RSS
Write some words about you and your blog here

SUFI BAGI SI NAFRI: NEO-SUFISME, TASAWUF POSITIF, DAN KESADARAAN AKAN TUHAN

SUFI BAGI SI NAFRI:
NEO-SUFISME, TASAWUF POSITIF, DAN KESADARAAN AKAN TUHAN
Oleh: Irfan Soleh

Setiap orang pasti pernah merasakan dalam hidupnya kebosanan, perasaan hampa, keresahan jiwa dan lain-lain. Termasuk dalam hal ini Si Nafri. Ia pernah, bahkan sering, mengalami hal tersebut. Si Nafri merasa dibuat bingung dengan apa yang dinamakan Truth (kebenaran), Truth claim, krisis tujuan hidup, keraguan yang terus menggurita, adanya ‘jarak’ antara yang seharusnya dan sebenarnya dan masih banyak lagi. Al kisah Si Nafri pun mencari dan memilah fragmen hidup dimana pada fragmen tersebut jiwa dan hatinya merasa tenang dan penuh makna. Salah satu moment tersebut pernah Si Nafri dapatkan di salah satu pesantren yang berada di daerah Jawa Tengah. Ketika tinggal disana waktu terasa begitu berharga. Dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi, Si Nafri disibukkan dengan Dzikir dan Fikir. Jadi rahasianya ternyata di pesantren tersebut disamping di jejali ilmu, jiwa Si Nafri juga terus diasah. Dan menurut dia pesantren tersebut sangat kental nuansa tasawufnya. Nuansa itulah yang membuat dia betah tinggal disana

Akhirnya, Si Nafri berusaha mengobati keresahan jiwa tadi salah satunya dengan tasawuf. Yang terfikirkan oleh dia waktu itu adalah masuk salah satu Tariqat,( karena asumsi dia waktu itu kalau mau menggeluti tasawuf jalan yang harus ditempuh adalah melalui tariqat walaupun pada akhirnya asumsi tersebut dipatahkan oleh pendapatnya Pak Kausar Azhari Noer). Dan menurut informasi ada satu pesantren di Jawa Timur tepatnya di Tulungagung yang khusus tentang Tariqat. Si Nafri pun berangkat kesana dengan informasi seadanya. ketika baru sampai daerah jombang, keluarganya nelfon dan mereka memaksanya untuk kembali pulang sampai dari keluarganya keluar ungkapan “Tidak Ridho” kalau Si Nafri menggeluti tasawuf di Tulung Agung. Berkecamuklah dalam benak Si Nafri, kenapa mereka sampai mengatakan tidak ridho. Padahal niat dia baik bukan mau hura-hura atau jalan-jalan gak karuan. Dengan terpaksa Si Nafri kembali pulang ke rumah karena ridha keluarga khususnya orang tua bagi dia adalah segalanya

Sesampainya di rumah, Si Nafri berdiskusi dengan keluarganya dan meminta argumentasi mereka kenapa melarang dia menggeluti tasawuf. Ternyata dalam fikiran mereka tasawuf masih dihubung-hubungkan dengan dunia klenik dan alasan yang paling utama adalah takut di umurnya yang masih sangat muda tidak suka pada dunia atau anti dunia. Mungkin mereka takut setelah Si Nafri menggeluti tasawuf tidak mau lagi melanjutkan pabrik yang sudah dirintis ayahnya sejak puluhan tahun yang lalu. Intinya takut anaknya, Si Nafri, jadi gembel karena tidak melirik sama sekali hal-hal yang berhubungan dengan dunia. Pada waktu itu Si Nafri tidak bisa menjawab argumentasi mereka. memori tersebut teringat kembali di benak Si Nafri kemarin hari sabtu, 16 januari 2010, ketika dia mengikuti sebuah seminar nasional

Seminar tersebut adalah National Seminar on Islamic Philosophy and Mysticism; Ibn Araby and Mulla Sadra Schools of Thought yang diadakan oleh The Islamic College Jakarta di Syahida Inn, UIN Syarif Hidayatullah. Ada empat pembicara pada seminar tersebut Salah satunya adalah Dr. Haidar Bagir. Dalam Paper Documentation-nya beliau membawakan tema The Rise of Neo-Tasawwuf Toward Today’s Islamic Civilization. Isi paper-nya memaparkan tasawuf di indonesia, dari mulai Tasawuf Sunni, Tasawuf Falsafi, dan hingga Neo-Sufisme dan Tasawuf Positif. Si Nafri mencoba memaparkan secara ringkas apa yang dia dapat dari Pak Haidar Bagir. Si Nafri tidak menjelaskan Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi tapi hanya menjelaskan Neo-Sufisme dan Tasawuf Positif

