini meninggal, tapi itu hanya salah satu faktor saja dan sangat mungkin banyak faktor-faktor lain yang menyebabkan pesantren ini mundur

Lain halnya dengan pesantren Cibeunying, Pesantren al-Hasan mengalami kemajuan yang signifikan, pada reuni akbar kang Didin memaparkan beberapa kemajuan pesantren misalnya ada BMT, Panti Sosial, SMESCO, dan SMP yang sudah banyak peminatnya dan siswanya bertambah banyak dari tahun ke tahun.Setelah pemaparan kemajuan pesantren dan apa yang telah dicapai oleh al Hasan, acara berlanjut dengan pemberian amanat oleh Kang Syarif. Acara ini semacam studium general oleh pimpinan pesantren yang dilakukan setiap reunian agar para alumninya tetap semangat mencari ilmu dan bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat

Ada 10 amanat Akang Al-Hasan, diantaranya:
1. Perteguh jiwa dan ahwal kesantrian
2. Pertahankan aqidah ASWAJA
3. Tuntut ilmu, pertebal keimanan dan perkaya amal
4. Jadilah orang yang bermanfaat bagi umat
5. Kaya kreatifitas disertai mujahadah dan istiqamah
6. Perluas persahabatan, persempit permusuhan
7. Agungkan nama Allah jika ingin ditolong Allah
8. Kita tidak banyak uang tapi banyak peluang
9. Jadilah diri sendiri agar percaya diri
10. Jihad dan mati syahid komitmen muslim sejati

Akang al-Hasan menjelaskan satu persatu 10 amanatnya tersebut namun yang paling mengena dan nonjok banget bagi saya adalah penjelasannya mengenai surat al-Mujadalah: 11 yakni Allah akan meninggikan derajat kita dengan dua syarat yaitu pertama orang-orang yang beriman dan kedua orang yang berilmu. Jadi kalau sampai saat ini kita masih belum jadi “orang “ atau ilmu kita belum bisa dimanfaatkan di masyarakat maka problemnya bisa saja kualitas keimanan yang di implementasikan dengan ketaatan kita yang kurang atau kualitas dan kuantitas keilmuan kita yang belum memadai

Acara dilanjutkan dengan pemaparan para alumni yang tergolong sudah sukses dengan menjelaskan kiat-kiat apa saja yang mereka lakukan sampai bisa “sukses” seperti itu. Walaupun definisi sukses itu ada pada diri masing-masing karena setiap orang itu hidup di rung dan konteks yang berbeda-beda. Dalam hal ini pas sekali kata-kata kang Fuad, “ketika mengendarai mobil malam hari, kita jangan melihat lampu mobil orang lain karna pasti akan silau dan mengaburkan penglihatan kita tapi lihatlah jalan yang kita tapaki, fokus pada mobil yang kita kendarai. begitupun dalam hidup jangan terlalu melihat orang lain tapi lihatlah diri sendiri dan jalani sebaik mungkin apa yang kita geluti

Silaturahmi pun berlanjut ke pesantren Sukahideng. Saya datang terlambat jadi tidak sempat mengikuti pengajian umumnya hanya saja hikmah yang saya dapatkan dari Pak Kiayi Pesantren ini adalah bagaimana memuliakan tamu dan menghadapi tamu dengan karakternya yang berbeda-beda. Terakhir saya mengunjungi pesantren Mathlaul Khaer di Cintapada dan disana saya bisa berbincang dengan Mama (Pimpinan Pesantrennya) yang masih sehat meski usianya sudah 80 tahun lebih dan alhamdulilah saya mendapatkan do’a dari beliau agar segala keinginan dan maksud saya bisa terpenuhi. Mudah-mudahan besarnya hikmah yang saya dapatkan dari silaturahmi ini bisa terus memicu saya khususnya dan kita pada umumnya untuk terus mempererat tali silaturahmi kita sama siapapun tanpa terkecuali apalagi sama kerabat, sanak saudara dan guru-guru kita