RSS
Write some words about you and your blog here

Tempat Makan Favorit dan Seputar Shalat Arba’in: CPH Part 6

Catatan Perjalanan Haji Part  6
6 oktober 2011 Tempat  Makan Favorit dan Seputar shalat arba’in  

Waktu subuh selalu indah disini, pemandangan jama'ah yang selalu serempak berjama'ah, sujud yang seragam, saling toleran meski ada sedikit perbedaan, dari mulai pukul 2 pagi orang sudah ramai ke mesjid bahkan ada yang berangkat pukul satu agar bisa ke raudhah tanpa berdesak-desakan. Hal yang paling membuat saya iri adalah ketika melihat sepasang suami istri, mereka begitu ‘mesra’ berangkat sama-sama ke mesjid lalu berpisah di gerbang masuk karna tempat shalat yang dipisah antara laki-laki dan perempuan kemudian mereka janji ketemuan lagi di pintu gerbang yang sama ketika hendak kembali ke maktab. Mereka akan saling tunggu di gerbang yang sama dan saling tunggu kalau salah satunya ada yang terlambat


Subhanallah sungguh indah melihat dua insan yang saling mencintai karena Allah dan sama-sama menjalani hari melaksanakan perintah Allah. Sepulang shalat berjama’ah banyak para jama’ah yang menyempatkan mampir di rumah makan indonesia. Setidaknya ada 2 tempat makan favorit dekat Mesjid Nabawi yang selalu ramai oleh jama’ah indonesia yaitu Rumah Makan Si Doel Anak Madinah dan RM Bakso Solo. Keduanya menawarkan menu khas Indonesia dari mulai nasi lengkap dengan lauk pauknya yang serba indo sampai bakso, bubur kacang, pisang goreng dan makanan khas indonesia lainnya.

Begitulah rangkaian rangkaian kehidupan di Madinah rasanya tiada hari tanpa shalat dan makan berjama’ah, sungguh indah. Nah ngobrol-ngobrol masalah shalat nih, kita mengistilahkannya dengan shalat arba’in. Apa yang dimaksud shalat arba’in? Adakah perdebatan dalam masalah ini? Untuk mengetahui jawabannya yuk ikuti catatan perjalanan ini sampai habis ya, he...lanjuuuutttt

Pembahasan mengenai arba’in ini saya ambil dari berbagai sumber tentunya Prof. Google sangat berperan penting disini. Shalat Arbain adalah sebenarnya shalat yang biasa dilakukan oleh umat Islam pada umumnya, yaitu shalat fardhu yang biasa dilakukan dalam sehari-semalam sebanyak 5 waktu. Hanya saja disini, para jemaah haji dituntut untuk melaksanakannya secara berjamaah di Masjid Nabawi sebanyak 40 waktu tanpa terputus satu kalipun. Maka ketika salah satunya ditinggalkan, gugurlah pahala shalat Arba’innya.

Lantas apa perdebatan dalam masalah ini? Karena ada sebagian kalangan yang beranggapan bahwa kebanyakan jama’ah haji indonesia salah mengartikan tentang shalat arba’in ini. Salah dalam arti apakah khusus di mesjid Nabawi ataukah bisa juga shalat di mesjid-mesjid yang lain?  Saya pribadi melihat letak permasalahannya adalah dari segi istidlal atau pengambilan dalil nya. Pertama ada yang memakai dalil hadis yang diriwayatkan dari Anas Bin Malik, bunyi hadisnya sebagai berikut:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « مَنْ صَلَّى فِى مَسْجِدِى أَرْبَعِينَ صَلاَةً لاَ يَفُوتُهُ صَلاَةٌ كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ وَبَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ 
»
Dari Anas bin Malik, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa melaksanakan shalat sebanyak 40 kali shalat di masjidku (baca: Masjid Nabawi) dalam keadaan tidak tertinggal satupun shalat, maka akan dicatat baginya keterbebasan dari api neraka dan keselamatan dari kemunafikan. (HR. Ahmad no. 12605. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if (lemah) karena status Nubaith bin ‘Umar yang tidak diketahui.)

Muhammad Abduh Tausikal dalam artikelnya yang berjudul Meninjau Shalat Arba’in di Mesjid Nabawi menyimpulkan bahwa hadis diatas adalah lemah (dho’if) dengan memaparkan beberapa pendapat ulama hadis diantaranya  Syaikh Muqbil Al Wadi’iy rahimahullah –ulama hadits dari Yaman- menilai bahwa hadits di atas tidak shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan komentar Al Haitsamiy dalam Al Majma’ Az Zawa’idyang mengatakan bahwa periwayat hadits di atas tsiqoh (terpercaya) namun dikomentari oleh Syaikh Al Albani, “Beliau sudah salah sangka karena Nubaith bukanlah periwayat dari kitab shahih, bahkan dia bukan periwayat dari kutubus sittah lainnya.”

Dalil yang kedua tentang shalat arba’in ini lebih kuat dari yang pertama, bunyi hadisnya sebagai berikut:

مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِى جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ

“Barangsiapa mengerjakan shalat secara ikhlas karena Allah selama empat puluh hari dengan berjamaah dan dengan mendapatkan takbiratul ihram maka dicatat untuknya dua kebebasan, yaitu bebas dari neraka dan bebas dari kemunafikan.” (HR. Tirmidzi no. 241, dari Anas bin Malik. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Hadis ini lebih kuat dari hadis yang pertama hanya saja dari teks hadistnya, hadis ini tidak menyebutkan pengkhususan di Mesjid Nabawi. Sehingga menurut saya, cara amannya adalah shalat arba’in diniatkan mengikuti dalil yang kedua ini, adapun kalau dilaksanakan di Masjid Nabawi tentu lebih afdhol berdasarkan dalil lain yang menyebutkan keistimewaan shalat di mesjid Nabawi. Salah satunya adalah

صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ


“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih baik dari 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Harom.” (HR. Bukhari no. 1190 dan Muslim no. 1394, dari Abu Hurairah)

Jadi kalau menggunakan hadis yang kedua ini di mesjid manapun kita bisa melakukan shalat arba’in hanya saja tentu pahalanya tidak akan sebanding dengan pahala shalat arba’in di Mesjid Nabawi berdasarkan hadis yang lain yang mengutarakan keistimewaan shalat di Mesjid Nabawi. 

Kalau seandainya ada yang salah dari tulisan ini mohon dikoreksi, saran yang bersifat konstruktif sangat kami tunggu karena ini berbicara masalah hukum, tapi kalau masalah tempat makan favorit tadi insya Allah statusnya sohih, he.... catatan perjalanan haji part 6 dicukupkan sekian dulu nantikan catatan perjalanan haji part berikutnya, insya Allah....



0 komentar:

Posting Komentar