Istilah Neo-Sufisme pertama kali dikumandangkan oleh Fazlurrahman, kemudian di Indonesia dipopulerkan oleh alm. Cak Nur dan Azumardi Azra. Ciri utama tasawuf ini adalah tekanannya yang begitu kuat pada cita moral sosial, dasar syari’atnya yang amat kukuh dan semangat kosmopolitanisme serta toleransinya yang mumpuni. Tasawuf seperti ini menandai puncak perdamaian antara tasawuf dan syari’at yang sebelumnya telah dirintis al-Qusyairi dan diperjuangkan al-Ghazali

Haidar bagir dan beberapa temannya menawarkan jenis Tasawuf yang cocok dikembangkan di Indonesia. Namanya adalah Tasawuf Positif. Tasawuf positif adalah sebuah pemahaman atas tasawuf dalam upaya mendapatkan manfaat dari segala kelebihan dalam hal pemikiran dan disiplin spiritual yang ditawarkan untuk pendekatan diri kepada Allah seraya menghindari dari ekses-eksesnya sebagaimana yang terungkap dalam sejarah islam. gambaran lebih konkritnya, haidar bagir memaparkan ringkasan enam tema utama tasawuf positif

Keenam tema utama tersebut adalah sebagai berikut: pertama pemahaman tentang konsep Allah yang seimbang antara sifat Jalaliyah (kedahsyatan yang menggetarkan, Tremendum) dan sifat Jamaliyah (keindahan yang memesona, fascinans). Kedua, penempatan Syari’at sebagai unsur integral tasawuf, tidak ada tasawuf tanpa syari’at. Malah syari’at adalah satu-satunya jalan menuju tasawuf. Ketiga, menyodorkan konsep ‘irfan atau hikmah sebagai alternatif terhadap sufisme anti intelektual, dengan kata lain, tasawuf justru terkait erat dengan intelektualitas dan rasionalitas bukan dengan berbagai jenis klenik dan takhayul. Keempat, alam semesta adalah bejana/wadah yang didalamnya ayat-ayat Allah tersebar, sehingga alam itu sebenarnya mempromosikan observasi saintifik dan penggunaan akal secara benar. Kelima, buah tasawuf adalah akhlak mulia yakni terkait dengan kemampuan kita mengontrol hawa nafsu. Keenam, seorang sufi yang baik itu harus berjiwa sosial juga beramal shaleh yaitu amal-amal untuk memperbaiki kualitas lingkungan dan memberikan sumbangan sebesar-besarnya bagi orang banyak. Belajar dari Nabi Muhammad, seorang sufi yang baik sama sekali tidak menyangkal kehidupan dunia, melainkan justru menjadikannya sebagai jalan menuju Allah SWT

Jadi apabila ada kalangan yang masih menganggap tasawuf itu negatif dengan segala argumentasi mereka, kita bisa menjawab bahwa tasawuf itu tidak negatif. Kalaupun ada mungkin pemahaman mereka yang salah akan tasawuf itu sendiri. Dan Penjelasan Haidar Bagir tersebut bisa menjawab apa yang dirisaukan oleh keluarga Si Nafri. Walaupun sebenarnya Si Nafri tidak tahu apakah pesantren tariqat yang dia tuju itu mengajarkan hal yang sama dengan konsep Tasawuf Positif atau tidak. Kasus diatas seolah-olah tasawuf itu hanya sebatas pelarian saja dari kegalauan dan keresahan jiwa Si Nafri. Tapi kata Pak Haidar tidak apa-apa tasawuf dijadikan pelarian dan itu tidak ada kesan negatif karena dalam al-Qur’an pun dikatakan fafirru ilallah, berlarilah kalian pada Allah. Menuju Allah pun kita disuruh berlari dan itu tidak berarti negatif apalagi sama tasawuf. Berbicara tentang Tasawuf akhirnya Si Nafri sepakat dengan Pak Kautsar Azhari Noer yang menyatakan bahwa inti dari Tasawuf adalah God Consiousness ,kesadaran akan Tuhan. Jadi menjadi seorang sufi itu tidak sulit. Syaratnya adalah selalu sadar akan Tuhan dalam setiap gerakan dan helaan nafas kita. Wallahu a’lam bi al- shawab. Mudah-mudahan bermanfa’at......


0 komentar:

Posting Komentar